Home / Romansa / Sentuh Aku Seperti Kau Milikku / Bab 2 Lelaki dengan luka

Share

Bab 2 Lelaki dengan luka

Author: Strrose
last update Last Updated: 2025-06-30 12:00:50

Bunyi hujan yang jatuh di atap mobil terdengar seperti bisikan pelan yang memenuhi ruang senyap di dalam kabin. Leah Caldwell, perempuan berusia 26 tahun itu duduk diam, matanya menatap kosong ke luar jendela, mengikuti jejak air yang meluncur lambat di kaca.

Mobil yang membawanya selama hampir satu jam dari lokasi pernikahan itu kini berhenti "Kau bisa turun sekarang" suara pria paruh baya yang mengemudikan mobil memecah lamunan. "Tuan muda menunggu di dalam." Tambahnya

Leah tak segera menjawab. Jantungnya berdetak lebih cepat, bukan karena gugup—melainkan karena kesadaran pahit: dia akan diserahkan. Bukan sebagai tamu, bukan sebagai tamatan cumlaude dari universitas ternama, tetapi sebagai perkakas yang harus memperbaiki dan kali ini yang harus dia baiki bukanlah barang, melainkan manusia berwujud Valesco Arden.

“Terimakasih” Ucap Leah. Ia menarik napas dalam, membuka pintu mobil yang terparkir didepan teras dengan atap itu.

Leah melangkah keluar menuju bangunan besar dengan kaca-kaca tinggi dan penjaga di setiap sudut. Semua terlalu dingin. Terlalu bersih. Terlalu berlebihan untuk ditinggali seorang manusia.

Ruang utama itu sunyi ketika ia masuk. Kecuali satu suara:

"Kau terlambat lima menit."

Suara itu dalam, tenang, tapi mengandung ketegangan yang menusuk.

Leah langsung mengulas senyum tipis. Di sofa pojok dekat jendela, duduklah seorang pria dengan setelan hitam sempurna, rambut hitam disisir rapi ke belakang, dan mata yang kelam seperti jurang.

Valesco Arden.

Pria itu meninggalkannya dipesta pernikahan dan sekarang menyalahkannya karena terlambat

Leah menegakkan bahu. "Maaf, jalan hujan."

"Jalan selalu hujan di kota ini. Pelajaran pertama, jangan beri aku alasan." Valesco berdiri, tinggi dan menekan, lalu berjalan mendekat. Matanya menyapu Leah dari ujung kepala hingga kaki. "Kau... lebih kecil dari yang kupikir."

Leah tersenyum miring. "Karena high heelsku sudah kulepas. Maaf mengecewakan."

Valesco diam, nampak mengamati karena bukan kecil itu yang ia maksudkan, melainkan sesuatu yang lain "Belum tentu." Valesco membalikkan badan, lalu melangkah menuju tangga marmer yang menjulang ke lantai dua "Ikuti aku."

Leah menatap punggung pria itu. Langkahnya pelan tapi mantap. Gaun pengantinnya yang berat terseret pada setiap anak tangga seakan membawanya lebih dalam ke dalam dunia yang bukan miliknya—dunia milik Valesco Arden, pria dengan trauma yang disembunyikan rapi dalam jas mahal dan kemarahan senyap.

Dan entah bagaimana, di dalam kontrak tak tertulis ini, Leah tahu satu hal: dia bukan hanya istri di atas kertas. Dia adalah bagian dari rencana. Atau lebih buruk lagi—bagian dari terapi.

“Leah”

Kepala Leah terangkat menatap Valesco berhenti di depan sebuah pintu besar.

"kamarmu” Ucap Valesco. “Jangan sentuh apapun tanpa izin. Jangan keluar tanpa izin. Jangan mengabaikan pesanku dan jangan tanya kenapa aku membelimu." Sambungnya lebih panjang dari yang Leah pikirkan namun lebih sederhana dari bayangannya

Leah tersenyum tipis "Baiklah."

Untuk sepersekian detik, Leah melihat sudut bibir Valesco bergerak—hampir seperti tersenyum. Tapi hanya sebentar, sebelum matanya kembali dingin seperti es.

“Masuk” Valesco tak berkata sepatah kata pun lagi. Ia membuka jasnya, melempar dasinya ke kursi, dan hanya memandang Leah dengan tatapan kosong.

“Apa yang kau tunggu? Lepaskan pakaianmu”

Kalimat itu jatuh seperti batu. Datar. Tanpa emosi. Tanpa gairah.

