공유

Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu
Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu
작가: Mona

Bab 1

작가: Mona
Aku tergeletak di tengah jalan berlumuran darah. Darah juga keluar dari mulutku saat aku terbatuk-batuk.

Ada serpihan-serpihan yang bercampur di sana. Semua organ dalam tubuhku terkoyak dan sakit.

Rico Sarihan melemparkan pandangan dingin dari dalam mobil. Lalu dengan tangan lembut menyibakkan rambut Jessa Tamari.

"Nggak usah merasa terbebani. Nyawanya terlalu murah, nggak akan mati."

"Lagi pula, bisa membuatmu senang sebelum kematiannya adalah keberuntungan baginya.”

Tubuhku perlahan mendingin, dan aku tahu kematianku yang ketujuh semakin mendekat.

Darah terus mengucur dari mulut dan hidungku. Rasa sakitnya membuat kepalaku pusing, tapi aku mengulurkan jari-jariku dan menghitung dengan susah payah.

"Dua kali lagi, utang budiku akan terbayar lunas."

Lalu aku tidak perlu lagi menanggung kematian berulang kali.

Rico melaju melewatiku tanpa melirikku sedikit pun.

Saat aku terbangun lagi, ternyata aku hanya dibuang begitu saja di taman bunga pinggir jalan. Untungnya, hari sudah larut malam. Tidak ada yang memperhatikan bahwa tubuhku yang telah tak bernyawa tiba-tiba terduduk.

Ponselku menampilkan pesan dari Rico setengah jam lalu. Hanya berisi beberapa kata singkat.

[Kalau sudah bangun, cepat pulang.]

Aku menyeret tubuh penuh lukaku ke pinggir jalan, mengambil sepeda listrikku, dan bergegas pulang.

Sebelum aku sempat menyalakan lampu, Rico menyeretku ke dalam bak mandi. Wajahnya berkerut jijik.

"Kamu penuh darah. Menjijikkan."

Air dingin yang membekukan di bak mandi membasahi lukaku yang belum sembuh. Rasa sakitnya membuat gigiku bergemeletuk tak terkendali.

Tapi dia tidak merasa kasihan sama sekali dan menarikku keluar, mengimpitku ke dinding untuk melampiaskan nafsunya.

Napasnya yang terengah-engah dan bisikan setannya memenuhi telingaku.

"Mati itu biasa bagimu, kamu nggak rugi apa-apa. Asal Jessa bahagia, imbalan apa pun yang kamu mau, akan kuturuti."

Gesekan yang kasar antara tubuh kami membuatku meringis dan mengerutkan kening. Aku hampir tidak sanggup, tapi hanya bisa memendam sakitnya dengan menggigit bibirku.

Tidak mendapat respons dariku, Rico semakin mempercepat gerakannya.

Tepat ketika aku akhirnya tidak tahan dan berteriak kesakitan, bel pintu tiba-tiba berbunyi di tengah liarnya suasana.

Rico awalnya tidak mau peduli, tapi suara tangisan Jessa datang dari kamera pengintai di pintu.

"Kak Rico, aku takut. Aku mimpi tentang orang tuaku lagi."

Orang tua Jessa dibunuh secara kejam oleh musuh mereka. Seluruh keluarga terbunuh, hanya menyisakan Jessa.

Selama bertahun-tahun, dia selalu memanfaatkan alasan ini untuk menemui Rico. Dan Rico selalu memakan umpannya.

Seperti dugaanku, pria di atasku membeku dan segera menarik tubuhnya. Dia melilitkan handuk di pinggang dan berjalan menuju pintu.

Seolah teringat sesuatu, dia berbalik dan mendorongku ke dalam lemari sambil memberiku ancaman.

"Dia nggak suka lihat kamu. Jangan bersuara."

"Kalau nggak, kamu tahu konsekuensinya."

Tubuhku meringkuk dalam ruang sempit itu. Lukaku tertekan, membuatku meringis kesakitan.

Dari luar lemari, terdengar suara gemeresik pakaian yang dilepas. Jessa menangis dan melemparkan dirinya ke pelukan Rico.

"Kak Rico, kamu bercinta sama dia? Apa pun yang bisa dia berikan padamu, aku juga bisa!"

Rico melirik sekilas ke arah lemari sebelum menutupi tubuh wanita di depannya dengan bajunya.

Jessa menyeka air mata dan memasang wajah pura-pura kuat.

"Kalau kamu nggak mau aku, biar kucari orang lain yang mau mencintaiku!"

Mata Rico berubah kelam, lalu dia memeluk Jessa dan menciumnya dengan paksa.

Dalam sekejap, orang yang baru saja seranjang denganku malah tidur dengan wanita lain.

Perutku terasa diaduk-aduk dan ingin muntah. Aku sudah berusaha memasukkan jariku ke tenggorokan, tapi yang keluar hanya cairan pahit.

