Calista dan Ririn baru saja sampai di Alun Alun. Dari rumahnya sampai Alun Alun, Lista memutuskan untuk berlari dengan Ririn. Jadi saat sampai di Car Free Day, ia bisa bersantai sambil duduk duduk di tengah jalan yang sudah disterilkan dari kendaraan bermotor.
Lista kini duduk di jalan sedangkan Ririn tengah membeli air mineral.
Dari kejauhan, Lista bisa melihat panggung musik yang sepertinya ramai penonton. Di sekitar panggung juga banyak para pedagang yang menjajakan makanan enak.
Dan sepertinya ia harus ke sana.
"Nih buat lo." Ririn datang sambil menyodorkan sebotol minuman pada Lista.
Gadis itu mengambilnya dan mengucapkan terima kasih.
"Kayaknya di sana seru deh. Ke sana yuk?"
Ririn melirik ke arah tunjuk Lista dan melihat panggung musik di sana.
"Rame banget."
"Justru rame itu bikin asik. Lagian di sana juga banyak pedagang kok. Sekalian sarapan aja di sana."
Setelah cukup lama berpikir, Ririn akhir mengiyakan ajakan Lista.
Mereka hanya berjalan santai sambil berbicara untuk menuju ke panggung tersebut.
Sebenarnya selama di perjalanan, tak terlalu banyak yang mereka bicarakan. Hanya menceritakan kenangan masa lalu dan saling berbagi cerita saja.
Sampai akhirnya langkah mereka pun terhenti di depan panggung. Pertunjukan untuk salah satu band tadi sudah selesai dilakukan. Mungkin di acara ini hanya ajang penampilan bakat. Tak ada tamu khusus yang diundang.
Lista melirik ke sana ke sini dan menemukan gerobak bakso dan sosis bakar. Dengan semangat ia berjalan menuju gerobak tersebut.
"Lo beli nggak?" tawarnya pada Ririn.
"Nggak deh. Gue ke sana aja."
"Oh ya udah. Gue beli itu dulu."
Rin mengangguk. Rin dan Lista berbeda arah. Dari kejauhan, Lista bisa melihat Rin berhenti di sebuah gerobak roti bakar.
Sambil menunggu pesanannya selesai, Lista kembali melirik ke sana ke mari sampai pandangannya terhenti di belakang panggung yang bagian atasnya hanya tertutup terpal.
Bukan belakang panggung yang ia perhatikan dengan lamat, tapi Aiden. Ia melihat keberadaan Aiden di sana. Tak jauh dari Aiden, ia juga melihat keberadaan Heru.
Jika Aiden dan Heru ada di sini. Itu artinya Angkasa juga ada di sini. Karena yang ia dengar dari Ririn, Aiden ,Heru dan Angkasa itu satu geng. Mereka selalu bertiga kemana-mana.
Dengan semangat, Lista kembali melirik ke sana ke mari mencari sosok Angkasa, namun tak ia temukan.
"Ini neng." sapa abang penjualnya sambil menyodorkan bakso bakar pesanannya.
"Oh iya bang. Ini uangnya. Makasi ya bang."
"Sama-sama neng."
Setelah membayar, Lista langsung berjalan ke belakang panggung.
"Aiden, Heru!" sorak Lista.
Aiden yang namanya dipanggil, langsung melirik ke arah si pemanggil. Begitupun dengan Heru.
"Lista? Lo di sini juga? Sama siapa?"
"Sama Ririn. Kenal?"
Aiden mengernyit, "Ririn?"
"Anak IPA 5." Lista melirik kebelakang dan mendapati Ririn sedang mencarinya, "Tu dia. RIRIN!!" Lista berteriak kencang.
Aiden melihat Ririn yang dimaksud oleh Lista. Seketika ia terdiam. Begitupun Ririn. Saat melihat Aiden ada di samping Lista, ia tanpa sadar menghentikan langkahnya.
Namun hanya beberapa saat saja, karena setelahnya ,ia kembali melangkah mendekati Lista.
"Lo ngilang aja gue cariin." ucap Ririn kesal. Ia hanya menfokuskan pandangannya pada Lista.
"Heheheh, sorry. Tadi gue ketemu mereka."
