"Waaaaahhh, indah sekali," seru Rose sambil merentangan kedua tangannya ke udara ketika mereka tiba di Kebun Raya Bali.
"Nah, jadi Kebun Raya Bali ini didirikan pada tanggal 15 Juli 1959 dan diresmikan oleh Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo, Direktur Lembaga Pusat Penyelidikan Alam." Bli Krisna menjelaskan secara singkat.Asyik memandangi tumbuhan di sekitar, tiba-tiba saja ponsel Rose berdering. Nama Mama Tyna tertera pada layar dan Rose langsung menjawab panggilan telepon tersebut."Iya, Ma. Ada apa?" tanya Rose langsung tanpa basa-basi."Bagaimana liburan kalian? Menyenangkan?""Kami berdua bersenang-senang di sini. Sekarang kami sedang berada di Kebun Raya Bali.""Alhamdulillah, syukurlah. Oh, ya. Jangan lupa kirimkan foto-foto kalian berdua, ya. Mama ingin menunjukannya pada mertuamu," pinta Mama Tyna.Rose diam sebentar. "I-iya, Ma. Nanti aku kirimkan. Kalau begitu sudah dRose berjalan dengan raut masam, sesekali menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah. Rasa kesalnya bertambah ketika menyadari dia sendirian di sini dan tidak ada satu pun orang yang dikenalnya.Lelah berjalan-jalan, Rose memutuskan untuk mencari rumah makan. Perutnya sudah lapar sejak tadi, ditambah harus berdebat dengan Reega beberapa waktu lalu. Ia menyambangi salah satu rumah makan yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri dan memesan makanan.Ponsel miliknya yang dianggurkan begitu saja di atas meja tiba-tiba berdering, menampilkan nomor asing. Rose mengabaikannya, berpikir bahwa itu mungkin peneror yang sama seperti yang sudah-sudah. Sekali, dua kali, hingga tiga kali. Rose akhirnya mengangkat panggilan tersebut karena risih."Ya, halo, siapa ini?" sambutnya dengan nada yang jauh dari kata ramah."Kau di mana?"Rose mengernyit, menjauhkan ponsel dar
Ini sudah hari kedua Rose mendiamkan Reega, padahal seusai makan siang ini adalah jadwal penerbangan mereka untuk kembali ke Jakarta. Rose belum bisa memaafkan Reega sebelum lelaki itu sadar jika pola pikirnya yang salah."Kau masih ingin terus begini? Sampai kapan?" tanya Reega setelah menyelesaikan makannya.Lagi-lagi Rose hanya diam. Dia lebih memilih menyelesaikan makan siangnya ketimbang menjawab pertanyaan tidak penting dari Reega."Maaf, Tuan, Nona. Kita harus berangkat sekarang sebelum jalanan macet." Bli Krisna datang memberi informasi.Rose mengelap mulutnya dan berjalan lebih dulu sambil menarik kopernya menuju lobi, disusul Bli Krisna dan Reega dari belakang. Bli Krisna langsung memasukkan koper mereka ke dalam bagasi mobil.Sepanjang perjalanan ke bandara tidak ada pembicaraan apa pun karena Reega sibuk dengan ponselnya. Beruntung semua data-data penting sudah dia salin sebelumnya di memory card d
Reega keluar dari kamarnya dengan penampilan yang sudah rapi. Ia menoleh ke kamar Rose yang masih tertutup. Reega berjalan menuju meja makan dan membuka tudung saji tetapi tidak menemukan apa-apa selain lauk sisa semalam yang belum sempat tersentuh.Sementara di kamarnya, Rose sedang menggulung diri di bawah selimut sembari menonton drama kesukaannya. Langkah kaki Reega melewati kamar terdengar jelas di telinga Rose, tetapi perempuan itu memilih mengabaikannya. Dirinya juga sengaja tidak memanaskan lauk semalam karena terlanjur kesal dengan Reega."Rose, aku berangkat ke kantor. Jangan lupa datang siang nanti." Reega berucap dari depan pintu kamar, yang kemudian hanya dibalas dehaman singkat oleh Rose."Ya, kalau aku tidak malas," gumamnya pelan.****"Hai, Rose. Pagi sekali kau datang," sambut Arka begitu Rose membuka pintu toko."Sengaja," balas
"Halo, Ma, ada apa?" Reega mengangkat panggilan telepon dari Mama Lily di tengah perjalanan."Kau dan Rose ada di mana sekarang? Mama ingin mengundang kalian makan malam bersama.""Kami sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, Ma," jawab Reega."Mampirlah ke rumah, ya, Mama sudah memasak banyak untuk merayakan produk barumu yang baru saja launching," pinta Mama Lily penuh harap."Baiklah, kami akan mampir." Reega memutuskan tanpa meminta persetujuan Rose lebih dulu."Mama dan Papa menunggu kedatangan kalian." Usai mengucapkan kalimatnya, Mama Lily menutup panggilannya."Felix, tolong putar balik ke rumah orang tuaku. Kami ada acara di sana," perintah Reega tiba-tiba.Felix mengangguk dan mencari jalan putaran padahal jarak rumah Reega sudah tidak jauh dari perjalanan. Sebab jika Mama Lily sudah meminta Reega pulang ke rumah, pasti ada hal penting yang akan dibicaraka
