Murcia, Spain.
“Tolong!” Seorang gadis berlari di lorong gelap di bawah derasnya hujan yang membasahi kota Murcia. Dinginnya malam begitu menusuk, namun nyatanya tidak membuat gadis itu menggigil kedinginan.
Hujan turun begitu deras, tapi rasa takut tidak ada sedikit pun pada gadis itu. Dia jauh lebih takut pada dua pria berbadan besar yang mengejarnya. Cipratan air hujan yang ada di tanah mengenai long dress berwarna putih yang dikenakan gadis itu.
Kotor. Tidak ada yang bisa lagi digambarkan. Gadis berparas cantik dan berambut merah itu mengenakan long dress berwarna putih yang sudah terkena noda cipratan air hujan yang bercampur dengan tanah di bawah.
Dorrr …
Suara tembakan yang dilayangkan ke udara menggertak gadis itu untuk berhenti berlari, karena sejatinya dua pria berbadan besar itu masih memberikan sedikit kelonggaran pada gadis itu. Mereka sengaja menggertak agar gadis itu berhenti berlari.
Samar-samar suara isak tangis terdengar bercampur dengan guyuran air hujan. Gadis itu berlari sekencang mungkin menghindari dua pria berbadan besar yang mengejarnya.
“Berhenti!” Suara lantang dari salah satu pria berbadan besar, meminta gadis itu untuk berhenti. Namun, gadis itu nyatanya tak menyerah. Dia berlari menghindar. Derasnya hujan, tak kunjung membuatnya menyerah.
“Ck! Kita tangkap saja dia! Kesabaranku sudah habis!” Salah satu pria berbadan besar, meminta temannya untuk menangkap gadis itu.
Anggukan kepala direspon. Tampak wajah gadis itu sudah memucat. Dia tahu bahwa dua pria yang mengejarnya berdiri di belakangnya tidak terlalu jauh darinya. Sekalipun dia sudah berlari kencang tidak akan sanggup bisa bebas dari kejaran dua pria berbadan besar itu.
Napas gadis itu terengah-engah. Pandangannya sudah mulai buram akibat kelelahan dan dingin yang menusuk seluruh tubuhnya membuat seluruh energy-nya habis. Langkah larinya pun mulai sedikit melambat. Hingga tiba-tiba sebuah mobil sport berwarna hitam muncul dan tak sengaja menabrak gadis itu.
Brakkk
Tubuh gadis itu tertabrak mobil sport bewarna hitam yang melaju cukup kencang di kota Murcia. Untungnya sang pemilik mobil mampu melakukan rem secara mendadak. Jika saja tidak, maka sudah pasti tubuh gadis itu terpental cukup jauh.
Kejadian tabrakan itu, membuat dua pria berbadan besar yang mengejar gadis cantik itu, terpaksa harus berhenti mengejar. Bahkan mereka terpaksa harus bersembunyi agar tidak ketahuan.
Seorang pria tampan bertubuh gagah turun dari mobil dan menghampiri gadis itu. Tepat di kala pria tampan itu turun dari mobil—asistennya juga turun dari mobil belakang menghampiri pria tampan itu.
“Tuan Joseph, Anda baik-baik saja?” sang asisten khawatir kalau Tuannya mengalami luka.
Pria tampan bernama Joseph itu mengembuskan napas kasar. “Kau lihat sendiri, aku baik-baik saja atau tidak?!” Alih-alih menjawab, malah Joseph membalikkan ucapan sang asisten.
Sang asisten menggaruk kepalanya tidak gatal. Lalu, tatapannya tak sengaja menatap seorang gadis cantik sudah terbaring lemah di tanah. “T-Tuan, A-Anda—”
“Aku tahu aku menabrak gadis ceroboh ini, tapi itu bukan salahku sepenuhnya. Dia berlari ke arah mobilku. Itu sama saja dengan dia menabrakan dirinya ke mobilku.” Joseph mendengkus kesal, memberikan penjelasan.
Sang asisten menatap serius Joseph. “Tuan, hari ini Anda sudah diminta kembali ke New York oleh ayah Anda. Biarkan saya yang mengurus gadis itu. Saya akan membawanya ke rumah sakit dan memberikan uang sebagai bentuk ganti rugi.”
Joseph menundukkan tubuhnya, menatap gadis cantik yang pingsan akibat tertabrak olehnya. Dia menatap lekat dan dalam gadis cantik yang memiliki rambut panjang dan warna merah. Adanya freckles di wajah putih gadis itu—membuatnya cukup menarik di mata Joseph.
“Biar aku yang mengurusnya.” Joseph langsung membopong tubuh mungil gadis itu gaya bridal—dan membawanya masuk ke dalam mobilnya.
“Tuan, tapi ayah Anda—” Sang asisten tidak lagi bisa melanjutkan ucapannya, karena sekarang Joseph sudah melajukan mobil. Dengan terpaksa, sang asisten masuk kembali ke dalam mobilnya sendiri—dan berbalik arah kembali ke apartemen yang dia tempati selama di kota Murcia.
“Bagaimana ini? Yang Mulia akan murka pada kita,” seru salah satu pria berbadan besar yang telah keluar dari tempat persembunyiannya.
Pria berbadan besar lainnya berdecak. “Sudahlah, kita pikirkan nanti. Lebih baik kita temui Yang Mulia sekarang.”
***
Sayup-sayup mata gadis cantik berambut merah mulai terbuka. Pandangannya mulai menjadi nyata, tidak lagi buram. Akan tetapi, ketika matanya sudah terbuka—tatapannya menatap terkejut melihat dirinya berada di sebuah kamar asing—dan juga ada sosok pria yang berdiri di hadapannya sambil melayangkan tatapan dingin.
