Share

Menikah Denganku Lagi

Penulis: Tyarasani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-17 22:45:26

---

Pagi itu, aroma roti panggang dan kopi hitam memenuhi ruang makan keluarga itu. Sinar matahari menembus lembut lewat tirai krem, menciptakan bayangan hangat di meja panjang yang biasa mereka duduki berempat.

Senja duduk di sisi kanan, menyuapi Azriel yang cerewet memilih selai, sementara Gabriel asyik menggambar di serbet tisu. Di seberangnya, Sagara tampak sibuk memainkan ponselnya, seolah benar-benat tenggelam dalam kesibukannya. Padahal, tatapan matanya beberapa kali mencuri pandang ke arah Senja. Cepat, tapi penuh arti.

Canggung. Begitulah suasananya. Tak ada yang berani membuka topik semalam. Seolah kesunyian itu disepakati tanpa suara.

“Papa, nanti pulangnya cepat lagi, kan?” tanya Gabriel polos.

Sagara menaruh ponselnya, lalu menatap anak itu sambil tersenyum kecil. “Mungkin, Nak. Tapi Papa harus lihat dulu pekerjaannya.”

Senja menunduk, berpura-pura sibuk merapikan piring. Ia bisa merasakan nada hangat di suara Sagara yang jarang sekali ia dengar sebelumnya.

Begitu sarapan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Senja Yang Di Hadirkan   Keras Kepala

    **Kondisi Bu Arisa semakin membaik dari hari ke hari. Namun semakin pulih tubuhnya, semakin tajam pula setiap kata yang keluar dari bibir wanita itu.Senja tetap setia datang setiap pagi, membawa termos kecil berisi air hangat dan buah potong yang ia siapkan sendiri dari rumah. Kadang, ia harus bolak-balik dua kali dalam sehari, karena Gabriel dan Azriel yang terus merajuk memintanya pulang.Setelah kerinduan kedua bocah itu terobati, Senja pun kembali ke rumah sakit dengan wajah letih tapi penuh tekad. Ia menepuk dadanya perlahan sebelum membuka pintu kamar.“Bismillah,” bisiknya, mencoba menyiapkan diri menghadapi suasana yang entah akan seperti apa.Begitu ia melangkah masuk, tatapan tajam Bu Arisa langsung menyambutnya.“Mau sampai kapan kamu berpura-pura?” sindirnya tanpa basa-basi. “Apa kamu gak capek juga pura-pura jadi orang baik?”Senja menahan napas sejenak. Ia sudah hafal dengan nada seperti itu. Tanpa menjawab, ia berjalan ke meja kecil di samping ranjang, menyiapkan sege

  • Senja Yang Di Hadirkan   Usaha Senja dan Penolakan Bu Arisa

    ***Pagi itu, sinar matahari menyelinap malu-malu lewat jendela kamar rawat yang terbuka sebagian. Udara terasa hangat, tapi suasana di dalam ruangan justru dingin oleh tatapan Bu Arisa yang tajam menatap setiap gerak-gerik Senja.Senja berdiri di sisi ranjang, membawa baskom kecil berisi air hangat. “Permisi, Nyonya. Saya bantu bersihkan tubuhnya, ya,” ucapnya pelan.Bu Arisa hanya diam. Tatapan matanya berpindah dari wajah Senja ke baskom di tangan perempuan itu. Senja menunduk, menata kain handuk di pangkuan, lalu mulai mengusap perlahan tangan Bu Arisa yang keriput.Air hangat menetes dari ujung jari Senja, mengalir di kulit pucat Bu Arisa. Tak ada kata-kata, hanya suara kain yang bergesekan dan detak jam dinding yang pelan.“Saya lakukan elan-pelan ya, Nyonya, ,” katanya lembut ketika melihat wanita paruh baya itu meringis kecil.Namun alih-alih berterima kasih, Bu Arisa malah menarik tangannya dengan kasar. “Pelan-pelan bagaimana? Yang ada malah bikin tubuhku kesakitan,” suaran