Rose menyamankan dirinya di dalam mobil dan bersiap untuk tidur. Semalaman penuh dia tidak bisa memejamkan mata karena belum terbiasa dengan suasana rumah yang baru, ditambah lagi beberapa kali dia mendengar suara langkah kaki di depan pintu kamarnya dengan Reega. Rose sudah menduga bahwa Mama Lily pasti akan mengendap-endap ke depan pintu dan menguping kegiatannya dengan Reega di dalam kamar, sebab hal serupa juga terjadi ketika Mama Tyna datang dan menginap di rumahnya beberapa waktu lalu. Maka untuk meyakinkan sang mertua, Rose sengaja meletakkan ponselnya di dekat pintu dan menyetel video dewasa yang sudah diunduhnya jauh-jauh hari untuk mengantisipasi hal semacam ini. "Kita akan ke mana?" Rose mengernyit ketika Reega justru berbelok ke kiri alih-alih berjalan lurus menuju kediaman mereka. "Aku lelah, ingin segera istirahat." "Aku ingin gultik," jawab Reega. "Lagi pula, kita juga belum ma
"Aku tidak menyangka barang-barangmu sebanyak ini." Reega mengusap dahinya yang berkeringat. "Itu karena kau yang terkadang membelikanku pakaian, padahal semua pakaianku masih bagus dan banyak." Reega menghela napas frustrasi. "Pakaianmu tampak jadul dan beberapa sudah pudar warnanya. Kau ini istri seorang CEO ternama, seharusnya kau memakai barang-barang branded." "Ya Tuhan, dia berulah lagi menyombongkan dirinya." Rose memasukan beberapa pakaiannya ke dalam koper. "Sebaiknya kau tinggalkan pakaian yang jarang kau pakai dan terlihat tak berguna di kamar ini. Nanti, aku akan minta Felix mengirimkan beberapa pakaian baru untukmu." "Tapi, Ga, semua ini masih bagus," protes Rose. "Tidak ada tapi-tapian, aku yang berhak atas peraturan di rumah ini." Reega memilah-milah pakaian Rose yang akan dibawa ke kamarnya. Rose pad
Reega terbangun dari tidurnya karena merasakan hawa panas di sekitarnya. Ia membuka mata dan mendapati dirinya tertidur sambil memeluk Rose, diliriknya pendingin ruangan yang mati sejak semalam. Reega mengusap matanya, bermaksud untuk bangun dan menyalakan kembali pendingin ruangan di kamarnya. Tetapi ketika ia menjauhkan diri dari Rose, hawa panas yang sejak tadi melingkupinya mendadak lenyap. "Rose, kau sakit?" Reega mendadak panik, telapak tangannya ia tempelkan di kening Rose dan seketika rasa panas menjalar di tangannya. "Astaga panas sekali!" Rose melenguh pelan, merasa terganggu sebab Reega tiba-tiba memekik dan memegangi keningnya. "Jangan berisik." "Bangunlah, kau sakit. Kita harus ke rumah sakit sekarang, demammu tinggi sekali." Reega berusaha membangunkan Rose, yang berakhir tidak digubris oleh perempuan itu. "Ayolah, lihat wajahmu pucat sekali. Aku akan membawamu ke rumah sakit."
"Selamat pagi," sapa Rose ramah kala Reega muncul dengan wajah khas bangun tidurnya. "Kau baru bangun?""Hmmm ...," gumam Reega. "Kau kenapa masak sebanyak ini? Sudah kubilang, kau harus istirahat."Rose terkekeh. "Kau bisa lihat sendiri keadaanku baik-baik saja." Dia melepaskan apronnya. "Lihatlah, betapa kau sangat mengkhawatirkanku.""Aku hanya menjalankan tugasku sebagai seorang suami," dalih Reega."Alibimu bisa saja." Rose tersenyum meledek. "Kau ingin sarapan atau bersih-bersih dulu?"Reega mengambil tempat duduk di samping Rose. "Sarapan saja.""Kau ingin sarapan apa? Atau ingin mencoba semuanya?" tanya Rose, dia sengaja memasak beberapa menu sarapan pagi ini."Semuanya kucoba." Reega memulainya dengan mengambil secentong nasi goreng."Asal kau tahu, aku sengaja memasak semua ini karena rasa terima kasihku padamu. Kau telah merawatku seharian kemarin.""Tidak perlu berlebihan. Sudah kubilang, itu menjadi tugasku." Reega beralih mencicipi bubur tiram."Hari ini kau pergi ke kant