LOGIN“Sudah sampai, Pak!”
Sang driver sengaja meninggikan suara agar Elzio Naresh Danaraja terjaga dari tidurnya. Semenjak menjemput dari Bandara, anak majikannya yang berusia tiga puluh tahun itu terlelap sangat pulas. Mungkin begitu kelelahan setelah seharian disibukkan dengan meeting dan pekerjaan di kantor sebagai CEO—Elzio harus terbang ke Jakarta. Pakaiannya saja masih menggunakan stelan jas tanpa dasi. Elzio terhenyak, menarik napas dalam kemudian mengusap wajah lantas menegakan punggung. “Thanks ya, Pak!” Elzio berujar sebelum akhirnya turun dari dalam mobil. Seiring langkahnya memasuki rumah, dia melepas jas yang kemudian disampirkan di lengan. Sepatu fantovel yang dikenakannya beradu dengan lantai marmer menghasilkan suara hentakan saat melangkah tegap masuk lebih jauh ke dalam rumah. “Zio,” panggil suara berat menghentikan langkah Elzio. Dia menoleh ke samping dan menemukan sang ayah tengah duduk di single sofa dengan sandaran kaki. Asap tembakau segera saja merangsak masuk ke dalam indra penciuman Elzio. “Papa ngerokok lagi? Sudah bosen hidup?” Elzio bersarkasme dengan nada dingin. Prabu terkekeh, dia mematikan rokoknya dengan menekan bagian ujung ke asbak. Elzio mendekat, satu tangannya dia sembunyikan di saku celana. “Papa sakit apa?” Elzio bertanya dingin. Sekertaris Prabu menghubungi Elzio untuk mengabarkan sebuah berita buruk tentang Prabu yang katanya sakit dan dia harus segera pulang ke Jakarta. “Papa hanya ingin kamu pulang, apa salah?” Elzio duduk di sofa tanpa menjawab pertanyaan Prabu. “Kamu terlalu sibuk bekerja sampai lupa mencari pendamping hidup,” sambung Prabu membuat Elzio tahu ke mana arah pembicaraan Prabu akan bermuara termasuk alasan kenapa beliau memintanya pulang. Pasti Prabu akan meminta Elzio segera menikah atau pria tua itu akan menjodohkannya dengan seorang gadis anak Konglomerat seperti kalimat ancaman yang sering beliau lontarkan. Elzio menatap Prabu dalam. “Aku enggak tertarik dengan cinta, Pa … Cinta hanya membuat luka.” “Ziooo, enggak semua perempuan seperti Angela … contohnya mama kamu, dia sangat mencintai Papa.” “Tapi Mama pergi lebih dulu meninggalkan Papa … Zio tahu percis bagaimana Papa terpuruknya selama beberapa tahun setelah kepergian mama.” Elzio mengatakannya dengan nada dingin sedingin ekspresi wajahnya saat ini. “Ya Tuhan, Ziooooo … ada apa sebenarnya dengan kamu? Kenapa pola pikir kamu jadi seperti itu?” Prabu mengesah. “Cinta itu indah Zio, kamu harus merasakannya.” Elzio menggelengkan kepala, ekspresinya sangat datar seperti robot. Prabu memberikan layar ponsel kepada Elzio yang kemudian meraih ponsel tersebut kemudian menatap bagian layarnya yang terdapat foto seorang gadis muda yang cantik. “Namanya Alzea Kinandari … dia anak dari tante Irni, kamu masih ingat tante Irni sahabat mendiang mama kamu?” Elzio menganggukan kepala, meski lupa-lupa ingat wajahnya tapi namanya sangat familier dalam ingatan Elzio. “Mama kamu dan tante Irni menjodohkan kamu dengan Zea semenjak Zea masih dalam kandungan … belasan tahun lalu tante Irni menghilang meninggalkan Zea dan Irawan-papanya Zea … Irawan menikah lagi setelah itu tapi Zea hidup menderita karena ibu tirinya jahat … Papa melihat sendiri bagaimana ibu tirinya memperlakukan Zea … di tengah terik matahari siang hari, Linda-ibu tirinya Zea menyuruh Zea memotong rumput di halaman rumahnya yang luas … wajah Zea sampai merah, Papa merasa kasian.” Elzio menyimpan ponsel Prabu di atas meja. “Jadi Papa memaksa aku pulang untuk meminta aku menikahi gadis ini?” tebak Elzio terdengar kesal. Papa menganggukan kepala. “Papa kasian sama Zea dan Papa ingin segera menimang cucu sebelum Papa mati.” Elzio bangkit dari sofa. “Tidur lah, Pa … udah malem.” “Ziooo, kamu setuju enggak?” Prabu menuntut jawaban. “Enggak!” Elzio berseru sambil terus melangkah menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua. Dia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh setelah itu keluar dari sana hanya