  • Senja Yang Di Hadirkan   Meluluhkan Hati Bu Arisa

    **Sagara membulatkan mata begitu melihat bibir pucat itu bergerak dengan gemetaran. “Sa–Sagara ....” Suara lemah itu membuat dadanya sesak. Tanpa pikir panjang, ia menekan tombol bantuan berkali-kali, lalu memeluk ibunya dengan hati-hati, ia takut menyakiti tubuh yang masih penuh selang dan alat-alat medis itu.“Ma, Mama sudah bangun?” suaranya serak, nyaris pecah. “Aku benar-benar takut, Ma. Takut kehilangan Mama!”Bu Arisa mengerjap pelan. Pandangannya masih kabur, seperti berusaha menembus kabut tebal yang menutupi pikirannya. Namun begitu suara putranya jelas di telinganya, bibirnya kembali bergetar lirih.“Sa–Sagara,” ia menarik napas pendek, lalu menatap wajah anaknya dengan lemah. “Mana Calesya?”Sagara terpaku. Pertanyaan itu menusuk seperti duri halus di dada. Ia menatap ibunya lama, seolah berharap ada penjelasan yang lebih masuk akal. Namun Bu Arisa hanya menatap polos, seakan-akan waktu berhenti di masa lalu.Ia menelan ludah, menahan diri agar tidak bereaksi keras. ‘Sa

  • Senja Yang Di Hadirkan   Bu Arisa Sadarkan Diri

    **Langit malam tampak muram ketika Sagara menggenggam erat kemudi mobilnya. Cahaya lampu jalan yang berkelebat cepat memantul di kaca depan, membentuk garis-garis panjang yang menegangkan.Senja di kursi penumpang hanya bisa menatap tanpa suara. Ketegangan memancar jelas dari wajah Sagara yang pucat dan kaku.“Tuan, tolong, pelan sedikit,” ujarnya parau, kedua tangannya bergetar memegang dashboard ketika mobil menukik tajam di tikungan.Sagara tak menjawab, hanya mempererat genggaman tangannya di setir. “Maaf, Senja, tapi aku tak bisa pelan. Kita harus segera sampai di rumah sakit. Mama kritis.”Nada suaranya pecah di tengah desis napas yang cepat. Di balik sorot mata tajamnya, tergambar panik yang berusaha ia tutupi.Sejenak Senja menatap wajah Sagara. Rahangnya terlihat menegang, garis urat di lehernya menonjol. Ia menahan diri untuk tidak bicara lagi. Dalam diam, bibirnya bergerak pelan, berdoa agar perjalanan mereka selamat dan Bu Arisa diberi kekuatan sehingga bisa melewati masa

  • Senja Yang Di Hadirkan   Patah Hati Terdalam

    **Keributan di aula belakang pecah dalam sekejap. Calesya menjerit, menendang meja, bahkan memecahkan gelas yang berderak di lantai marmer. Semua orang panik, sebagian mundur karena ketakutan.“Sagara!” suaranya melengking, nyaris tak terdengar seperti manusia yang tak waras. “Kau mempermalukanku di depan semua orang! Setelah semua yang kulakukan untukmu?!”Sagara tetap diam. Ia berdiri di depan Senja, menahan dirinya untuk tak terpancing emosi. Wajahnya tegang dengan rahang yang mengeras.“Bawa dia keluar!” perintahnya datar, namun tajam seperti pisau.“Sagara!” Calesya terus menjerit, melangkah maju hendak menyerang Senja. Dua sekuriti langsung menahannya, tapi dia meronta, mencakar, dan berusaha melepaskan diri.“Lepas! Aku mau bicara dengan dia! Aku mau lihat wajah perempuan perusak itu!” teriaknya makin lantang.“Cukup!” Suara Sagara meninggi. “Kau sudah melewati batas, Calesya. Keluarkan dia dari rumah ini. Sekarang!”Senja menunduk, tak sanggup menatap pemandangan itu. Ia bisa

  • Senja Yang Di Hadirkan   Kabar Pernikahan

    **“Papa mau ngomong sesuatu, boleh?” katanya pelan.Gabriel menoleh cepat, sementara Azriel masih asik menggambar di buku sketsanya. Senja yang sedang menyiapkan pakaian ganti untuk si kembar seketika membeku dengan perasaan yang berdebar-debar. Ia tahu arah pembicaraan itu kemanan, dan rasanya memang belum siap mendengarnya.“Tuan,” bisiknya pelan. Ia mencoba menghentikan sebelum terlambat.Sagara menoleh, menatapnya dengan alis terangkat. “Ada apa?”“Jangan sekarang,” ucap Senja cepat. Nada suaranya lembut tapi penuh permohonan.Namun, seperti biasa, Sagara tetap pada pendiriannya. Ia menyandarkan tubuh ke sofa dan menatap si kembar bergantian.“Gabriel, Azriel,” ia menarik napas pelan. “Kalau Mbak Maira jadi Ibu kalian, bagaimana?”Senja membeku di tempat. Sementara buku gambar yang tadi di tangan Azriel jatuh ke lantai, sementara Gabriel menatap ayahnya dengan bingung.“Jadi Ibu?” Gabriel mengulang dengan dahi berkerut. Ia menoleh ke arah Azriel, yang malah tersenyum lebar, mata

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status