Leah berdiri kaku di depan cermin, masih mengenakan gaun putih yang mengilap di bawah cahaya lampu gantung kristal. Gaun yang dipilihkan oleh orang lain. Disetujui oleh asisten. Dipasangkan dengan senyuman palsu.

Ia menoleh pelan. Mata mereka bertemu, dan untuk sesaat, waktu seolah membeku. “Bisa kau bantu bukakan?” Tanya Leah dengan tenangnya

Valesco terkesiap, matanya menatap Leah dalam diam. Nyaris tak berkedip, seperti binatang buas yang menahan diri untuk tidak menerkam mangsanya. Tapi bukan karena hasrat. Melainkan sesuatu yang lebih kelam dari itu—takut.

Takut terhadap sesuatu yang bahkan Leah belum bisa mengerti.

“Kau lebih agresif dari yang kukira” Suara berat itu keluar dengan serak

Valesco melangkah pelan mendekat. Sepatunya menyentuh lantai marmer dengan bunyi pelan yang justru terdengar nyaring dalam keheningan.

Ketika jarak mereka hanya sehelai napas, Valesco mengangkat tangannya, lalu meletakkannya di punggung Leah. Jemarinya bergerak ke arah resleting gaun yang menempel rapat di tulang belakang istrinya itu

“Kalau kau takut, kau bisa pergi” gumamnya pelan. Tapi suaranya tak lagi dingin. Justru seperti... bergetar.

“Aku tak ingin pergi. Saat ini aku cukup puas punya suami kaya raya meskipun agak kaku” jawab Leah tenang.

Ia bahkan tidak yakin dengan kata-katanya. Tapi bibirnya tetap tersenyum kecil. Senyum tipis, nyaris tidak terlihat. Senyum seorang perempuan yang mencoba berdiri tenang di tengah medan perang yang belum sepenuhnya ia pahami.

Resleting perlahan ditarik turun.

Bunyi zzzzz yang mengiringinya terdengar seperti mimpi buruk yang berderit lambat. Gaun itu melorot sedikit di bahunya. Leah bisa merasakan napas hangat Valesco mengenai kulit punggungnya.

Tapi pria itu tak bergerak lagi. Tangannya berhenti. Nafasnya tak beraturan.

Leah menoleh pelan, dan saat itu, ia melihat kemeja Valesco sudah terlepas. Entah karena gerakan tadi, atau karena pria itu gemetar. Yang jelas... satu sisi kain itu jatuh dari bahunya, membuka sebagian dadanya.

Dan Leah terdiam.

Dadanya sesak.

Tubuh Valesco bukan hanya tinggi dan kokoh. Tapi juga penuh bekas luka. Luka panjang, samar, sebagian sudah memudar—tapi jelas itu bukan luka biasa. Beberapa seperti bekas cambukan. Beberapa seperti goresan logam. Dan satu luka di sisi kanan dadanya... tampak dalam dan kasar. Seperti bekas luka bakar.

“Valesco…” bisik Leah tangannya terulur diudara

Valesco tersadar. Dia langsung menarik kembali bajunya, gerakannya kasar seperti ingin menutupi aib. Tapi Leah keburu menangkap semuanya.

“Jangan lihat” desisnya, lebih terdengar seperti perintah pada dirinya sendiri.

Leah menatap lelaki itu dengan mata bulat yang dipenuhi kebingungan. “Boleh aku bertanya?”

“A-apa?!” Balas Valesco membentak

“Siapa yang melakukan ini padamu?”

Valesco memalingkan wajahnya. Tangannya mengepal. Rahangnya mengeras. “Jangan lihat sialan!”

Leah menghela napas, sepertinya ini takkan mudah

“Baiklah” ucap Leah pelan, memejamkan matanya. “Aku tak melihatnya.”

Sunyi.

Sunyi yang bukan hanya senyap, tapi juga seperti pisau tumpul yang menyeret luka lama ke permukaan.

Valesco menoleh pelan, menatapnya. Wajah Leah tetap tertunduk, matanya masih tertutup rapat. Seakan mencoba menghormati luka yang tak ia minta untuk dilihat. Gerakan sederhana itu—kepekaan itu—membuat sesuatu dalam diri Valesco terasa goyah.

Ia menatap Leah lama. Sangat lama.