Rico yang telah selesai bersandar di kepala tempat tidur sambil menghisap sebatang rokok.

Sementara Jessa menggambar lingkaran-lingkaran kecil dengan sentuhan lembut di dada pria itu.

"Kak Rico, aku sangat ingin menang kompetisi ini. Kamu bisa bantu?"

Tatapan Rico terhenti ke arah lemari, tenggelam dalam pikiran. Dia hanya mengeluarkan suara bergumam dengan nada bertanya.

"Hm?"

Melihat titik celah, Jessa buru-buru meyakinkan, "Jurinya sudah lama suka Kak Tiara. Bisa tolong minta Kak Tiara ketemuan sama dia?"

"Asal bisa membuatnya senang, aku pasti menang."

Jantungku berdebar kencang. Mataku memandang Rico melalui celah pintu lemari.

Begitu tegangnya sampai lupa bernapas. Pikiranku memanjatkan doa-doa putus asa.

Dia pasti akan menolak. Rico tidak akan mengorbankanku.

Pria itu membeku sesaat, lalu berdiskusi dengan suara agak tercekat, "Aku bisa memberinya uang."

Jessa tidak menyangka Rico akan berdiri di pihakku. Senyumnya jadi sedikit dipaksakan.

"Ikut kompetisi ini adalah keinginan terbesar orang tuaku dulu. Aku cuma ingin membuat mereka bahagia."

Mataku terpejam. Ketika satu-satunya harapan terakhirku sirna, hatiku pun jatuh tenggelam.

Orang tua Jessa pernah membantu Rico, sehingga mereka menjadi titik lemahnya.

Rokoknya sudah terbakar sampai ke ujung. Bara apinya membakar ujung jari Rico.

Pikirannya tersadar kembali dan dia mematikan rokoknya.

"Oke."

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu   Bab 9

    Rico seolah tiba-tiba terbangun dan menyadari sesuatu.Dia pergi ke kuil terbesar di kota dan berlutut di 999 anak tangganya. Dengan penuh kerendahan hati, ingin memohon bertemu kepala kuil.Tiga tahun lalu, dia pernah membawaku ke sini untuk bersembahyang.Dia saat itu belum tahu aku punya sembilan nyawa. Dia mengira, bisa hidup kembali adalah anugerah dari Tuhan.Setelah berdoa, kami bertemu dengan kepala kuil, yang memberi kami sebuah pesan misterius, "Setiap karma sebab akibat pasti akan dibalas. Sampai jumpa, kita akan bertemu lagi."Saat itu, Rico hanya menganggap ucapan kepala kuil itu sebagai celoteh omong kosong. Kini, kata-kata itu menjadi penyelamatnya.Pada fajar keesokan harinya, dia akhirnya sampai di kuil dan mengetuk pintu ruangan kepala kuil.Kepala kuil duduk tegak di atas bantal, melafalkan kitab sutra dengan khidmat, seolah sudah lama tahu Rico akan datang.Rico berlutut di lantai dan membungkuk berulang kali."Guru, tolong beri tahu aku apa yang harus kulakukan aga

  • Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu   Bab 8

    Gigi Rico bergemeletuk dilanda amarah. Dia lalu menendang Jessa tepat di dadanya.Kerasnya tendangan itu membuat Jessa terlempar beberapa meter. Tulang rusuknya mungkin patah dua.Dia tergeletak di tanah, memuntahkan darah.Setelah menyeka darah dari sudut mulutnya, dia mendongak dan tertawa liar."Ya, memangnya kenapa? Aku sengaja membunuh Tiara, memangnya kenapa?"Rico tampak seperti iblis dari neraka. Matanya kelam tanpa ekspresi."Apa belum cukup kamu menjebaknya dan menyiksanya sekali? Kenapa kamu harus membakarnya hidup-hidup juga?"Menghadapi kematian yang tak terelakkan, Jessa tiba-tiba tidak merasa takut. Dia memandang pria di depannya dengan tatapan provokatif."Nggak kenapa-kenapa. Aku cuma nggak tahan dengannya! Berani-beraninya dia merampas sesuatu milikku. Aku harus membunuhnya!"Dia menyibakkan rambutnya dengan jari-jari gemetar dan tertawa sinis."Pada akhirnya, aku cuma menciptakan situasinya. Tapi yang pembunuhnya itu kamu sendiri, bukan begitu?""Kak Rico, kamu yang

  • Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu   Bab 7

    Nenek berusaha membujuk Rico sekian lama, tapi pria itu bersikukuh tidak mau mengkremasi mayatku. Akhirnya, wanita tua itu hanya bisa mendesah dan pergi.Rico menjadi gila dan berjaga di sampingku sepanjang malam.Dia takut akan melewatkan saat-saat aku terbangun jika tertidur sebentar saja.Tapi mayatku tidak kunjung bangun, hanya semakin membusuk.Nenek akhirnya mendapat kesempatan untuk membawaku ke tempat kremasi saat Rico tumbang tak sadarkan diri.Saat Rico terbangun lagi, yang dilihatnya hanya sebuah guci kecil.Dia mencoba meraihnya, tapi jari-jarinya gemetar hebat dan terlalu lemah.Guci itu terguling dan abu di dalamnya berserakan di lantai.Rico terjatuh dari ranjang rumah sakit, memungut segenggam abu.Air mata tak dapat ditahan lagi dan jatuh ke atas abu, menimbulkan tetesan yang semakin melebar.Dia mendekap abu itu di dadanya. Tangisnya pecah penuh kepiluan.Dia akhirnya menerima kenyataan bahwa aku telah mati dan tidak akan kembali lagi selamanya.Keesokan harinya, dia

  • Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu   Bab 6

    Mengabaikan tatapan orang-orang, Rico menggendong tubuhku dengan hati-hati.Seolah takut guncangan sekecil apa pun bisa menyakitiku.Aku melipat tanganku di depan dada dan mendengus.'Untuk apa repot-repot? Aku sudah mengalami rasa sakit yang ribuan kali lebih parah dari ini. Ini bukan apa-apa.'Dia membawaku pulang, membaringkanku di tempat tidur, dan menyelimutiku.Suaranya lembut."Tiara, kamu masih marah dan belum pulih, jadi nggak mau bangun, ya 'kan?""Nggak usah buru-buru. Tenang saja. Aku akan menjagamu sampai kamu bangun, oke?"Sudah lama sekali aku tidak mendengarnya bicara kepadaku dengan suara seindah itu. Seluruh tubuhku merinding mendengarnya.Melihat selimut yang menutupi mayatku, aku ingin sekali menariknya dan melemparnya jauh-jauh.Meski sudah jadi mayat pun, aku tetap merasa jijik.Selimut ini dipakai Jessa malam itu. Aku masih bisa mencium aroma cairan yang mereka tinggalkan saat tidur bersama.Meski aku tidak punya tubuh fisik lagi, rasa jijik itu membuatku mual ta

  • Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu   Bab 5

    Rico terhuyung keluar pintu dan langsung menuju ke rumah nenek.Rumah itu sudah hangus hitam, terbakar habis.Dia mencari-cari sangat lama di sana. Setelah membuka ponsel, dia menemukan sebuah pesan yang diterima tiga hari lalu.Pengirim menyuruhnya segera ke kamar mayat untuk mengambil jenazahku agar segera dimakamkan.Dia berjalan ke pintu kamar mayat dengan langkah goyah, tapi dia ragu-ragu untuk membukanya.Petugas kamar mayat menjadi tidak sabar dan mendorong pintu dengan kasar, lalu menarik kain putih yang menutupi mayatku.Mayat itu mengerikan, sudah tidak berbentuk manusia lagi.Aku saja takut pada mayatku sendiri hingga semua bulu di tubuhku berdiri.Rico tiba-tiba tertawa, menggelengkan kepala."Nggak mungkin, nggak mungkin, ini bukan dia.""Kalian nggak kenal dia, dia orang paling cerdik. Dia pasti sembunyi di suatu tempat karena ngambek."Petugas itu jadi terheran-heran dan merasa curiga."Kamu benar keluarga Tiara atau bukan?"Melihat Rico mengangguk, dia bicara lagi denga

  • Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu   Bab 4

    Kamu pernah menyelamatkanku sekali. Sebagai balasannya, aku berikan sembilan nyawaku kepadamu.Cukup adil.Aku merasa kelegaan yang mendalam. Setelah kematianku yang kesembilan, aku berhasil melunasi utang budiku.Aku dulu seekor kucing hitam kecil di Gunung Arwah.Pada hari aku selesai berkultivasi dan membentuk wujud manusia, kebetulan Gunung Arwah dikepung musuh.Ibuku, seekor kucing hitam berusia seribu tahun, mengirimku keluar dari gunung untuk berjaga-jaga.Sayangnya, ibuku tidak menyangka aku sebodoh itu. Meski aku sudah sembunyi-sembunyi dengan langkah sepelan mungkin, aku tetap ketahuan.Mendapat serangan membabi-buta, salah satu kakiku terluka dan berdarah.Aku lari terbirit-birit sambil menyeret kakiku, dan akhirnya berubah menjadi seekor kucing hitam yang lusuh. Tidak ada yang mau melihatku, semua orang mengusirku.Rico menemukanku di tempat pembuangan sampah. Pemuda yang terbiasa hidup mulia itu menurunkan gengsinya dan menarikku keluar dari tumpukan sampah dengan tangan k

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status