Short
Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu

Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu

By:  MonaKumpleto
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
9Mga Kabanata
1views
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Aku punya sembilan nyawa, dan enam nyawa sudah kuhabiskan untuk Rico. Kali pertama, aku tertimbun dalam longsoran salju saat mencoba menyelamatkannya. Air dari lelehan salju memenuhi mulut dan hidungku. Kali kedua, aku diburu oleh musuhnya dan ditusuk 24 kali hingga tubuhku hancur lebur. Awalnya, dia gemetar dan berjanji tidak akan menyakitiku lagi. Pada kali ketujuh, dia sudah terbiasa dan sengaja menabrakkan mobilnya padaku hanya untuk menyenangkan seorang wanita. "Nyawanya nggak ada harganya. Asal kamu bahagia, dengan senang hati aku suruh dia mati 99 kali." "Kamu mau lihat kematian macam apa lagi? Aku akan mengaturnya sesuai keinginanmu." Aku terhempas sepuluh meter jauhnya seperti baju bekas yang terkoyak. Darah segar mengucur dari mulut dan hidungku. Namun, aku tersenyum dan menghitung dengan jariku. "Dua kali lagi, utang budiku akan terbayar lunas." Rico Sarihan tidak tahu aku hanya punya sembilan nyawa. Setelah aku mati untuk kesembilan kalinya, aku tidak akan kembali lagi. Ironisnya, saat aku benar-benar mati, dia memeluk erat mayatku yang hangus dan berbau busuk itu, tidak mau lepas. Air matanya bercucuran tak terkendali. "Tiara, kumohon bangunlah. Jangan tega begini sama aku. Kelak aku nggak akan biarkan siapa pun menyakitimu lagi." Sayangnya, tidak akan ada lagi seseorang yang menghapus air matanya dengan tangan gemetar berlumuran darah.

view more

Kabanata 1

Bab 1

Aku tergeletak di tengah jalan berlumuran darah. Darah juga keluar dari mulutku saat aku terbatuk-batuk.

Ada serpihan-serpihan yang bercampur di sana. Semua organ dalam tubuhku terkoyak dan sakit.

Rico Sarihan melemparkan pandangan dingin dari dalam mobil. Lalu dengan tangan lembut menyibakkan rambut Jessa Tamari.

"Nggak usah merasa terbebani. Nyawanya terlalu murah, nggak akan mati."

"Lagi pula, bisa membuatmu senang sebelum kematiannya adalah keberuntungan baginya.”

Tubuhku perlahan mendingin, dan aku tahu kematianku yang ketujuh semakin mendekat.

Darah terus mengucur dari mulut dan hidungku. Rasa sakitnya membuat kepalaku pusing, tapi aku mengulurkan jari-jariku dan menghitung dengan susah payah.

"Dua kali lagi, utang budiku akan terbayar lunas."

Lalu aku tidak perlu lagi menanggung kematian berulang kali.

Rico melaju melewatiku tanpa melirikku sedikit pun.

Saat aku terbangun lagi, ternyata aku hanya dibuang begitu saja di taman bunga pinggir jalan. Untungnya, hari sudah larut malam. Tidak ada yang memperhatikan bahwa tubuhku yang telah tak bernyawa tiba-tiba terduduk.

Ponselku menampilkan pesan dari Rico setengah jam lalu. Hanya berisi beberapa kata singkat.

[Kalau sudah bangun, cepat pulang.]

Aku menyeret tubuh penuh lukaku ke pinggir jalan, mengambil sepeda listrikku, dan bergegas pulang.

Sebelum aku sempat menyalakan lampu, Rico menyeretku ke dalam bak mandi. Wajahnya berkerut jijik.

"Kamu penuh darah. Menjijikkan."

Air dingin yang membekukan di bak mandi membasahi lukaku yang belum sembuh. Rasa sakitnya membuat gigiku bergemeletuk tak terkendali.

Tapi dia tidak merasa kasihan sama sekali dan menarikku keluar, mengimpitku ke dinding untuk melampiaskan nafsunya.

Napasnya yang terengah-engah dan bisikan setannya memenuhi telingaku.

"Mati itu biasa bagimu, kamu nggak rugi apa-apa. Asal Jessa bahagia, imbalan apa pun yang kamu mau, akan kuturuti."