Wajah perempuan itu begitu tenang, padahal ia tahu Leah pasti bisa merasakan tatapannya membakar. Tak ada ketakutan, hanya… pengertian. Dan itu yang membuat Valesco kalut.

Kakinya melangkah perlahan.

Satu…

Dua…

Tiga langkah…

Dan kini jarak mereka hanya sejengkal. Nafasnya terasa di wajah Leah. Gadis itu masih diam, masih menutup mata, seakan menyerahkan dirinya pada ketidakpastian yang pria itu bawa.

Valesco menunduk perlahan.

Begitu dekat, sampai Leah bisa merasakan ujung hidung pria itu menyentuh sedikit keningnya. Nafas Valesco berat. Tak stabil.

Dan untuk sesaat, Leah pikir, mungkin... mungkin lelaki itu akan menciumnya. Atau menyentuhnya dengan kelembutan yang nyaris ia lupakan.

Tapi yang datang...

Plak!

Suara tamparan bergema di ruang tidur yang mewah tapi dingin itu.

Tamparan cepat. Tidak terlalu keras. Tapi cukup membuat kepala Leah menoleh.

Cukup membuat dadanya berdegup tak karuan, bukan karena sakit... tapi karena keterkejutan yang menyayat perasaannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuh Aku Seperti Kau Milikku   Bab 9 Membuatmu terbiasa

    Leah berjalan pelan menyusuri koridor panjang yang dipenuhi cahaya matahari yang cukup terik, pantulan kaca jendela besar di sisi kiri rumah menyilaukan matanya sesekali. Langkahnya lambat, tidak karena lelah, tapi karena ia tak tahu harus melangkah ke mana. Rumah itu terlalu besar. Terlalu sunyi. Dan semuanya... terlalu sempurna.Dinding marmernya berkilau tanpa cela. Karpetnya tertata presisi tanpa satu helai pun tergeser. Vas-vas kristal di sudut-sudut ruangan memamerkan bunga yang seragam dan segar, seperti diganti setiap beberapa jam. Bahkan aroma di udara pun teratur. Wangi lavender lembut bercampur sandalwood, tidak pernah terlalu kuat tapi tidak pernah benar-benar menghilang.Leah berhenti di depan sebuah rak buku yang tertata simetris. Ia menyentuh salah satu buku tua berjudul asing dalam bahasa Prancis, tapi tak menarik perhatiannya lebih dari dua detik. Semuanya terasa steril. Tak ada jejak manusia disini. Hanya kebiasaan dan kendali.Ia mulai melangk

  • Sentuh Aku Seperti Kau Milikku   Bab 8 Alasan memilihnya

    Leah masih duduk di meja makan yang kini sepi. Sisa percakapan pagi itu masih menggantung seperti awan mendung yang enggan pergi. Tapi pikirannya tak berhenti pada kemarahan.Ia mulai menarik benang kenangan, pada alasan mengapa dirinya bisa berdiri di titik ini. Kenapa Valesco, seorang pria dengan kuasa dan dunia sebesar itu, justru memilih membeli dirinya dari ibu kandungnya sendiri.Bukan karena ia cantik. Bukan karena ia tenang. Tapi karena ia mengerti.Leah mengenali pola. Ia tahu tanda-tanda trauma masa kecil, tahu bagaimana seseorang bisa membangun dinding pertahanan begitu tinggi hingga tak ada satu pun emosi yang bisa masuk, atau keluar.Ia pernah mendampingi anak-anak yang memaki dan menggigit karena merasa dunia mengkhianati mereka. Ia pernah menenangkan anak-anak yang menangis tanpa suara karena tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan rasa sakit mereka.Dan saat ia melihat Valesco—ia tahu. Valesco sedang hidup dengan salah satu dari mereka. Tapi bedanya, pria ini dewasa. D

  • Sentuh Aku Seperti Kau Milikku   Bab 7 Istri yang tak dianggap

    Leah terbangun. Tubuhnya terasa berat, seperti ditarik oleh beban yang tak terlihat. Matanya perlahan terbuka mencari penyebab beban berat ditubuhnya dan ternyata itu adalah Valesco, yang memeluknya erat dari belakang.Napas hangat Valesco menyentuh tengkuknya dengan ritmenya tenang... terlalu tenang untuk pria yang biasanya selalu diliputi badai. Lengan kokohnya melingkar di pinggang Leah, bukan dalam pose menggoda, tapi seperti seseorang yang sedang berpegangan pada sesuatu agar tidak tenggelam.Perlahan, ia memiringkan tubuhnya, berusaha melihat sedikit ekspresi pria itu dari sudut matanya.Senyum kecil terpatri dibibirnya begitu menatap wajah Valesco. Alis suaminya itu sedikit berkerut, seolah dalam tidurnya, pria itu tak benar-benar bebas dari bayangan yang menghantui.“tenang Valesco” Gumam Leah menenangkan meskipun dalam pikirannya terisi tanya: apa yang sebenarnya terjadi semalam?Ia mengingat perbincangan terakhir mere

