Home / Rumah Tangga / Senja Yang Di Hadirkan / Percobaan Bunuh Diri

Share

Senja Yang Di Hadirkan
Senja Yang Di Hadirkan
Author: Tyarasani

Percobaan Bunuh Diri

Author: Tyarasani
last update Last Updated: 2022-05-24 11:59:52

**

Sagara meninggalkan kantornya dengan langkah yang tergesa-gesa. Lelaki tampan itu tampak panik setelah mendapat telepon dari kepala pelayan di rumahnya.

"Maaf, Tuan Saga, anda mau kemana? Sepuluh menit lagi Anda ada meeting dengan klien penting dari Kalimantan," ucap Riko, asisten pribadinya berusaha mengingatkan.

"Batalkan saja!" jawabnya singkat.

"Ta-tapi, Tuan-"

"Apa kau tuli, Riko? Ini lebih penting dari sekadar bisnis. Nyawa Ariana sedang terancam!" potong Sagara dengan cepat.

"Baik, Tuan."

Riko dengan cepat mengikuti langkah majikannya, dan segera menuju kemudi setelah membukakan pintu untuk tuannya.

"Tujuan kita kemana, Tuan?"

"Rumah Sakit Harapan Kasih."

"Siap, Tuan."

Riko memacu kecepatan laju kendaraannya lebih cepat dari biasanya. Setelah sampai di lokasi rumah sakit, Sagara minta di turunkan tepat di depan IGD rumah sakit Harapan Kasih.

"Ariana, bertahanlah!" gumamnya pelan, pandangannya ia arahkan ke sembarang arah demi mencari keberadaan Bi Riris, kepala pelayan di rumahnya.

"Tuan!"

Wanita paruh baya menghampirinya dan langsung membungkukkan badannya sebentar. Ya, dia adalah Bi Riris.

"Bi, di mana Ariana?" tanya Sagara, ia menatap wajah wanita itu yang selalu menundukkan wajah di depannya.

"Nyonya Ariana sedang di tangani oleh dokter, Tuan."

"Bagaimana Ariana bisa melakukan itu, Bi? Bukankah saya sudah meminta Bibi untuk selalu mengawasinya selama dua puluh empat jam, bagaimana ini bisa terjadi?" bisik Sagara, sambil mencengkram pundak Bi Riris dengan kuat.

"Ampun, Tuan."

Bi Riris sangat ketakutan berhadapan dengan majikannya lelakinya. Selama ini Ariana lah satu-satunya majikan yang sangat baik kepadanya.

"Huh, pulanglah!" Sagara mengusir wanita paruh baya itu tanpa basa-basi.

Ya, Sagara Adijaya adalah pewaris tunggal dari keluarga Alexander Adijaya dengan Arisa. Ia adalah anak satu-satunya yang di kenal arogan, keras kepala tapi bertanggung jawab pada keluarga.

Sebenarnya, Sagara memiliki adik laki-laki yang masih mengenyam bangku kuliah di luar negri. Namun, mereka beda Ibu dan karena itulah, Arisa menekan Ariana untuk segera memberinya seorang cucu, sebelum tahta dalam perusahaan besar milik suaminya jatuh pada anak kedua suaminya dengan perempuan yang bernama Liliana.

**

Sagara merangsek masuk ke dalam ruangan di mana istrinya sedang di terbaring lemah, meski beberapa perawat sudah memperingatinya.

"Tolong, Bapak tunggu di luar saja dan jangan mempersulit pekerjaan kami!" Lelaki dengan perawakan tinggi menghalau langkahnya.

"Ta-tapi aku ingin melihat istriku."

"Ini rumah sakit, tolong patuhi peraturannya!"

Sagara mengacak rambutnya dengan kasar, pikirannya menerawang jauh pada permintaan Ariana beberapa waktu lalu.

"Mas, kamu mencintaiku!"

"Tentu saja, Sayang. Kenapa?"

"Kita mencoba program bayi tabung lagi, mau nggak?"

"Ariana, aku tak mau lagi membahas tentang anak. Bukankah, dulu kita sudah pernah melakukannya dan gagal? Lalu, kesehatan kamu drop. Asal kamu tau, itu lebih menyakitkan untukku, Ariana!" jawab Sagara malas.

