**Asiah duduk di samping suaminya dengan air mata yang berderai. Pikirannya kalut ketika Dokter menyarankan untuk segera melakukan pengobatan serius untuk penyakit asma yang telah di derita suaminya sejak lama."Jangan menangis, Bapak baik-baik saja, Bu!" ucap suaminya dengan lirih. "Baik-baik bagaimana, Pak? Kalau Dokter saja sudah mengharuskan untuk pengobatan yang serius berarti penyakitnya itu sudah parah," tukas Asiah. "Itu, kan hanya kata Dokter. Sedangkan, kita punya Allah juga, Bu!" sahut suami dengan santai. "Iya, kita punya Allah, tetapi kita harus ikhtiar juga, Pak?" sergah Asiah lagi."Ya, banyakin berdo'a saja, Bu."Di tengah-tengah perdebatan itu, seseorang mengetuk pintu terlebih dahulu lalu menghambur ke pelukan ibunya. "Assala'mualaikum. Bu, maaf Senja baru bisa datang sekarang!" ucap Senja sambil mencium tangan ibunya. "Wa'alaikumussalam, nggak apa-apa, kami mengerti."
**Atas permintaan Ariana, Senja membawanya ke ruangan di mana bapaknya masih terbaring lemah."Assalamu'alaikum, Bu," ucap Senja ketika mereka hendak masuk ke ruangan itu."Wa'alaikumussalam, Nak kamu bersama siapa ini? Cantik sekali," sahut Asiah, ia lantas memuji perempuan yang berdiri di samping putrinya."Ibu, kenalin ini Nyonya Ariana, istrinya Tuan Sagara." "Masya Allah, akhirnya Ibu di pertemukan juga dengan orang baik ini. Terimakasih, telah menerima Senja untuk bekerja dengan Nyonya." Asiah tertunduk haru sampai-sampai air matanya jatuh di kedua sudut itu."Ibu Asiah, saya juga senang bertemu dengan Ibu. Ada yang perlu saya sampaikan pada Ibu dan Bapak. Tetapi melihat kondisi Bapak sebaiknya kita bicara di luar saja, kasian Bapak sedang istirahat!" "Baik, Nyonya."Belum juga Ariana menyampaikan apa-apa, Senja sudah sangat gelisah. Andai bisa, ia ingin menangis meraung-raung melepaskan beba
**Untuk kalian yang belum follow, ayo follow dulu akunku, ya! Lalu, jika berkenan tolong subscribe cerita ini dengan tambahkan ke pustaka kalian, lalu kasih lima bintang, ya!Selamat membaca! **Sagara menyiapkan segala keperluan untuk melakukan akad keduanya. Beruntungnya, pasien rumah sakit hari ini tidak terlalu banyak, hingga kepala rumah sakit mengizinkan untuk melakukan akad di ruangan tersebut.Ariana tampak sibuk membantu Senja untuk mengenakan jilbab berwarna putih tulang. Tanpa riasan namun Senja terlihat cantik dengan balutan kebaya putih yang di dapat dari jasa sewa baju pengantin terdekat dari rumah sakit."Apa, Nyonya yakin akan melakukan ini?" tanya Senja dengan hati yang berdebar-debar. Walau bagaimanapun, pertanyaan ini begitu intim dan mungkin bisa saja terdengar seolah-olah mengejek perempuan yang tengah berdiri di depannya."Tentu saja, Senja. Kamu tak perlu mengkhawatirkan aku!"Munaf
**Sebenernya, cara yang di tempuh oleh Sagara untuk membungkam mulut para pelayan itu tidak menguntungkan untuk Senja. Karena di belakang majikannya, mereka terus memandangi Senja dengan sinis. Bahkan, mereka tak segan menyindir dan menyebutnya sebagai pelakor."Kamu tau, Senja, hukuman dunia akan kamu rasakan saat kamu menjadi duri dalam rumah tangga orang lain, tapi kenapa kamu melakukannya?" Bi Riris ikut-ikutan memusuhinya."Kenapa Bude bicara seperti itu?" tanya Senja dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Apa kamu lupa, suamiku berpaling dariku karena orang ketiga?" "Ini beda cerita, Bude. Aku tidak akan merebut Tuan Saga dari nyonya Ariana, aku akan berada di antara mereka hanya sampai aku bisa memberikan keturunan. Percayalah, Bude!" jelas Senja. "Apa maksudmu?" Apa pernikahanmu semacam pernikahan kontrak? Ikut ke kamarku, kamu harus menjelaskan semuanya sama Bude!" ucapnya dengan kening yang berkerut saat me
**"Apa kamu sudah siap, Senja?" tanya Sagara, ia menetap lekat wajah mungil di depannya.Senja menundukkan pandangannya, "lakukanlah apa yang Tuan Saga mau lakukan, karena saya sadar posisi saya di sini sebagai apa."Senja seolah tak punya pilihan lain. Menghindar bisa saja ia lakukan tapi untuk apa? Toh, dirinya sadar kehadirannya di sini memang di jadikan alat majikannya untuk memiliki keturunan, bukan?"Baiklah, saya akan ke kamar mandi dulu," ucap Sagara. Lelaki itu tampak salah tingkah, lalu masuk ke dalam kamar mandi.Senja menaiki ranjang dan merebahkan tubuhnya, lebih tepatnya dia meringkuk di bawah selimut. Perasaan takut membuatnya semakin gelisah hingga tubuhnya mendadak berkeringat."Senja," panggil Sagara pelan. "I-iya, Tuan." Senja bangun lalu duduk di atas ranjang, wajahnya tertunduk tak berani menatap majikan lelakinya yang sekarang telah sah menjadi suaminya, meskipun hanya suami siri.