  • Sentuh Aku Seperti Kau Milikku   Bab 6 Godaan Leah

    Hari pertama sebagai istri Valesco berlalu dengan cepat, tapi tak meninggalkan jejak manis seperti pengantin baru lainnya. Tak ada pelukan hangat, tak ada percakapan lembut sebelum tidur. Hanya ruang makan besar yang sunyi, beberapa tatapan tak sengaja, dan waktu yang berjalan seperti debu yang mengendap di perabotan tua—diam, namun terasa berat.Malam itu, Leah berdiri di depan sebuah pintu gelap di ujung lorong lantai dua. Ruang pribadi Valesco. Ia sempat ragu. Ruangan itu tak pernah dikunci, tapi juga tak pernah terbuka sepenuhnya untuk siapa pun. Pelayan pun tampaknya menghindari masuk kecuali disuruh. Ada semacam aura tak terlihat yang menjaga ruangan itu—bukan kekuasaan, melainkan luka.Leah mengetuk pelan.Satu kali.Dua kali.Tak ada jawaban.Ia menempelkan telinganya ke pintu, mencoba menangkap suara—tapi yang terdengar hanya gemerisik hujan dari luar dan detak jantungnya sendiri.Khawatir terjadi sesuatu, L

  • Sentuh Aku Seperti Kau Milikku   Bab 5 Bisikan dalam diam

    Valesco ArdenLeah mempertanyakan kenapa pria itu dikenal sebagai pria yang cukup…. gila.Ada beberapa rumor yang beredar—berbisik dari satu ruang pesta ke ruang rapat, dari bisik-bisik sosialita hingga meja redaksi majalah bisnis dan semuanya menggambarkan sosok Valesco dengan aura gelap yang sama: tidak bisa diprediksi.Sebagian mengatakan pria itu menderita gangguan kecemasan akut. Bahwa ia pernah kabur dari sebuah acara konferensi internasional hanya karena air minumnya disajikan di gelas yang bentuknya tidak simetris. Orang-orang menyebutnya “aneh”, padahal mereka tak pernah benar-benar tahu apa yang terjadi di balik sorot mata tajam pria itu.Yang lain bersikeras Valesco mengidap OCD parah, obsesif terhadap kebersihan dan kontrol. Bahwa ia pernah memecat seluruh staf rumah tangganya hanya karena salah satu dari mereka mengubah posisi lampu aroma terapi di kamar tidurnya. Semua harus sempurna. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Bahkan napas pun, di dekatnya, harus terasa teratur.D

  • Sentuh Aku Seperti Kau Milikku   Bab 4 Bukan hakmu

    Malam turun sepenuhnya di luar jendela besar rumah Arden. Hujan rintik mulai mengguyur kaca, menorehkan suara halus yang mengisi kesunyian rumah megah itu. Jam sudah menunjukkan pukul 00.37. Rumah sepi. Pelayan sudah kembali ke paviliun kecil di sisi timur bangunan. Hanya lampu-lampu lantai dua yang masih menyala—termasuk di kamar kerja Valesco Arden.Pria itu duduk di kursinya, tubuh membungkuk dengan tangan menggenggam erat sisi meja. Matanya sembab, tapi tak ada air mata yang mengalir. Di depannya, sebotol kecil obat antipsikotik dan segelas air putih. Tangannya sedikit gemetar ketika membuka tutup botol, lalu menjatuhkan dua tablet ke telapak tangannya yang pucat yang terbalut oleh perban.“Dokter bilang cukup satu” gumamnya. “Tapi kadang... satu saja tidak cukup untuk menghentikan suara-suara ini.”Tanpa pikir panjang, ia menelan keduanya.Obat itu memang dirancang untuk menekan impuls, menurunkan aktivitas berlebih di saraf-saraf tertentu. Tapi dosis yang salah... bisa memicu ef

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status