Share

Bab 2

Author: Mona
Saat mereka selesai, aku sudah mati rasa dan tidak sadarkan diri.

Rasanya seperti bermimpi selama berabad-abad.

Sebenarnya, Rico dan aku telah menghabiskan masa-masa yang indah bersama selama beberapa tahun.

Dia suka berpetualang, jadi aku menemaninya meluncur menuruni gunung salju yang menjulang tinggi.

Di antara desiran angin, suaranya tetap sejernih salju.

"Tiara, hidupku sudah sempurna dengan kamu di sampingku."

Suatu ketika, dia tersapu longsor salju yang langka terjadi dan terkubur di dalamnya, menghilang tanpa jejak.

Aku memaksa perutku yang sedang hamil lima bulan dan tertatih-tatih menggalinya keluar dari tumpukan salju.

Anakku terkubur dalam longsor itu, dan nyawaku juga hilang di sana.

Di tahun ketika kariernya mulai melesat, dia diburu oleh pesaing-pesaingnya. Aku mendorongnya ke samping dan menerima tusukan yang ditujukan padanya dengan tubuhku sendiri.

Dia gemetar dan bersumpah tidak akan pernah mengecewakanku seumur hidup ini. Aku menyeka air matanya dengan tanganku yang berlumuran darah.

Sayangnya, yang dia sebut seumur hidup ternyata sangat singkat. Teman dekat masa kecilnya tiba-tiba muncul dengan wajah menangis karena kehilangan orang tuanya.

Dia pun berubah menjadi perisai pelindung bagi teman masa kecilnya itu. Hak istimewaku beralih kepada orang lain.

Melalui kabut dalam pikiranku, aku mendengar suara lembut Rico saat jarinya menyentuh pipiku dengan lembut.

"Tiara, ini terakhir kalinya. Tahan sebentar lagi, sebentar lagi selesai."

"Aku nggak akan pernah bisa membalas budi orang tua Jessa seumur hidupku. Kamu nggak akan menyalahkanku, 'kan?"

Tapi Rico, utangku padamu sudah hampir lunas.

Melalui kelopak mataku yang terlalu berat untuk dibuka, setetes air mata jatuh dari sudut mataku.

Rasa sakit yang membara memaksaku terbangun.

Tampak seorang lelaki paruh baya yang tidak kukenali memegang sebotol minuman keras. Sedangkan tangan lainnya memegang cambuk yang ujungnya dihiasi duri tajam.

Ada bercak darah bercipratan di cambuk itu.

Aku terengah-engah, butiran keringat bercucuran di wajahku.

Tubuhku terikat di kursi. Rasa takut luar biasa mendorongku untuk memohon belas kasihan.

"Tolong lepaskan aku. Aku bersedia memberikan apa pun yang kamu inginkan."

Tatapan pria itu seperti predator berdarah dingin. Dia memainkan daguku dan menjawabku dengan nada menghina, "Nona Tiara, kamu lupa siapa aku?"

Keringat membasahi pakaianku. Aku berusaha mengingat-ingat, tapi pikiranku kosong.

"Nggak masalah kalau kamu lupa. Aku jamin, hari ini akan kupastikan kamu mengingatku dengan baik."

"Pak Rico sudah menjelaskan padaku. Asal aku bisa membantu kekasihnya menang, dia bersedia pasang badan kalau terjadi apa-apa."

Punggung tegangku semakin membungkuk tanpa daya. Aku tidak bisa menentukan mana yang lebih sakit, tubuhku atau hatiku.

Kata-katanya langsung diiringi lecutan cambuk yang brutal di tubuhku, menghamburkan tetes-tetes darah.

Aku menjerit memohon ampun, tapi pria itu justru menekan puntung rokok ke tulang selangkaku.

Bau menyengat daging terbakar bercampur nikotin menyerang hidungku.

Rasa sakit itu mencapai puncaknya hingga aku tertawa sambil meludahkan darah ke wajahnya.

"Suatu hari nanti, aku akan membuatmu merasakan apa yang kurasakan hari ini."

Meskipun telah mati berkali-kali, aku tetap takut menghadapi proses menuju kematian.

Tenggelam dalam salju, ditusuk pisau 24 kali, jari-jari dipatahkan satu per satu, kukira aku sudah mengalami rasa-rasa yang paling sakit di dunia ini.

