Seorang gadis tampak tergesa-gesa melewati petugas keamanan di depan stasiun kereta api bawah tanah Wu Chan. Wajah cantiknya sedikit tegang namun tetap berusaha tenang dan tersenyum manis. Coat berwarna moca sangat serasi dengan kulitnya yang putih bersih. Rambut yang berwarna coklat emas menambah pesonanya semakin terpancar.
Sebuah tas wanita berwarna hitam menggantung di pundak kirinya. Sedang tangan kanannya membawa sebuah tas komputer jinjing yang lumayan besar. Sangat terlihat tas itu padat dan agak berat. Langkahnya menuju lorong tempat kereta tujuan Shanghai.
“Kereta tujuan Shanghai biasanya tepat waktu, hari ini kenapa ada penundaan?” kata seorang bibi separuh baya yang berdiri tidak jauh dari si gadis.
“Mungkin ada sedikit masalah, biasanya tidak lebih dari dua menit kereta terlambat,” sahut seorang lelaki berkacamata tebal dengan dasi besar dan tas kerja yang sudah tidak baru lagi. Kentara sekali lelaki itu berusaha menarik perhatian gadis cantik bermata coklat itu. Namun, rupanya gadis berpenampilan elegan dan up to date itu sama sekali tidak tertarik padanya.
“Semoga dia menepati janjinya,” batin si gadis cantik sambil menatap layar gawainya yang sedari tadi dia tunggu bunyinya.
Gadis cantik bertubuh tinggi semampai dengan riasan wajah natural itu, menghela napas dan membuangnya cepat. Dadanya mulai berdebar ketika melihat segerombolan polisi mulai memeriksa satu per satu orang yang berada di stasiun kereta Wuhan.
“Maaf, Nona, boleh saya melihat identitas Anda?” Seorang petugas berwajah tampan menghampiri si gadis yang berusaha tenang dan bersikap wajar.
“Ada apa, Tuan? Ada masalahkah?” Si gadis menyodorkan kartu identitasnya sambil tersenyum ramah.
“Tidak ada masalah yang berat. Hanya ada laporan seorang petugas dari laboratorium pusat tiba-tiba menghilang. Rekan-rekannya mencari dia,” jelas anggota polisi yang lain.
“Oh, iyakah? Semoga dia segera ditemukan,” ucap si gadis tulus dengan mimik sedih.
“Ini kartu identitas Anda, Nona. Semoga perjalanannya menyenangkan,” ucap polisi tadi. Dua orang petugas berlalu dan beralih pada lelaki yang berpenampilan kuno dan bibi separuh baya.
Tidak begitu lama kereta tujuan Shanghai memasuki stasiun Wu Chan.
Ada rasa lega memenuhi rongga dada si gadis, “Semoga tidak ada kendala lagi sampai Shanghai,” ucapnya dalam hati.
Kereta yang konon katanya kecepatannya hampir menyamai kecepatan pesawat itu, berhenti tepat tidak jauh dari tempat si gadis berdiri. Ketika dia akan mengangkat tasnya, tiba-tiba, lelaki berkacamata tebal sudah berada di sampingnya. Tangannya meraih tas yang terlihat berat. Karena terkejut, si gadis spontan menarik tas dan memegangnya kuat.
“Maaf, aku hanya ingin membantu,” ucap si lelaki sambil memamerkan senyum yang sama sekali tidak menarik dan terkesan dibuat-buat.
“Tidak usah. Saya bisa sendiri, terima kasih,” tolak si gadis. Dia bergegas ke arah pintu kereta.
Seorang petugas menyambutnya dengan senyum ramah. Gigi putih rapi dengan bibir tipis, ditambah sorot mata ramah, memberi ketenangan kepada para penumpang yang mengantre di depan pintu masuk kereta.
Stasiun Wu Chan adalah salah satu stasiun utama dari tiga stasiun terbesar di Provinsi Hubei. Stasiun Wuhan merupakan gabungan dari Stasiun Wuchang dan Stasiun Chanxi yang berada di Distrik Hongshan. Ada dua puluh jalur dengan sebelas peron yang sering kali membingungkan para penumpang karena stasiun ini terbilang baru. Apalagi penggabungan dua stasiun ini banyak masyarakat yang belum mengetahuinya.
Gadis cantik itu bergegas mencari tempat duduknya. Dia tersenyum setelah menemukan bangkunya dan segera duduk.
