Home / Fantasi / Selubung Memori / 42. ORIENTASI #6

Share

42. ORIENTASI #6

last update Last Updated: 2021-10-24 14:00:27

Lavi mengusulkan latihan di padang rumput. Sasaran tembak di sana lebih banyak dari halaman belakang Gerha. Kubilang itu ide menarik, tetapi sayangnya aku ingin sendiri. Kupikir Lavi bakal mengejekku anti-sosial dan bilang tidak mau partnernya menjadi penyendiri, tetapi dia mengerti, bahkan tanpa iseng.

Dia mengambil peralatan memanahnya, jadi aku mengambil anak panah di papan sasaran. Sayangnya, ketika dia kembali, yang jujur saja aku yakin harusnya membukakan pintu untuknya—kecuali dia memang membuka pintu sendiri seolah ini Gerhanya—dia membawa camilan kentang goreng.

“Saat pertama kita bicara, kau juga bawa kentang,” ingatku. “Dan kau lupa kita mau latihan? Kenapa kau bawa makanan berat?”

“Itu sebenarnya sinyal untukmu,” semburnya, mengambil dua stik kentang. “Kalau mau memberiku hadiah makanan, olahan kentang pilihan terbaik. Dan ini bukan makanan berat. Ini camilan.”

Namun, pada akhirnya, a

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Selubung Memori   634. MONUMEN PENJAGA #1

    Ketika kami kembali ke Padang Anushka, lagi-lagi Lavi hanya lapor pada Dokter Gelda. Kami sedang diperiksa. Hanya ada Isha dan Dokter Gelda di sekitar kami. Ketika cerita Lavi tiba di pertempuran monster, raut Isha dan Dokter Gelda segera berubah—meski tak terlalu kentara.“Kenapa kalian tidak menghindari monster?” tuntut Dokter Gelda.“Kenapa tidak?” balas Lavi.“Lavi, ini bukan misi patroli. Ini misi pencarian.”“Kami tim penyerang.” Suara Lavi normal, tetapi caranya mengatakan itu sangat tegas. “Menghabisi monster itu tugas kami. Toh, kami pilar tim penyerang. Mau misi apa pun, itu sudah semestinya kami lakukan.”Sebut aku idiot—terserah, tetapi di detik itulah aku sadar bahwa semua yang kupikirkan tentang Lavi sudah berlebihan.Lavi tidak pernah pergi. Dia tetap membela posisiku dengan caranya.Lavi menemukan mataku yang tertegun menatapnya. Dia mengedipkan sa

  • Selubung Memori   633. LABIRIN KUSUT #12

    Pertempuran dengan monster lebih brutal dari yang kami bayangkan.Sekarang terjawab sudah mengapa monster bisa menemukanku. Itu bukan monster yang menghampiriku, kami yang menghampiri monster. Lavi menyebut tempat itu sebagai: “Sarang monster. Kita masuk sarang monster. Luar biasa.”Pertempuran melawan monster menghabiskan waktu lumayan singkat. Saat itu sudah malam. Kami sudah di tempat persembunyian yang hanya berupa kubah batu sederhana di samping sungai. Begitu menemukan aliran air, Lavi memutuskan agar malam ini kami beristirahat tidak jauh dari sungai.Sepanjang perjalanan mencari tempat istirahat, kami tak terlalu mengungkit pertempuran melawan monster, tetapi ketika akhirnya kami berhasil duduk di dalam kubah batu dan membakar beberapa ikan, Lavi baru mulai menyebut betapa banyak hal baru dariku yang belum diketahuinya.“Aku merasa dicurangi,” katanya.“Aku juga, sejujurnya,” balasku.“Bagian

  • Selubung Memori   632. LABIRIN KUSUT #11

    Berkat Reila, aku bisa tertidur sampai jam sarapan. Mungkin salah satu yang membuat tidurku terganggu, adalah karena aku terlalu banyak memendam.Masalahnya, aku terlelap di sofa. Dan semua beban di kepalaku tidak hilang. Begitu terbangun, aku merasa segar, tetapi hanya sedikit. Kepalaku masih kelewat berat seolah sesuatu yang mengganjal itu tidak hilang dengan tidur. Ketika mataku terpejam, aku bisa melihat bercak hitam kehampaan di mataku seolah itu jauh lebih gelap dari kegelapan mana pun. Bercak itu bergerak, membuat mataku bergetar—dan setiap mataku terpejam, itu memaksa mataku terbuka. Reila berhasil membuat bercak itu tidak terlalu terasa membara dengan caranya, dan dalam waktu yang tak bisa kusadari, aku sudah tertidur. Yang menjadi masalah: bercak gelap itu kembali, membuat mataku seperti terbakar, dan aku terlonjak bangun.Inilah alasan kedua mengapa aku dan Lavi berangkat terlambat: Lavi ada di sampingku ketika aku terbangun. Di sofa. Tepat di sampingk