Ririn melirik Aiden sekilas lalu menatap Heru.
"Lo kenal mereka kan?"
Ririn mengangguk, "Temennya Angkasa." jawabnya.
"Angkasanya mana?" tanya Lista antusias sambil melihat ke segala arah.
"Angkasanya nggak datang. Tadinya kita berencana mau ngisi salah satu acara, cuma dia nggak dibolehin sama bokapnya." jawab Heru.
Lista sedikit kecewa. Namun apa boleh buat.
"Kenapa kalian nggak ke rumahnya?" tawar Lista namun dengan cepat dicegah Heru.
"Gue nggak mau dihajar om Firman."
"Lah? Dihajar maksudnya?"
"Angkasa nggak diizinin sama bokap nya untuk nge-band. sedangkan acara kita di sini nantinya adalah nge-band. lo yakin Om Firman bakalan izinin kita bawa Angkasa? Secara bokapnya itu parnoan sama anak band."
Mendengar penjelasan Heru, Lista mendadak punya ide bagus.
"Rumahnya Angkasa di mana?" tanya Lista spontan. Aiden menatap Lista bingung. Ngapain di cewek nanya rumah Angkasa?, batin Aiden.
"Kalian jangan curiga dulu, aku punya ide untuk bisa bawa Angkasa ke sini." seketika Aiden dan Heru Saling pandang.
"Caranya?"
"Kalau diceritain panjang. Lihat eksekusinya aja deh. Di mana rumah Angkasa?"
Awalnya Aiden tak percaya, namun jika benar Lista bisa membawa Angkasa ke sini, akan jauh lebih baik.
Setidaknya ia mendapat kabar dari abangnya jika acara CFD kali ini akan berlangsung sampai siang.
Jadi mereka masih bisa mengisi acara.
"Oke. Lo ikut gue.!" Aiden melangkah lebih dulu. Di sana juga ada Heru dan Ririn serta Lista yang ikut.
Selama perjalanan menuju rumah Angkasa, keempat anak manusia itu tak terlalu banyak bicara. Namun ada yang aneh dengan Ririn. Ia selalu melirik Aiden dari kaca spion di atas kepala Aiden. Memperhatikan cowok itu menyetir mobilnya dengan fokus.
Sampai mobil Aiden berhenti di lampu merah dan tanpa sadar pandangan Aiden mendadak beradu dengan Ririn membuat Ririn tersedak tiba-tiba.
"Lo kenapa?" tanya Lista yang kaget.
Ririn menggeleng, "nggak apa-apa kok. Batuk doang." jawabnya.
Ririn mengalihkan pandangannya dari depan. Ia sekarang memilih sibuk dengan ponselnya. Sedang sekarang, giliran Aiden lah yang setiap saat mencuri pandang dari Ririn.
*****
Lima belas menit perjalanan, mereka akhirnya sampai. Lista turun lebih dulu disusul oleh Ririn dan Heru. Sedangkan Aiden harus memarkirkan mobilnya dulu.
"Ini rumahnya?" tanya Lista.
Heru mengangguk.
Lista dibuat terkejut dengan rumah Angkasa yang sangat luas dan besar.
"Ayahnya presiden?" tanya Lista spontan.
Heru dibuat geleng-geleng kepala.
"Masuk nggak nih!?"
"Masuk dong. Aku sudah janji kan."
"Ya udah ayuk.!"
Lista melangkah masuk mengikuti Heru lebih dulu.
Sampai Heru berhenti di depan pagar utama rumah Angkasa. Ia menekan bel rumah dan tak berapa lama keluar seorang wanita cantik yang Heru tahu itu adalah bunda dari Angkasa.
"Pagi tante." sapa Heru lebih dulu.
"Pagi juga." jawabnya. Ia melihat empat orang berdiri di depan pagarnya dan yang ia kenal hanya dua karena Aiden dan Heru memang sahabat temannya.
"Angkasanya ada tante?" tanya Heru lagi.
Lira menatap Aiden dan Heru dengan sedikit cemas, "Angkasanya ada." jawab Lira, "Tapi kalau pergi untuk ngeband nggak bisa Heru."
Heru hendak menjawab, namun dengan cepat Lista mengambil alih, "Selamat pagi tante. Saya Lista teman dekatnya Angkasa."