“Nona, mungkin Anda ingin meletakkan tasnya di atas? Saya bisa membantu,” tawar seorang petugas yang sengaja berkeliling membantu para penumpang yang baru saja naik. Dia mencarikan tempat duduk sesuai dengan yang tertera di tiket. Sering kali dia membawakan barang bawaan penumpang serta meletakkannya di tempat barang yang berada di atas tempat duduk penumpang.
“Tidak terima kasih, biar saya bawa saja.” Si gadis menolak seraya tersenyum.
Petugas itu pun mengangguk ramah dan berlalu. Terdengar sapaannya yang ramah dan ceria kepada penumpang lainnya.
Berkali-kali si gadis membuka ponselnya. Sesekali dia mengirim pesan atau membalas pesan yang masuk. Perjalanan dengan kereta cepat CRH2 Hexie yang berkecepatan 250 KM/jam akan memakan waktu kurang lebih 3-3,5 jam. Dia tidak mungkin tidur selama tiga jam ke depan. Bukan tidak mengantuk, tetapi karena sesuatu yang dibawanya. Sesuatu yang bisa mengubah kondisi dunia.
“Hai, Nona, apa isi tasmu itu?” tanya si lelaki berkacamata tebal dan dasi yang norak.
Si gadis masih diam, dia malas bicara dengan orang asing yang sok akrab dan bukan tipenya!
“Hai, kalau kau butuh teman untuk menjaga barang-barangmu ... aku bisa kau andalkan, Nona,” ujar si lelaki dengan dada membusung. “Aku biasa ....”
“Tidak terima kasih. Aku biasa sendiri.” Si gadis segera memotong kalimat lelaki itu.
“Tapi, Nona ....”
“Tidak, terima kasih!” tegas si gadis sambil memalingkan pandangannya ke luar jendela.
***
Sementara itu, di Wu Chan Institute of Virology, semua petugas keamanan menyisir setiap sudut gedung. Bangunan yang sangat luas dengan puluhan laboratorium canggih serta ratusan ahli yang bekerja siang malam, tentu bukan hal mudah menemukan seseorang yang tiba-tiba menghilang. Kamera CCTV yang terpasang ternyata tidak dapat menemukan jejak Angel. Dia terekam kamera pengawas saat memasuki toilet wanita. Sejak itu, dia tidak pernah keluar dari sana.
Chou menyusuri lorong tempat rahasia mereka kalau sedang melepas penat dan jenuh. Sebuah tempat rahasia yang hanya dia, Angel, dan Chen yang tahu. Ada pintu darurat di ujung koridor laboratorium mereka. Sebuah pintu yang menuju ke sebuah balkon kecil yang berada tepat di atas ruang rapat untuk para petinggi di institusi ini. Angel biasanya duduk menyendiri di sini bila jenuh atau sekadar melepas penat dan tekanan dari James.
Saat Chou membuka pintu, dia sangat berharap gadis pujaannya itu ada di sana, agar tidak ada yang mencurigainya lagi. Perlahan Chou keluar dan dalam hatinya dia berdoa, semoga Angel ada di sana. Biasanya dia selalu bersembunyi dan keluar tiba-tiba mengejutkan Chou. Namun, ternyata harapan Chou tidak terkabul. Angel tetap tidak muncul memberinya kejutan. Tubuh pemuda itu lemas. Lututnya seperti tidak bertulang. Seandainya tidak ada rekaman kamera pengawas itu, dia akan membela gadisnya dengan segala upaya. Dia tidak akan membiarkan wanita yang dicintainya terlibat masalah, apalagi masalah sepelik ini.
“Angel di mana kamu?” gumam Chou sambil memandang ke taman kecil yang terawat apik di bawah balkon.
Bunga lili selalu membuat Angel tersenyum bahagia. Katanya bunga itu mengingatkannya kepada sosok kakak yang hilang puluhan tahun lalu.
Tiba-tiba, telepon genggamnya berbunyi.
“Ada apa Chen?” tanya Chou tidak bersemangat.
“Angel ...,” ucap Chen terbata.