**Sagara mendapati Ariana sedang menangis dengan mata yang cukup bengkak. Ia tampak emosi ketika mendengar penjelasan dari Senja kalau orang tuanya'lah yang sudah membuat Ariana seperti itu. Bahkan Senja memberikan foto perempuan yang di tinggalkan orang tua Sagara saat berkunjung tadi."Mereka selalu saja mengusik rumah tanggaku, sebenarnya apa mau mereka?" gumam Sagara dengan tangan yang terkepal kuat, ia sedang merasakan arahnya sudah di ubun-ubun ketika melihat istrinya terluka."Mas, Cukup! Mereka tidak salah apa-apa, aku yang salah di sini. Aku mandul, aku tak bisa memberi kamu anak dan aku wanita yang tak bisa melepasmu untuk perempuan-perempuan itu!""Tenang, Sayang. Apapun keadaanmu aku tetap mencintai kamu, kita sudah membahasnya dari dulu dan kamu nggak perlu mendengarkan mereka, meskipun mereka adalah orang tuaku sekalipun!""Tapi, Mas, mereka tak akan berhenti sebelum ada anak di antara kita, mereka akan terus menc
**Pagi itu Ariana lebih dulu duduk di meja makan, memastikan pelayan menyiapkan menu spesial untuk sarapan paginya bersama Senja dan suaminya. Bibir Ariana tersenyum simpul, saat melihat rambut Sagara tampak basah habis keramas. Lalu memandangi wajah Senja yang tampak memerah dan salah tingkah. Apalagi, ketika Ariana memperhatikan bagian bawah Senja saat berjalan, ia tampak meringis kesakitan.'Sabar, Ariana, sebentar lagi kamu akan segera mendapatkan semua impian kamu. Seorang bayi yang lucu, juga mertua yang akan menerima kehadiranmu!' Ariana bermonolog."Ariana, aku mau bicara, ikut aku!" ucap Sagara saat melihat wajah istrinya tampak mencurigakan."Sarapan dulu saja, Mas, nanti kamu terlambat!" sahut Ariana dengan tenang."Ini penting!" ujar Sagara penuh penekanan. "Baiklah, Mas." Ariana berjalan ke kamarnya, padahal ia sedang menikmati kebahagiaannya. Ya, melihat Senja meringis kesakitan saat
**Ariana meminta Bi Riris untuk tidur di kamar Senja sambil menjaganya. Ia berpesan kalau ada apa-apa dengan Senja ia harus segera memberitahunya. Bi Riris dengan sabar mengompres kening Senja, sesekali bulir bening menetes di kedua sudut matanya. "Kamu anak baik, Senja, tapi nasibmu malang sekali. Kenapa kamu harus terlibat dengan masalah seperti ini?" lirih Bi Riris dalam isak tangisnya."Eh, Bude, kenapa masih di sini? Bude tidur saja, nggak usah nungguin aku!" ucap Senja dengan pelan.Bi Riris segera menghapus air matanya, ia tak mau kesedihannya di lihat oleh Senja. "Senja, apa kamu haus atau lapar? Biar Bude ambilkan, ya!" tawar Bi riris pada keponakannya yang masih mengerjap-ngerjapkan matanya."Tidak, Bude, aku hanya ngantuk." "Tidur saja, Bude di tugaskan oleh Nyonya Ariana untuk menemani kamu malam ini.""Iya, kah?" "Ya. Sebenarnya kamu ini kenapa? Bude lihat kemarin s