Baik Ririn, Aiden dan Heru langsung melirik ke arah Lista dengan tatapan tak percaya.
Teman dekat dari mana? Bahkan kalian belum pernah saling berbalas kata. Parah nih cewek, ucap Aiden membatin.
Lira menatap Lista dengan seksama. Namun tatapan Lira sama sekali tak menggoyahkan Lista. Ia yakin caranya ini akan berhasil.
"Maksud kedatangan Lista kesini, Lista mau izin sama om dan tante. Lista mau izin bawa Angkasa sebentar tante. Sebenarnya Lista punya tugas pentas seni dari guru. Tapi Lista nggak paham sama sekali dengan musik dan Lista kedapatan bagian laporannya yaitu soal alat musik Drum tante--"
"--Di sekolah nggak ada alat musik drum. Kebetulan sekarang di car free day ada acara pentas seni. Jadi Lista minta tolong sama Angkasa untuk bantuin Lista. Tapi Lista tunggu-tunggu, Angkasanya nggak muncul-muncul."
Lira semakin menatap Lista curiga. Pasalnya tadi Angkasa mengatakan jika Aiden dan Heru yang mengajaknya mengisi acara band di car free day. Angkasa sama sekali tak mengatakan jika ia ingin membantu temannya dalam mengerjakan tugas.
Tapi ia tak mau berburuk sangka terlebih dahulu. Lista sepertinya gadis baik-baik. Dan mungkin Lista bisa membawa perubahan bagi pola pikir suaminya terhadap Angkasa.
"Angkasa ada di kamarnya. Masuk dulu."
Lista bersorak dalam hatinya. Ia merasa satu langkah awal sudah ia sukseskan. Dan mungkin sebentar lagi ia akan dihadapkan pada ayahnya Angkasa.
"Berdo'a lo Lista. Moga-moga lo aman setelah ini." bisik Ririn pada gadis itu. LIsta terdiam. Ia sebenarnya takut, namun ia mencoba seberani mungkin.
Mereka berempat melangkah masuk mengikuti Lira. Setelah sampai di depan pintu masuk, mereka berhenti sejenak dan kembali lanjut melangkah setelah mendapat izin dari Lira.
"Mas, bisa minta waktu Mas sebentar? Ini ada teman-temannya Angkasa."
Deg! Lista dibuat cemas kali ini saat bundanya Angkasa memanggil ayah cowok itu.
Firman langsung melirik ke arah teman-teman anaknya. Wajah pria itu seketika berubah serius.
"Ada perlu apa?" tanya Firman.
"Gini om, saya Lista. Sebenarnya kedatangan Lista ke sini cukup lancang om. Hanya saja Lista butuh bantuan Angkasa."
"Maksud kamu?"
Lista menatap Lira. Ia yakin bundanya Angkasa ini sangat cerdas. Dan kebohongannya kali ini akan ditutup rapat oleh wanita itu.
"Lista dapat tugas tentang pentas seni om. Lista diminta cari di beberapa kampus untuk mengumpulkan kesenian itu sendiri. Dan untuk yang pertama Lista akan melakukan pengambilan data berupa rekanan video anak-anak berbakat bermain band. Kebetulah di Car Free Day ada pentas seni, dan Lista dapat kabar kalau Angkasa bisa bermain drum, Lista minta batuan Angkasa. Dan kebetulan lagi Angkasa teman sekelas Lista, jadi Lista lebih fokusnya ke Angkasa, Heru sama Aiden Om."
Aiden dan Heru yang namanya disebut, mendadak kesusahan menelan salivanya.
Lista sungguh berhasil membuat mereka mati kutu.
Dan kali ini Aiden dan Heru siap mengambil langkah seribu jika jawaban dari ayahnya Angkasa membuat mereka tersudutkan.