“Ada apa dengan Angel?” tanya Chou dengan wajah tegang
“Angel kembali ... di ....” Ucapan Chen sudah tidak terdengar oleh Chou. Secepat kilat dia berlari ke laboratorium mereka. Dia tidak peduli tatapan orang-orang yang berpapasan dengannya. Bahkan, teguran rekan-rekannya tidak digubris. Dia hanya ingin segera melihat sosok yang sudah membuatnya hampir mati karena khawatir itu baik-baik saja. “Angel ... Oh, My God, syukurlah kamu tidak apa-apa. Dari mana saja kamu? Kamu baik-baik saja, kan? Apa kamu terluka?” cecar Chou dengan panik. Angel menatap Chou dengan dahi berkerut. “Yes, I’m ok. Thank you for asking,” jawab Angel masih keheranan melihat semua orang yang menatapnya tajam penuh kecurigaan. Hanya Chou yang tampak cemas dan panik. “Ada apa?” tanyanya sambil menatap satu-satu rekan satu timnya. “Kita tunggu Profesor Lim,” kata James dengan tatapan tajam tanpa berkedip. Sejurus kemudian, asisten kepercayaan Profesor Lim masuk. Semua berdiri dan me
Angel terdiam sesaat, berusaha menata hati dan pikirannya. Jangan sampai di saat genting ini dia tersilap lidah. Bisa hancur karier masa depannya dan juga rekan satu timnya.“Tiga hari yang lalu, saat tim kami bertugas menjaga kurungan D13, saya melihat ada yang tidak beres dengan salah satu kelelawar yang ada di dalam kurungan itu,” kata Angel membuka pembicaraan.“Saya sudah mengatakan pada Chen, tetapi dia mengatakan hal itu biasa karena perubahan cuaca yang tiba-tiba dan ekstrem. Selama ini hanya saya yang tidak diberi akses untuk mendekat ke D13. Entah apa alasannya. Hanya James sebagai ketua tim, Chou asisten, dan Chen sebagai dokter hewan yang selalu memeriksa kondisi penghuni D13.”Angel berhenti sejenak untuk mengambil napas.“Sehari setelahnya, kecurigaan saya terbukti. Saat jam makan siang, dan saya yang berjaga sendiri, salah satu kelelawar yang hari sebelumnya terlihat aneh, terjatuh. Saya ingin menghubungi rekan
Sepanjang perjalanan kembali ke laboratorium mereka di lantai dua gedung lama, tidak ada satu pun yang bicara. James yang biasanya selalu heboh dengan rencana dan ide-ide briliannya, kini diam seribu bahasa. Langkahnya tegap seperti ingin cepat-cepat sampai ke laboratorium. Chen mengikuti dengan susah payah langkah-langkah panjang ketua timnya. Tubuh Chen yang paling pendek di antara mereka berempat, membuatnya kesulitan menjajari langkah James. Chou masih menggenggam tangan Angel. Dia seakan ingin menyalurkan kehangatan pada jemari Angel yang sedingin es. Benar-benar situasi yang tidak mengenakan bagi mereka. James melempar jurnal yang sedari tadi dibawanya. Dia menghempaskan tubuhnya ke kursi yang biasa dia duduki. Selang satu menit, Chen berdiri di sebelahnya dengan napas terengah-engah seperti baru saja mengikuti maraton. Chou dan Angel masuk ke laboratorium dengan tenang, walaupun wajah Angel yang putih terlihat pucat bagai kehabisan darah. “Duduklah, minum dulu
Bab 7 Tepat pukul 20.00, James memarkir motornya di depan rumah kontrakan Chen. Tuan rumah yang masih sibuk dengan pasien berkaki empatnya, belum menyadari kedatangan rekannya itu. “Silakan ambil nomor antrian, Tuan,” kata seorang wanita berumur dengan dandanan agak menor sambil menyodorkan sebuah kartu kecil bertuliskan nomor urut. “Ini aku, Bibi. Apa Chen masih sibuk?” tanya James pada wanita itu. “Ah, kau rupanya. Maafkan, aku tidak memperhatikan. Dokter Chen masih ada seekor pasien. Anjing yang malang. Tadi pagi ketika ditinggal kerja pemiliknya, dia keluar rumah sendiri tanpa ada yang tahu. Ada orang yang menemukannya di taman. Kakinya terperosok sebuah lubang dan sepertinya ada tulang yang patah. Kasihan sekali,” jelas Bibi Mei dengan mimik sedih. James tidak tahu mengapa dia mendengarkan kisah sedih si pasien Chen ini dengan wajah serius. Ketika seseorang menepuk bahunya dari belakang, baru dia tersadar.