"Tapi, Mas, aku-"

"Sudah. Kita sudah sering membahasnya sejak dulu. Dengar, aku cuma ingin kamu sehat, aku tak peduli ada anak atau tidaknya dalam pernikahan kita ini, yang jelas aku cukup bahagia hidup berdua dengan kamu. Kamu paham!" potong sagara dengan cepat.

Perdebatan malam itu menjadi perdebatan terakhir, karena setelah itu Ariana menjadi istri yang pendiam dan tak banyak bicara.

"Keluarga Nyonya Ariana!"

Sagara segera berdiri dan mendatangi Dokter yang menyebut nama istrinya di depan ruangan dimana istrinya di rawat.

"Bagaimana istri saya, Dok?"

"Tidak perlu khawatir, Nyonya Ariana sudah stabil dan dia sudah siuman. Bapak boleh menemuinya, sekarang!"

"Baik, terimakasih, Dok."

"Sama-sama. Saya permisi!"

Senyum lelaki tampan berusia 30 tahun itu mengembang di bibirnya. Lalu, ia berjalan dengan cepat untuk melihat kondisi istrinya.

"Mas," lirih Ariana.

"Hai, bagaimana keadaanmu?" tanya Sagara.

"Maaf, aku merepotkan kamu lagi. Seharusnya aku mati, bukan malah berada di sini!" ucap Ariana sambil menangis lalu memukul-mukul kepalanya dengan kuat.

"Sayang, kamu bicara apa? Kamu istriku, kamu tak pernah merepotkanku, jangan berpikiran begitu!"

Sagara memeluk istrinya dengan kuat. Ya, selama ini Ariana seringkali mengkonsumsi obat penenang yang di rekomendasikan oleh dokter keluarganya.

"Tapi, kenyataannya memang begitu, kan, Mas?" Ariana menatap mata suaminya dengan tajam.

"Sayang, sudah! Sebaiknya kamu istirahat, ya!"

"Jawab aku, Mas!" teriak Ariana. Kali ini emosinya benar-benar tak bisa ia kendalikan lagi.

"Ariana, please tenangkan pikiranmu!" bujuk Sagara dengan lembut.

"Tidak, Mas. Aku tidak bisa tenang sebelum kamu menyetujui keinginanku!" tegas Ariana.

"Apa keinginanmu?" tanya Sagara, ia menatap wajah Ariana dengan perasaan yang sulit di jelaskan.

"Kita mencoba program bayi tabung lagi atau ...." Ariana sengaja menjeda ucapannya karena hatinya perih saat akan mengucapkan kalimat yang sudah ia pikirkan sejak tadi.

"Atau apa?"

"Atau kamu menikahi gadis lain yang bersedia untuk melahirkan anak kita," ungkap Ariana dengan air mata yang mulai berderai di pipinya.

"Ariana, tolong jangan memberiku pilihan yang sulit. Aku tulus mencintaimu dan kamu tak perlu berkorban apa-apa demi aku!" bantah Sagara dengan raut wajah kesal.

'Ini bukan untuk kamu saja, Mas. Tetapi demi baktiku pada orang tuamu yang sudah menerimaku dengan baik,' batin Ariana pedih.

Sagara beranjak meninggalkan Ariana dengan permintaan ajaibnya. Bagaimana Sagara tak murka? Setahun lalu Sagara dan Ariana melakukan program bayi tabung, bukannya berhasil malah kondisi perempuan itu memburuk. Ia jatuh sakit selama satu bulan dan Sagara tidak mau mengulang kejadian pahit itu lagi.

"Riko, Aku harus pulang ke rumah sebentar, ada sesuatu yang harus kuurus. Tolong, jaga istriku dengan baik!" titah Sagara pada asisten pribadinya.

"Baik, Tuan." Riko merogoh kantong kemejanya, lalu ia menyerahkan kunci mobil pada majikannya.

Sagara melenggang pergi meninggalkan area rumah sakit dan menuju parkiran di mana mobilnya terparkir dengan rapi. Ia menarik napas dalam-dalam ketika mengingat permintaan istrinya yang membuatnya sedikit tersinggung.

Tentu saja dia tersinggung. Ariana memberi pilihan kedua yang memang kurang manusiawi. Memang ada gadis atau perempuan yang mau di nikahi hanya untuk melahirkan seorang anak? Setelah itu perempuan itu di campakkan begitu saja. Hal gila!