Aku tidak menyangka akan ada sesuatu yang lebih menyakitkan.

Pria itu menuangkan sebotol minuman keras ke lukaku dengan dendam kesumat membuncah dalam suaranya.

"Apa istimewanya Rico? Dia membiarkan orang lain menyiksamu dan menyerahkanmu padaku demi wanita itu."

Kepalaku terkulai lemah ke satu sisi, dan aku mulai mempertanyakan diriku sendiri.

'Ya, apa istimewanya Rico?'

Dalam pikiran setengah sadar, aku seakan melihat ikan kering yang dia sodorkan kepadaku bertahun-tahun lalu.

Sepasang tangan yang hangat mengusap buluku dan menghiburku dengan lembut, "Aku nggak akan membiarkanmu mati."

Namun, sekeras apa pun aku berusaha, aku tidak bisa lagi melihat wajah orang itu dengan jelas.

Diiringi suaranya yang halus, kematianku yang kedelapan pun tiba.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu   Bab 9

    Rico seolah tiba-tiba terbangun dan menyadari sesuatu.Dia pergi ke kuil terbesar di kota dan berlutut di 999 anak tangganya. Dengan penuh kerendahan hati, ingin memohon bertemu kepala kuil.Tiga tahun lalu, dia pernah membawaku ke sini untuk bersembahyang.Dia saat itu belum tahu aku punya sembilan nyawa. Dia mengira, bisa hidup kembali adalah anugerah dari Tuhan.Setelah berdoa, kami bertemu dengan kepala kuil, yang memberi kami sebuah pesan misterius, "Setiap karma sebab akibat pasti akan dibalas. Sampai jumpa, kita akan bertemu lagi."Saat itu, Rico hanya menganggap ucapan kepala kuil itu sebagai celoteh omong kosong. Kini, kata-kata itu menjadi penyelamatnya.Pada fajar keesokan harinya, dia akhirnya sampai di kuil dan mengetuk pintu ruangan kepala kuil.Kepala kuil duduk tegak di atas bantal, melafalkan kitab sutra dengan khidmat, seolah sudah lama tahu Rico akan datang.Rico berlutut di lantai dan membungkuk berulang kali."Guru, tolong beri tahu aku apa yang harus kulakukan aga

  • Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu   Bab 8

    Gigi Rico bergemeletuk dilanda amarah. Dia lalu menendang Jessa tepat di dadanya.Kerasnya tendangan itu membuat Jessa terlempar beberapa meter. Tulang rusuknya mungkin patah dua.Dia tergeletak di tanah, memuntahkan darah.Setelah menyeka darah dari sudut mulutnya, dia mendongak dan tertawa liar."Ya, memangnya kenapa? Aku sengaja membunuh Tiara, memangnya kenapa?"Rico tampak seperti iblis dari neraka. Matanya kelam tanpa ekspresi."Apa belum cukup kamu menjebaknya dan menyiksanya sekali? Kenapa kamu harus membakarnya hidup-hidup juga?"Menghadapi kematian yang tak terelakkan, Jessa tiba-tiba tidak merasa takut. Dia memandang pria di depannya dengan tatapan provokatif."Nggak kenapa-kenapa. Aku cuma nggak tahan dengannya! Berani-beraninya dia merampas sesuatu milikku. Aku harus membunuhnya!"Dia menyibakkan rambutnya dengan jari-jari gemetar dan tertawa sinis."Pada akhirnya, aku cuma menciptakan situasinya. Tapi yang pembunuhnya itu kamu sendiri, bukan begitu?""Kak Rico, kamu yang

  • Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu   Bab 7

    Nenek berusaha membujuk Rico sekian lama, tapi pria itu bersikukuh tidak mau mengkremasi mayatku. Akhirnya, wanita tua itu hanya bisa mendesah dan pergi.Rico menjadi gila dan berjaga di sampingku sepanjang malam.Dia takut akan melewatkan saat-saat aku terbangun jika tertidur sebentar saja.Tapi mayatku tidak kunjung bangun, hanya semakin membusuk.Nenek akhirnya mendapat kesempatan untuk membawaku ke tempat kremasi saat Rico tumbang tak sadarkan diri.Saat Rico terbangun lagi, yang dilihatnya hanya sebuah guci kecil.Dia mencoba meraihnya, tapi jari-jarinya gemetar hebat dan terlalu lemah.Guci itu terguling dan abu di dalamnya berserakan di lantai.Rico terjatuh dari ranjang rumah sakit, memungut segenggam abu.Air mata tak dapat ditahan lagi dan jatuh ke atas abu, menimbulkan tetesan yang semakin melebar.Dia mendekap abu itu di dadanya. Tangisnya pecah penuh kepiluan.Dia akhirnya menerima kenyataan bahwa aku telah mati dan tidak akan kembali lagi selamanya.Keesokan harinya, dia

  • Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu   Bab 6

    Mengabaikan tatapan orang-orang, Rico menggendong tubuhku dengan hati-hati.Seolah takut guncangan sekecil apa pun bisa menyakitiku.Aku melipat tanganku di depan dada dan mendengus.'Untuk apa repot-repot? Aku sudah mengalami rasa sakit yang ribuan kali lebih parah dari ini. Ini bukan apa-apa.'Dia membawaku pulang, membaringkanku di tempat tidur, dan menyelimutiku.Suaranya lembut."Tiara, kamu masih marah dan belum pulih, jadi nggak mau bangun, ya 'kan?""Nggak usah buru-buru. Tenang saja. Aku akan menjagamu sampai kamu bangun, oke?"Sudah lama sekali aku tidak mendengarnya bicara kepadaku dengan suara seindah itu. Seluruh tubuhku merinding mendengarnya.Melihat selimut yang menutupi mayatku, aku ingin sekali menariknya dan melemparnya jauh-jauh.Meski sudah jadi mayat pun, aku tetap merasa jijik.Selimut ini dipakai Jessa malam itu. Aku masih bisa mencium aroma cairan yang mereka tinggalkan saat tidur bersama.Meski aku tidak punya tubuh fisik lagi, rasa jijik itu membuatku mual ta

  • Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu   Bab 5

    Rico terhuyung keluar pintu dan langsung menuju ke rumah nenek.Rumah itu sudah hangus hitam, terbakar habis.Dia mencari-cari sangat lama di sana. Setelah membuka ponsel, dia menemukan sebuah pesan yang diterima tiga hari lalu.Pengirim menyuruhnya segera ke kamar mayat untuk mengambil jenazahku agar segera dimakamkan.Dia berjalan ke pintu kamar mayat dengan langkah goyah, tapi dia ragu-ragu untuk membukanya.Petugas kamar mayat menjadi tidak sabar dan mendorong pintu dengan kasar, lalu menarik kain putih yang menutupi mayatku.Mayat itu mengerikan, sudah tidak berbentuk manusia lagi.Aku saja takut pada mayatku sendiri hingga semua bulu di tubuhku berdiri.Rico tiba-tiba tertawa, menggelengkan kepala."Nggak mungkin, nggak mungkin, ini bukan dia.""Kalian nggak kenal dia, dia orang paling cerdik. Dia pasti sembunyi di suatu tempat karena ngambek."Petugas itu jadi terheran-heran dan merasa curiga."Kamu benar keluarga Tiara atau bukan?"Melihat Rico mengangguk, dia bicara lagi denga

  • Sembilan Nyawa yang Kuhabiskan untukmu   Bab 4

    Kamu pernah menyelamatkanku sekali. Sebagai balasannya, aku berikan sembilan nyawaku kepadamu.Cukup adil.Aku merasa kelegaan yang mendalam. Setelah kematianku yang kesembilan, aku berhasil melunasi utang budiku.Aku dulu seekor kucing hitam kecil di Gunung Arwah.Pada hari aku selesai berkultivasi dan membentuk wujud manusia, kebetulan Gunung Arwah dikepung musuh.Ibuku, seekor kucing hitam berusia seribu tahun, mengirimku keluar dari gunung untuk berjaga-jaga.Sayangnya, ibuku tidak menyangka aku sebodoh itu. Meski aku sudah sembunyi-sembunyi dengan langkah sepelan mungkin, aku tetap ketahuan.Mendapat serangan membabi-buta, salah satu kakiku terluka dan berdarah.Aku lari terbirit-birit sambil menyeret kakiku, dan akhirnya berubah menjadi seekor kucing hitam yang lusuh. Tidak ada yang mau melihatku, semua orang mengusirku.Rico menemukanku di tempat pembuangan sampah. Pemuda yang terbiasa hidup mulia itu menurunkan gengsinya dan menarikku keluar dari tumpukan sampah dengan tangan k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status