Ketiga rekannya terbelalak. Angel sampai menahan napas menunggu lelaki yang selalu membelanya itu menjelaskan apa yang sudah dia temukan. “Chou, jangan bercanda,” ucap James. “Aku percaya kau pasti sudah tahu solusi masalah kita,” ujar Chen dengan penuh harap. “Yap! Aku tahu siapa yang bisa menolong kita lepas dari masalah ini,” kata Chou sambil memutar komputer mininya ke arah ketiga rekannya. Terlihat ada seorang perempuan bertubuh subur memasuki laboratorium mereka. Dia adalah seorang petugas kebersihan yang setiap hari akan mengambil sampah yang bisa didaur ulang dari setiap ruangan. Petugas kebersihan yang selalu datang tepat waktu setiap hari dan tidak pernah terlewat walau satu hari pun. Selain mereka berempat, Profesor Lim, dan tentunya senior mereka yang terlibat dengan proyek ini, petugas kebersihan adalah salah satu yang diberi akses masuk laboratorium mereka. “Ya, aku ingat, saat aku sedang mencari kelelawar itu, Bibi Qiu masuk. Me
James tampak gelisah, kedua rekannya yang lain justru terlihat antusias mendengarkan Chou.“Pemerintah kita saat itu menemukan jenis virus baru. Coronavirus. Tapi, saat itu masih sebagai coronavirus yang menyebabkan penyakit yang kita kenal sebagai SARS. Severe Acute Respiratory Syndrome. Sindrom pernapasan akut berat. Sebenarnya kasus pertama di Shunde, Foshan, provinsi Guangdong. Seorang petani yang tiba-tiba mengalami pneumonia akut dan meninggal hanya beberapa hari setelah dibawa ke rumah sakit. Dan salah seorang dokter yang menangani pasien pertama ini-yang sama sekali tidak tahu bahwa itu adalah jenis virus baru yang sangat berbahaya-justru melakukan perjalanan ke Hongkong untuk menghadiri resepsi pernikahan kerabatnya di Hotel Metropole, Peninsula Kowloon. Dua hari di Hongkong dia mengalami panas tinggi, dan sempat dirawat di rumah sakit. Namun, jiwanya juga tidak tertolong. Ternyata dia sudah menginfeksi enam belas orang yang saat itu bert
“Apa ini sel yang khusus digunakan untuk penelitian?” tanya Chou dengan mimik penuh tanya. “Hela adalah sebuah sel yang diambil dari seorang penderita kanker serviks pada 8 Februari 1951. Sel ini berasal dari sel-sel kanker serviks bernama Henrietta Laks yang meninggal pada 4 Oktober 1951. Garis sel ini sangat tahan lama dan produktif. Ahli biologi sel bernama George Otto Gey yang pertama kali menyadari bahwa sel ini tetap hidup dan berkembang. Pada saat itu mereka sangat tidak menyangka bila sel ini bisa bertahan berhari-hari, karena biasanya sel dari manusia hanya bisa bertahan beberapa hari. Sering kali para peneliti lebih banyak menghabiskan waktu untuk menjaga sel tetap hidup daripada melakukan penelitian ilmiah terhadap sel tersebut. Itu salah satu alasan mengapa sel ini disebut sel manusia abadi,” jelas Chou dengan ringan. “Lantas mengapa kalian menyebutnya Hela?” tanya Chou lagi. “Hela diambil dari dua huruf pertama dari nama depan dan
Tubuh Chen menggigil di atas sepeda motor yang melaju di jalan sepi kota Wu Chan. Rumah kontrakan dia memang agak jauh dari WIV. Maklumlah dia mencari yang harganya terjangkau. Iklim global yang melanda hampir seluruh dunia, menjadikan bulan September yang seharusnya masih hangat, kini suhunya sudah membuat menggigil. Musim panas dan gugur tahun ini terasa lebih pendek. Apalagi daratan China, sudah beberapa tahun belakangan dilanda iklim ekstrem. Bila musim panas, seolah ada di dalam oven saat siang. Begitu juga saat musim dingin. Jaket milik Chen sudah tidak ada yang mampu menghangatkannya. Padahal dulu satu jaket tebal saja sudah cukup hangat, bahkan panas bila dipakai berjalan atau beraktivitas. Atau karena jaket-jaketnya sudah terlalu kuno dan perlu membeli yang baru. Chen lupa kapan terakhir kali dia membeli jaket untuk musim dingin. Karena setelah berteman dengan James dan Chou, sering kali kedua rekannya itu menghibahkan jaket yang sudah tidak mereka sukai kepadanya. Berteman