memakai boxer dibalut nightrobe bahan satin berwarna navy. Elzio menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, satu tangannya dia lipat ke belakang kepala. Tatapan Elzio menerawang ke langit-langit kamar, perlahan matanya terpejam. FLASHBACK ON “Hai anak ganteng … baru pulang sekolah?” sapa tante Irni teramat ramah dengan senyumnya yang khas. Tante cantik itu sedang duduk di taman belakang dan Elzio datang ke sini untuk menyapa beliau. “Iya Tante.” Elzio yang berusia tujuh tahun menyalami Irni. Tasnya tersampir di satu pundak. “Tante perutnya besar sekali, boleh Zio pegang?” Elzio selalu penasaran dengan apa yang ada di dalam perut sahabat sang mama sampai terlihat sangat besar seperti itu. “Boleh donk!” Irni menuntun tangan Elzio yang kemudian dia simpan di atas perutnya. “Perut Tante bergetar,” kata Elzio antusias. “Di dalamnya ada adik bayi cantik … nanti Zio jagain adiknya ya?” Elzio mengangguk cepat. “Siapa nama adiknya bayi cantiknya, Tante?” “Namanya Alzea … mirip sama nama Zio, Elzio.” Irni memberitahu dan senyum Elzio kian lebar tampak bahagia. “Adik Zeaaaa, hallooo?” Elzio mendekatkan wajahnya ke perut Irni membuat tante cantiknya itu tergelak. “Zio harus jadi pelindung Zea ya?” Elzio mengangguk. “Janji?” Irni mengacungkan jari kelingking. Elzio mengaitkan jari kelingkingnya di jari kelingking Irni, dia belum mengerti saat itu jadi menyanggupi permintaan Irni tanpa perlu berpikir karena terlalu senang akan memiliki teman setelah nanti Alzea lahir ke dunia. Namun sebelum Alzea lahir, Elzio beserta mama papa harus pindah ke Singapura dan mereka tidak pernah bertemu sampai sekarang. FLASHBACK OFF Mata Elzio terbuka perlahan, netranya kembali menatap langit-langit kamar. “Alzea.” Elzio bergumam dengan suara beratnya. Mata pria itu kembali terpejam dan tidak membutuhkan waktu lama Elzio masuk ke alam mimpi karena tubuhnya sangat lelah dan besok pagi dia harus kembali ke Singapura untuk memimpin perusahaan Prabu di sana.“Zea … kamu sarapan dulu ya, kamu ‘kan harus menyusui.” Irni datang membawa piring berisi sarapan pagi dan gelas berisi air mineral.Beliau menarik kursi lalu duduk di depan Alzea yang sedang di-makeup oleh penata rias terbaik Singapura.Irni memiliki kesempatan menyuapi Alzea karena Azzam dan Azura sedang diawasi sementara oleh Elzio serta Hengky dan Nugie yang baru datang tadi malam. Elzio dan Alzea belum menyewa jasa Nanny lantaran mereka merasa tidak terlalu repot mengurus si kembar. Papanya si kembar itu masih trauma dan sampai sekarang pun orang-orang bertubuh kekar berpakaian casual masih berkeliaran di sekitar gedung Penthouse ditugaskan untuk menjaga Alzea dan si kembar.“Azzam dan Azura sama siapa, Bun?” Alzea bertanya dengan mulut penuh makanan.“Sama papanya, om Hengky dan Nugie.” Irni menjawab santai.Nugie dan om Hengky baru saja tiba tadi malam dan menginap di Penthouse.Mereka senang sekali bertemu Azzam dan Azura terutama Nugie yang baru pertama kali ini bertemu.Ba
Alzea langsung berdiri dari lantai berkarpet saat menyadari sosok sang ayah baru saja memasuki ruang televisi di mana dia berada saat ini bersama si kembar yang berbaring di bouncer bayi elektrik.“Ayah.” Alzea menyapa, mata indah ibu muda itu berbinar bahagia mengabarkan sejuta rindu.Alzea meninggalkan kedua anaknya tapi masih dalam pengawasan Irni karena beliau juga ada di sana.Alzea berhenti melangkah tepat di depan Irawan, tersenyum dengan mata berkaca-kaca lantas memeluk Irawan.“Ayah … Zea kangen.” Dan pecah lah tangis Irawan, beliau sampai meraung membuat Alzea bingung.“Ayah … udah Ayah.” Alzea masih memeluk sang ayah, mengusap-ngusap punggungnya lembut.“Maafin Ayah, Zea … maafin Ayah.” Irawan berujar di antara tangisnya.Beliau sangat menyesali perbuatannya yang selama ini tidak adil memperlakukan Alzea.Irni merotasi bola matanya, jijik rasanya dia mendengar kalimat permintaan maaf mantan suaminya itu yang telah dengan sengaja dan sadar menyiksa putri mereka, menjadikann