*****
"Pentas seni?" tanya Firman dengan tatapan tegasnya. Lista mengangguk dengan tegas dan berani. Ia diajarkan untuk tak takut oleh orang tuanya. Jadi demi bisa bertemu Angkasa, ia akan melakukan segala cara. "Angkasa sudah janji mau bantuin Lista. Lista juga sudah batalkan acara rekam pertunjuka
Sesampainya langkah Lista di luar, ia merasa kakinya mendadak lemas. Bahkan Ririn sampai spontan menangkapnya. Begitupun dengan Aiden dan Heru. Sedangkan Angkasa ,cowok itu hanya melihat Lista dengan tatapan yang cukup dalam. "Lo nggak apa-apa?" tanya Ririn khawatir. "Kaki gue lemes Rin. Ya Tu
Pagi ini Lista pergi sekolah dengan kakinya yang masih sakit. Beruntung karangannya dipercayai oleh orang tuanya. Yaitu ia berlari dengan Ririn dan tersandung. Semua ini karena kelalaiannya yang berlari sambil bermain ponsel. Ngomong-ngomong soal ponsel, Saat ia meminta ponselnya diambil waktu terjatuh saat merekam Angkasa manggung, ia mendapati ponselnya rusak dan layarnya selalu hidup mati sendiri.
Lista keluar dari dalam taksi yang membawanya dari sekolah ke rumah. Setelah membayar dan berterima kasih, Lista turun dan masuk ke dalam rumahnya. Masih dengan coklat yang ada dalam pelukannya. Ia membuka pintu rumah dan mendapati rumah dalam keadaan kosong. Namun ia tak heran ,karena ia yaki
"Rama! Ambilin bunda mangkok di atas meja nak!" "Rama, tuangin airnya ya." "Rama, sendoknya jangan lupa!"
Di kamarnya, Lista duduk terdiam. Ia mengingat kejadian tadi siang di rumah Angkasa. Saat cowok itu memarahi adiknya, Rama, hanya karena sebuah kesalahpahaman. Jujur, ia yang tak pernah merasakan memiliki seorang adik, cukup kesal dengan perlakuan Angkasa tadi pada Rama. Kenapa cowok itu harus sekasar itu. Tak menggunakan kata-kata yang baik, berbicara dengan Lo Gue, dan tak selalu penuh dengan tekanan emosi. Apa seorang Angkasa memang memiliki sifat yang seperti itu?.
"Eh itu punya gue. Lo main colong aja!" teriakan seorang gadis terdengar sangat nyaring di sebuah tempat makan di salah satu Mall. Bahkan semua yang mendengarnya langsung melirik ke arah gadis yang saat ini sedang mengejar teman cowoknya. Dan salah satu penonton gratis itu adalah Ririn dan Lista.Mereka melihat adegan bak film india itu terpampang jelas di depan mereka membuat Ririn seketika mual ingin muntah."Kenapa lo?" tanya Lista sambil terkikik geli."Noh! Lebay banget. Dikira ini mall punya mereka?""Hahaha. Iri aja lo. Makanya cari pacar. Biar bisa lari-larian kaya gitu.""Dih! Saran lo saran yang membagongkan." tawa Lista semakin meledak dengan jawaban kesal Ririn, "Lo duluan yang cari pacar, trus lari-larian macam dua orang tadi." balas Ririn."Tapi gue nggak yakin bakalan bisa."Ririn menatap Lista dalam,
Rabu di minggu ke dua, Hari yang bagi SMA Merah Putih sudah menjadi hari yang cukup mendebarkan. Pasalnya pada hari ini, pihak guru biasanya akan mengadakan ulangan serentak semua kelas. Baik kelas satu, dua dan tiga.Dan ritual pagi bagi Siswa yang berotak cerdas, mereka akan melakukan kegiatan lain, seperti untuk yang laki-laki, berkumpul di lapangan untuk bermain basket, atau hanya sekedar nongkrong-nongkrong di kantin.Namun beda ritual untuk yang berotak menengah ke bawah, mereka akan sibuk di kelas, mencatat jampi-jampi dan menyembunyikan di tempat terbaik di tubuh mereka. Tentu saja dengan tulisan yang sangat kecil. Ya walaupun ujung-ujungnya, jampi-jampi tersebut tetap tak terpakai. Penyebabnya karena ketatnya mata guru yang mengawasi serta mereka yang lebih menggunakan permainan A,B,C ada berapa atau membaca secara eja Asma Allah sembari menunjuk satu-satu pilihan jawaban.Dan jika untuk essay, mereka memilih sistem 'huss! Huss!' manja.Ten