  • Selubung Memori   631. LABIRIN KUSUT #10

    Sebelum pencarian ketiga, semua mulai meledak.Aku dan Lavi baru berangkat setelah tengah hari, beda titik dengan Reila yang sudah berangkat sejak jam sarapan habis. Kali ini dia tetap berangkat dengan Profesor Merla, tetapi tanpa Kara. Sebagai gantinya, Elton ikut misi.Dan alasan pertama mengapa aku terlambat berangkat, adalah Reila.Aku tidak bisa tidur lagi—sebenarnya aku tidur, tetapi hanya satu jam. Jadi, ketika bangun, kepalaku pusing. Saat itu dini hari. Aku di dapur, mengambil minum dengan harapan pusing di kepalaku hilang, tetapi ternyata gerak motorik tanganku belum sepenuhnya kembali. Gelas itu tergelincir dari tanganku, dan: prang!Satu-satunya yang keluar kamar: Reila.Begitu dia keluar dengan raut terkejut dan curiga, kami bertautan mata. Di dekat kakiku masih tersebar pecahan kaca. Di malam itu, akhirnya tidak ada yang bisa disembunyikan lagi. Aku mengatakan semuanya.Tentang misi ini, apa yang kupikirkan di ba

  • Selubung Memori   630. LABIRIN KUSUT #9

    Setelah kembali dari misi, aku menghabiskan waktu di gerha. Tidak pergi sama sekali. Kupikirkan aku ingin tidur, tetapi dengan cara apa pun, aku sulit tidur. Sewaktu masih di alam liar, ketika Lavi tertidur di sampingku, aku sama sekali tak bisa tidur. Kesadaranku seperti tidak bisa jatuh. Kepalaku dikuasai hal-hal aneh. Itu masih berlangsung hingga tiba di gerha. Barangkali Tara tidak memberitahu kalau aku seperti butuh tidur, tetapi dua malam terakhir, aku tidur hanya sesaat.Reila menyebut hasil misinya sebagai, “Bukti dari Bibi kalau tidak ada lagi yang bisa ditemukan, jadi dia memintaku tidak merengek berangkat misi.”“Kau merengek?” tanyaku.“Bibi menyebutnya seperti itu.”“Jadi, kau tidak misi lagi?”“Masih misi. Harusnya dua hari lagi. Sama seperti Kakak.”Itu pun kalau aku berangkat dengan Lavi—aku ingin mengatakan itu, tetapi aku menahannya sedemikian rupa. Kalau Lav

  • Selubung Memori   629. LABIRIN KUSUT #8

    Pencarian kedua tidak menghasilkan apa-apa. Kami memutuskan pulang di tengah hari karena kondisi Lavi sudah tidak lagi bagus untuk pencarian. Fisiknya dan benaknya sudah benar-benar habis. Aku yang memutuskan kembali.Lavi menurut. Kami kembali dan memutuskan gunung itu bukanlah tempat mencurigakan. Itu hanya tempat normal. Untuk pencarian berikutnya, kami pindah ke tempat lain. Tentunya belum kami bicarakan. Aku tidak ingin memulai obrolan serius semacam itu ketika kondisi Lavi sedang habis.Aku menggendongnya, membawanya ke Padang Anushka.Kami tiba sekitar pukul dua siang.Dan momen kedatangan kami—bagiku salah—tetapi bagi Lavi sangat tepat. Di pondok perbatasan, Haswin, Yasha, dan Dalton sedang main catur.Kami menapak di bukit perbatasan, disambut oleh Mister seperti biasa. Lavi turun dari punggungku. Haswin berkata, “Kerja bagus. Selamat datang.”“Bermalas-malasan seperti biasa?” tanya Lavi.&

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status