“Sayang … Bunda dari tadi belum keluar kamar, Bunda marah karena aku bilang mau ngundang ayah ke baby shower si kembar … kamu yang bujuk Bunda donk biar mau makan.” Alzea menceritakan kegundahannya kepada sang suami yang baru saja pulang bekerja disertai sebuah permintaan yang luar biasa sangat sulit dan tidak mungkin Elzio lakukan.“Sayaaaaa … kamu ‘kan tahu bunda juga lagi kecewa sama aku.” Elzio mengesah sembari mengerutkan wajahnya.Alzea tergelak. “Coba dulu sayang … ayo.” Alzea memaksa, mendorong tubuh suaminya ke depan pintu lamar Irni.Dia tidak bisa meminta bantuan Hengky karena beliau sudah kembali ke Jakarta dan Nugie yang tiba-tiba membatalkan kedatangannya karena ada suatu urusan.Elzio mengesah, pundaknya melorot tapi tak ayal tangannya terangkat mengetuk pintu kamar Irni.Otak Elzio langsung memerintahkan anggota tubuhnya untuk melakukan keinginan Alzea atas dasar cinta yang besar.Tok … Tok …Tok …“Tante Irni.” Elzio menambahkan suara agar Irni tahu yang mengetuk pin
“Apa?” Suara bunda melengking saat melontarkan pertanyaan menggunakan satu suku kata tersebut.Matanya juga membulat menatap nyalang.Alzea baru saja menceritakan tentang apa yang dialaminya beberapa minggu lalu dan nyaris membuatnya meregang nyawa.“Mungkin Zea memang harus melalui ini dan dengan begitu El juga jadi sangat membenci Angela sampai berusaha keras untuk membuat Angela dihukum berat, jadi ke depannya enggak mungkin El berpaling lagi dari Zea apalagi kembali sama Angela … Bunda enggak perlu marah sama El ya, ini udah jalan terbaik yang ditetapkan Tuhan … yang penting Zea sama Azzam selamat.” Alzea buru-buru menggiring Irni pada suatu pemikiran positif agar tidak semakin membenci Elzio.“Ya Tuhan, Zea … Bunda sampai enggak habis pikir kamu bisa mengalami itu semua … Prabu enggak pernah cerita apa-apa sama Bunda.” Sepertinya Irni kecewa kepada Prabu.“Papa Prabu khawatir Bunda kepikiran … memang Zea yang meminta agar papa Prabu enggak cerita masalahnya ini dulu sama Bunda …
Sebenarnya Elzio sangat keberatan sewaktu Alzea menagih janji untuk bertemu dengan Angela.Angela itu makhluk yang tidak bisa diprediksi, Elzio khawatir Angela akan menyakiti Alzea.Tapi janji harus ditepati dan akhirnya Elzio sendiri mengantar Alzea bertemu Angela di Lembaga Pemasyarakatan.“Aku enggak mau masuk bertemu dia jadi kamu harus dijaga sama petugas … aku akan tunggu di luar ….” Alzea sudah membuka mulut untuk memprotes namun kembali mengatupkannya karena Elzio menyela.“Eit … enggak ada protes, aku mempertaruhkan banyak hal mengijinkan kamu bertemu Angela,” Elzio memperingatkan.Mereka sedang berjalan beriringan di sebuah lorong mengikuti petugas yang mengantar ke sebuah ruangan di mana nanti menjadi tempat paling aman pertemuan antara Angela dengan Alzea.Alzea tersenyum kemudian menempelkan sisi wajahnya di lengan berotot Elzio.“Iyaaaaa.” Alzea memanjangkan kata, tidak rela menyetujuinya tapi harus agar bisa bicara dengan Angela.Sekali saja, dia ingin bicara banyak de
Elzio meninggalkan Alzea dan kedua anaknya sebentar untuk menandatangani kontrak bisnis dengan Thomas.Rencananya setelah ini dia akan mengambil cuti agar bisa membantu Alzea merawat putra dan putri mereka.Namun kedatangan Hengky dan Irni sepertinya membuat Elzio berubah pikiran.Dia belum memandatkan apa-apa pun perihal pekerjaannya selama cuti nanti kepada Arman.Elzio dan Thomas berjabat tangan setelah menandatangani kontrak bisnis yang diprediksi akan menguntungkan bagi kedua belah pihak.“Sayangnya saya tidak memiliki anak, andaikan ada … akan saya jodohkan dengan anak Anda agar kita bisa melanjutkan kontrak bisnis ini menjadi jangka panjang.” Thomas berkelakar.“Sepertinya Anda sudah harus mencari seorang istri dan memiliki anak.” Tak disangka, Elzio menyambut baik ide Thomas tersebut.Keduanya lantas tertawa.Acara penting perusahaan telah selesai dilaksanakan, kini mereka melanjutkannya dengan makan siang.Sebuah restoran dengan menu Italia menjadi pilihan pihak Elzio untuk m