Gesekan yang kasar antara tubuh kami membuatku meringis dan mengerutkan kening. Aku hampir tidak sanggup, tapi hanya bisa memendam sakitnya dengan menggigit bibirku.

Tidak mendapat respons dariku, Rico semakin mempercepat gerakannya.

Tepat ketika aku akhirnya tidak tahan dan berteriak kesakitan, bel pintu tiba-tiba berbunyi di tengah liarnya suasana.

Rico awalnya tidak mau peduli, tapi suara tangisan Jessa datang dari kamera pengintai di pintu.

"Kak Rico, aku takut. Aku mimpi tentang orang tuaku lagi."

Orang tua Jessa dibunuh secara kejam oleh musuh mereka. Seluruh keluarga terbunuh, hanya menyisakan Jessa.

Selama bertahun-tahun, dia selalu memanfaatkan alasan ini untuk menemui Rico. Dan Rico selalu memakan umpannya.

Seperti dugaanku, pria di atasku membeku dan segera menarik tubuhnya. Dia melilitkan handuk di pinggang dan berjalan menuju pintu.

Seolah teringat sesuatu, dia berbalik dan mendorongku ke dalam lemari sambil memberiku ancaman.

"Dia nggak suka lihat kamu. Jangan bersuara."

"Kalau nggak, kamu tahu konsekuensinya."

Tubuhku meringkuk dalam ruang sempit itu. Lukaku tertekan, membuatku meringis kesakitan.

Dari luar lemari, terdengar suara gemeresik pakaian yang dilepas. Jessa menangis dan melemparkan dirinya ke pelukan Rico.

"Kak Rico, kamu bercinta sama dia? Apa pun yang bisa dia berikan padamu, aku juga bisa!"

Rico melirik sekilas ke arah lemari sebelum menutupi tubuh wanita di depannya dengan bajunya.

Jessa menyeka air mata dan memasang wajah pura-pura kuat.

"Kalau kamu nggak mau aku, biar kucari orang lain yang mau mencintaiku!"

Mata Rico berubah kelam, lalu dia memeluk Jessa dan menciumnya dengan paksa.

Dalam sekejap, orang yang baru saja seranjang denganku malah tidur dengan wanita lain.

Perutku terasa diaduk-aduk dan ingin muntah. Aku sudah berusaha memasukkan jariku ke tenggorokan, tapi yang keluar hanya cairan pahit.

Rico yang telah selesai bersandar di kepala tempat tidur sambil menghisap sebatang rokok.

Sementara Jessa menggambar lingkaran-lingkaran kecil dengan sentuhan lembut di dada pria itu.

"Kak Rico, aku sangat ingin menang kompetisi ini. Kamu bisa bantu?"

Tatapan Rico terhenti ke arah lemari, tenggelam dalam pikiran. Dia hanya mengeluarkan suara bergumam dengan nada bertanya.

"Hm?"

Melihat titik celah, Jessa buru-buru meyakinkan, "Jurinya sudah lama suka Kak Tiara. Bisa tolong minta Kak Tiara ketemuan sama dia?"

"Asal bisa membuatnya senang, aku pasti menang."

Jantungku berdebar kencang. Mataku memandang Rico melalui celah pintu lemari.

Begitu tegangnya sampai lupa bernapas. Pikiranku memanjatkan doa-doa putus asa.

Dia pasti akan menolak. Rico tidak akan mengorbankanku.

Pria itu membeku sesaat, lalu berdiskusi dengan suara agak tercekat, "Aku bisa memberinya uang."

Jessa tidak menyangka Rico akan berdiri di pihakku. Senyumnya jadi sedikit dipaksakan.

"Ikut kompetisi ini adalah keinginan terbesar orang tuaku dulu. Aku cuma ingin membuat mereka bahagia."

Mataku terpejam. Ketika satu-satunya harapan terakhirku sirna, hatiku pun jatuh tenggelam.

Orang tua Jessa pernah membantu Rico, sehingga mereka menjadi titik lemahnya.

Rokoknya sudah terbakar sampai ke ujung. Bara apinya membakar ujung jari Rico.

Pikirannya tersadar kembali dan dia mematikan rokoknya.

"Oke."

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

Higit pang Kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

Walang Komento
9 Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status