Share

Semangkuk Kolak Penuh Kebaikan
Semangkuk Kolak Penuh Kebaikan
Penulis: youngdinna

AWAL DI YOGYAKARTA

Tuhan tahu, tapi menunggu, kalau kata pepatah mengatakan demikian, begitu pula dengan yang tengah si kembar alami saat ini. Pandu dan Jay beserta keluarga akhirnya bisa terbebas dari suara bising perkotaan Jakarta. Keluarganya memutuskan untuk pindah ke Kota Yogyakarta, tempat di mana sang ayah dipindahtugaskan sekarang. Pandu menatapi setiap gedung, jalanan, dan ruko tua yang mereka lewati. Meski terbilang masuk kota, suasana hijau dan asri lebih terasa ketimbang saat ia beserta keluarga masih di Jakarta.

Pandu balik mengalihkan pandangan ke arah kembarannya. Jay yang lebih kalem dan tua darinya tiga menit itu sedang sibuk membaca buku komik marvelnya. Ah, meski kembar kesukaan mereka berbeda, Jay lebih suka marvel sedang dia lebih suka DC. Jay orangnya pendiam, tidak seperti dirinya yang lumayan bawel dan luwes dengan orang baru. Menjadi kembar tidak serta merta membuatmu sama persis satu sama lainnya.

"Pan, kamu masih debat juga sama Abangmu?"

Pandu mendecak. "Abang ngadu ke Papa sama Mama, ya? Ngaduan amat sih, padahal masalah kita cuma masalah sepele."

"Enggak ngadu, kalian debat kedengaran dari luar kamar. Kenapa emangnya? Jay enggak suka pindah ke sini?"

"Bukan itu ... " Pandu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, malu mengakui masalah yang sedang mereka hadapi.

"Ya sudah gini, kalian harus segera rukun, ya! Atau Papa adukan masalah ini ke Mama kalian, Mama belum tau soalnya,” pinta Ghandi kemudian kembali melanjutkan kegiatannya berbenah barang.

Pandu sendiri kembali mengangkat kardus dari bagasi mobil yang ia tumpangi, sesekali ia menoleh ke arah Jay yang masih sibuk mengemasi kardus juga tanpa banyak bicara. Pandu mulai memasuki rumah baru mereka. Kata mamanya, kamar Pandu berada di lantai dua bersebelahan dengan Jay juga ruang belajar mereka. "Aduh. Sial ... "

"Kurangi tuh ngomong kasar, mau puasa juga."

Pandu terkesiap, menatap ke arah abangnya yang masih belum menatapnya namun malah sibuk membantu mengeluarkan barang-barang Pandu dari dalam kardus. Dengan telaten pula, Jay mulai mengemas baju adiknya ke dalam lemari. "Bang, sorry ya ... "

"Sorry soal apaan?"

"Iya soal tadi pas mau berangkat, andai tau lebih awal kalau itu sempak unlimited dari produk marvel juga enggak akan kupinjam."

Sempak? Iya benar, masalah mereka adalah rebutan sempak. Berawal dari Pandu yang menyadari kalau dia out of stock celana dalam karena cuaca hujan, dia pun meminjam milik abangnya tanpa bilang dengan asumsi Jay akan mengerti. Ia tak tahu kalau rupanya sempak yang ia ambil dari lemari dan terbungkus rapi di dalam dus mika itu merupakan edisi khusus celana dalam sport keluaran marvel.

Jay menghela napas, dia memang kesal karena benda yang ia sebut pusaka pentingnya malah duluan dipakai Pandu. "Sudahlah enggak masalah, aku juga salah udah naruh sembarangan.” Jay kemudian tersenyum dan meraih dua gelas kolak yang tadi sudah disiapkan Mama.

Pandu menyengir, mau bagaimanapun hatinya terasa lega karena akhirnya ia kembali rukun dengan abangnya. Kegiatan mereka berlanjut hingga tak terasa sore menuju maghrib menjemput.

Sehabis sholat, Pandu, Jay beserta Papa mendatangi rumah Pak RT untuk mengurus berkas kepindahan mereka, namanya Pak Yutardi. Orangnya ramah, salah satu pesohor terkenal di kampung karena cita rasa satai yang ia dagangkan di sekitar alun-alun. "Wah, anaknya kembar, to? Mana ganteng-ganteng, bisalah kita besanan," gurau Pak Yutardi.

"Hahaha, Bapak bisa aja. Iya, mereka masih SMA kelas 3, Pak. Makanya saya mau lengkapi berkas kepindahan di kampung, soalnya besok mau urus kepindahan anak-anak di sekolah baru."

"Sudah dapat sekolahan belum? Kebetulan sepupu saya ada jadi kepsek, di sana anaknya juga sekolah, seorang hafidz Quran juga. Siapa tau bisa jadi temannya adik-adik ganteng ini."

"Iyakah? Bapak ada brosurnya?"

"Ada. Sebentar saya cek dulu di dalam, sambil diminum tehnya, ya! Jangan sungkan sama saya."

Pak Yutardi pun masuk. Jay dan Pandu saling berpandangan, seolah mengerti maksud si adik, Jay pun berkata, "Pa, kalau sekolahnya pondok, aku sama Pandu enggak deh, Pandu paling enggak bisa pisah sama mama."

"Iya, Papa tau. Cuman ditawarin masa langsung ditolak? Siapa tau bukan pondok, kan?" Tak lama berselang, Pak Yutardi kembali dengan brosur sekolah di tangannya. Ternyata benar, sekolah yang Pak Yutardi tawarkan bukan sekolah pondok. Dari apa yang dijabarkan di dalam brosur, sekolahnya terlihat bonafit.

'SMA Lazuardi Bangsa? Kok kayaknya enggak asing, ya? Aku pernah dengar tapi di mana?' batin Pandu.

+++

Seperti kebiasaan Pandu dan Jay, setelah subuh mereka tidak serta merta balik tidur. Alih-alih kembali tidur, duo kembar sehati itu memilih jalan-jalan di sekitar komplek rumah yang mereka tinggali. Karena termasuk kampung yang baru saja tersentuh modernisasi dan mulai banyaknya di bangun hotel mau pun perkantoran, tempat tinggal si kembar masih terbilang asri dengan lingkungan persawahan, beberapa diolah dan dirawat oleh warga sekitar. "Wah, Bang! Sini deh, ada keong!"

"Eh, Pan! Ati-ati entar kotor jadi mandi lagi kita."

"Enggak-enggak, lucu deh, Bang, aku ambil satu ya? Entar kita taruh di kolam teratai."

"Kalau ketahuan Mama, mati kita didaging asap."

"Ah, Abang mah. Satu aja, kok. Ya, ya?" Jay menghela napas, memilih mengangguk. Baru saja Pandu hendak mengambil kantong plastik sembarang untuk menaruh keong sawah, tiba-tiba saja suara melengking seorang gadis membuyarkan kegiatan mereka. "Hei! Kalian ngapain di sawah kakekku?!"

"Lho? Meita?"

"Eh? Pandu? Kak Jay? Kalian ngapain di sini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status