'Ah, Ariana, kenapa kamu sampai berpikiran terlalu jauh? Berapa kali aku harus bilang sama kamu, cukup kamu yang menjadi sumber bahagiaku!' gerutunya lagi.

Sesampainya di rumah, ia segera menemui Bi Riris. Kepala pelayan yang sudah ia usir dari rumah sakit.

"Ada apa memanggil saya, Tuan?" tanya wanita paruh baya itu sambil menunduk. Kejadian di rumah sakit tadi membuatnya masih ketakutan.

"Carikan seseorang yang bisa menemani Ariana selama aku sedang di luar! Orangnya harus ramah, pintar dan mudah di ajak berkomunikasi," jelas Sagara.

"Baik, Tuan. Tapi masalah usia bagaimana?" tanya Bi Riris lagi.

"Mau muda atau tua tak masalah, asal harus sesuai kriteria yang tadi."

"Baik, Tuan."

_______________

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
humaidah4455
Bayi tabung, kebayang duitnya ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Senja Yang Di Hadirkan   Akhirnya Pulang

    ***Dor!Suara tembakan memecah udara. Sagara mendorong Senja ke belakang sebelum tubuhnya sedikit tersentak. Peluru itu hanya menggores lengan kirinya, tapi cukup untuk membuat darah langsung merembes ke kemejanya. Riko cepat bergerak, menendang pistol dari tangan pria itu dan melumpuhkannya.Senja berlari mendekat, ia terlihat panik saat melihat rembesan darah di lengan kemeja Sagara. “Tuan! Kau terluka!”Namun Sagara hanya mengerutkan kening, menahan nyeri yang seolah tak mau diakui. “Ini bukan pertama kalinya aku berdarah,” gumamnya pelan. Ia berusaha berdiri tegak, seolah luka di lengannya tak berarti apa-apa.Riko memandang keduanya, lalu menatap jalan keluar. “Kita harus pergi sekarang. Sebelum mereka datang lebih banyak lagi!”Sagara mengangguk singkat. Ia meraih tangan Senja, menariknya lembut tapi tegas. “Kau ikut denganku.”Senja ingin menolak, tapi tak punya tenaga untuk berdebat. Matanya masih menatap luka di lengan pria itu, dan di saat yang sama, ia merasa seluruh per

  • Senja Yang Di Hadirkan   Maaf Dan Situasi Rumit

    *Malam itu lengang. Angin berembus pelan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan kering yang tertiup di sepanjang gang sempit. Lampu jalan berkedip lemah, menciptakan bayangan panjang di antara rumah-rumah kontrakan yang saling berimpitan.Riko berdiri di depan pintu kontrakan kecil itu. Di tanah, dua pria berbaju hitam masih terkapar tak sadarkan diri. Napasnya masih memburu, sisa perkelahian singkat barusan membuat ototnya cukup menegang. Namun ia tahu, ia tak punya waktu lagi.Dari balik pintu, Senja terlihat ketakutan. Tubuhnya gemetar, tapi matanya masih berusaha tegar. Ia tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Yang ia tahu, malam ini sungguh mengerikan.“Mas Riko,” suaranya pelan, bergetar di antara napas yang tak beraturan. “Apa yang terjadi?”Riko menatapnya cepat, lalu menunduk sedikit, seperti tak ingin membuatnya panik. “Kita harus pergi sekarang, Non,” katanya datar tapi tegas. “Tempat ini sudah tidak aman. Ada orang yang datang mencarimu, dan mereka punya niat buru

  • Senja Yang Di Hadirkan   Pencarian

    *Rintik hujan jatuh perlahan, membasahi jalan-jalan kecil di pinggiran kota yang mulai sepi. Lampu jalan berkelap-kelip, sesekali padam karena sambaran angin. Riko melangkah perlahan, mantel hitamnya sudah setengah basah, tapi langkahnya mantap. Ia tahu, malam itu bukan malam biasa. Ini malam yang menentukan, antara kehilangan dan penebusan.Setelah perintah dari Sagara malam itu, Riko bergerak diam-diam. Ia tak ingin menunggu pagi. Bagi orang luar, ia hanyalah asisten pribadi keluarga Sagara, seseorang yang mengatur jadwal, mengurus keuangan, dan menjaga segala rahasia tetap rapi. Namun malam itu, Riko lebih dari sekadar asisten. Ia menjadi bayangan yang membawa rasa bersalah majikannya.Ia menelusuri setiap rumah sewa dan kontrakan di pinggiran kota, menanyakan keberadaan perempuan berkerudung yang datang beberapa hari lalu. Jawaban demi jawaban terdengar sama. Samar, tak pasti, seperti mencoba diingat dari mimpi. Namun Riko tak menyerah.Ia tahu, Sagara bukan pria yang mudah diger

  • Senja Yang Di Hadirkan   Ruang Yang Kosong

    *Langit sore itu kelabu. Di luar jendela kamar besar itu, hujan menetes perlahan, seperti meniru ritme napas seseorang yang lelah.Calesya duduk di tepi ranjangnya, mengenakan gaun satin warna kelabu muda yang kini tampak kusut. Rambutnya terurai berantakan, mata sembab, dan di tangannya masih tergenggam bingkai foto lama. Foto dirinya bersama Pak Brata.“Kenapa kau pergi secepat ini, Pa?” suaranya nyaris tak terdengar. “Kau bilang kita belum selesai, tapi kenapa kau menyerah begitu saja?”Tak ada jawaban, hanya gema suaranya sendiri yang memantul di dinding kamar luas itu. Di luar, suara petir terdengar samar, seolah menegaskan sepi yang melingkupi rumah megah itu.Calesya menatap bayangannya di cermin. Wajah yang dulu begitu terawat kini tampak asing. Seperti seseorang yang kehilangan arah.Ia berjalan ke arah meja rias, menatap wajahnya lama-lama sebelum menghempaskan bingkai foto ke lantai. Suara kaca pecah mengisi ruangan.“Semua karena mereka,” bisiknya pelan, lirih tapi syarat

  • Senja Yang Di Hadirkan   Pergi

    *Setelah mendapat perawatan di rumah sakit, Senja bersikeras meminta untuk pulang lebih cepat. Dokter sudah menahannya, tapi keras kepalanya membuat dokter mengizinkan dengan catatan tiga hari kemudian harus kontrol.Malam kembali turun dengan wajah kelam. Hujan belum berhenti sejak sore, menetes perlahan di jendela rumah besar milik Sagara. Di ruang tengah yang sepi, suara televisi menjadi satu-satunya kehidupan. Kabar kematian Pak Brata menjadi berita trending beberapa hari ini.“Pak Brata, pengusaha yang diduga terlibat dalam sejumlah kasus kriminal, meninggal dunia setelah sempat dirawat di rumah sakit--”Sebelum pembawa berita menyelesaikan siarannya, Sagara mematikan televisi tanpa ekspresi.Ia berdiri lama menatap layar gelap itu, lalu melangkah pelan menuju ruang kerjanya tanpa berkata apa pun.Sementara di sudut ruangan, Senja duduk diam di kursi panjang, masih mengenakan perban di bahunya.Sorot matanya redup, seolah sebagian jiwanya ikut tertinggal di antara denting hujan.

  • Senja Yang Di Hadirkan   Rindu Dan Kekecewaan

    *Malam itu rumah sakit sepi. Hujan masih jatuh dari langit, menetes di jendela, menimbulkan suara samar seperti detak jam yang terlalu pelan. Di lorong panjang itu, lampu-lampu putih menyala temaram, dan aroma obat-obatan bercampur dengan sisa bau darah yang belum sempat benar-benar hilang.Senja terbaring di ranjang perawatan, matanya berat, kepalanya berdenyut, dan bahunya terasa seperti terbakar. Sekilas, ia pikir dirinya masih berada di tengah baku tembak, tapi begitu sadar, suara mesin monitor dan dinginnya selimut rumah sakit menyadarkan semuanya. Ia selamat.Namun, yang pertama kali ia lihat bukanlah wajah perawat atau dokter, tapi punggung seseorang yang duduk di kursi dekat jendela. Sagara.Ia tidak bergerak. Tidak juga menoleh. Hanya duduk di sana dengan postur tegak, tangan menggenggam lutut, dan tatapan mengarah ke luar jendela, ke langit malam yang basah.“Tuan,” ucapnya dengan suara yang serak.Sagara tidak menjawab. Bahkan tidak ada gerakan kecil di bahunya. Hening itu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status