“K-kau … a-apa kau ingin membunuhku?” Gadis itu beringsut mundur hingga membuat tubuhnya terbentur ke kepala ranjang.
Joseph berdecak kesal. “Dokter memeriksa kau tidak memiliki luka dalam. Tapi kenapa otakmu berpikir konyol!”
“D-Dokter?” Mata gadis itu melebar. “A-aku diperiksa dokter?”
Joseph berusaha bersabar. “Nona rambut merah, kau menabrakan dirimu ke mobilku hingga membuatmu terluka. Aku membawamu ke penthouse-ku sebagai bentuk tanggung jawab, meski kau yang salah. Dan … ya, aku memanggilkan dokter untuk memeriksa luka di tubuhmu.”
Gadis cantik itu menelan saliva-nya berat. Kepingan memorinya langsung mengingat tentang apa yang terjadi padanya. Buru-buru dia melihat tubuhnya sendiri—menatap dress yang dia kenakan sudah tidak lagi sama. Detik itu juga raut wajahnya berubah menjadi panik.
Joseph mendengkus kasar. “Aku tidak berniat memerkosa seorang gadis pingsan. Singkirkan pikiran konyolmu! Pelayanku yang sudah menggantikan pakaianmu.”
Gadis cantik itu lega mendengar ucapan Joseph. Kejadian tabrakan tadi sama saja telah membantunya selamat dari hal buruk. Entah, bagaimana nasibnya sekarang kalau dirinya tidak tertabrak mobil.
“Kenapa kau menabrakan tubuhmu ke mobilku? Apa kau bosan hidup?” seru Joseph menahan jengkel.
Gadis itu menggigit bibir bawahnya. “A-aku minta maaf. A-aku tidak melihat jalan dengan baik. Maafkan aku, Tuan.” Dia menundukkan kepalanya ke hadapan Joseph.
Joseph melangkah mendekat, menatap dingin dan lekat gadis berambut merah itu. “Siapa namamu?” tanyanya dingin.
Gadis itu masih belum bersuara di kala Joseph menanyakan namanya. Dia tetap menundukkan kepalanya tidak berani melihat Joseph.
“Angkat kepalamu. Aku sedang berbicara denganmu,” ucap Joseph dingin.
Sayangnya, gadis itu masih menundukkan kepalanya tidak berani menatap Joseph.
Joseph menjadi kesal. Dia langsung menarik dagu gadis itu menggunakan jemarinya, dan memberikan tatapan dingin pada gadis itu. “Siapa namamu?”
Gadis itu kembali menggigit bibir bawahnya. “I-Isabel … namaku Isabel, Tuan.”
Joseph tak henti menatap sepasang iris mata hijau, rambut panjang warna merah, dan freckles yang ada pada gadis itu. Belum ada kata yang terucapkan, dia masih tenggelam akan pemandangan yang ada di hadapannya. Manik mata hijau dipadukan dengan rambut merah adalah sangat jarang dia temui.
“Apa nama keluargamu?” tanya Joseph lagi.
Gadis bernama Isabel menggeleng lemah. “Aku tidak memiliki keluarga. Namaku Isabel saja, Tuan.”
Isabel mengendarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan di penthouse milik seorang pria yang menolongnya. Entah, siapa nama pria itu, dia sendiri pun tidak tahu. Ingin bertanya, namun tidak berani.Kaki Isabel melangkah pelan dan hati-hati. Penthouse milik pria yang menolongnya sangatlah mewah dan besar. Segala perabotan tertata begitu rapi sempurna. Desain penataan sangat menyejukan mata.“Nona?” seorang pelayan melangkah menghampiri Isabel yang melamun di ruang tengah.“Ah? Iya?” Isabel membuyarkan lamunannya, ketika menyadari ada yang memanggilnya.Sang pelayan tersenyum sopan. “Nona, Tuan Joseph menunggu Anda di ruang makan.”“Tuan Joseph?” Isabel terdiam sambil mengerutkan keningnya, menatap bingung sang pelayan.“Iya, Tuan Joseph, Nona,” balas sang pelayan lagi.‘Oh, pria yang tadi malam itu namanya Joseph,’ gumam Isabel dalam hati. “Nona, silakan ke ruang makan yang ada di sebelah kiri,” ujar sang pelayan sopan.Isabel mengangguk pelan dan melangkah mengikuti sang pelayan ya
Napas Isabel seakan sesak akibat dipenuhi dengan kata-kata Joseph. Bulu kuduknya sampai merinding ketakutan. Untungnya, dia dilepaskan dan dibiarkan untuk kembali ke kamar sekarang ini.“Ya Tuhan, kenapa aku bodoh sekali?” Isabel menepuk keningnya, merutuki kebodohannya yang langsung masuk kamar, tanpa sama sekali mengetuk pintu.Isabel mondar-mandir tidak jelas di dalam kamarnya. Sungguh, dia tidak menyangka kalau akan melihat adegan seperti tadi. Seumur hidup, dia belum pernah melihat adegan seperti itu.Isabel menghempas tubuhnya ke ranjang dan meraih bantal untuk menutupi wajahnya. Perasaan malu, takut, semuanya campur aduk. Yang dia sesali adalah dirinya harus melihat adegan seperti tadi. Andai saja rasa penasarannya tidak tinggi, pasti dia tidak akan melihat adegan itu.Isabel memaksakan diri untuk memejamkan mata. Meskipun tidak lagi mengantuk, tapi tidak masalah. Yang penting dia memaksa diri untuk tidur, agar esok hari dirinya bisa tenang berhadapan dengan Joseph.Sinar matah
“Gantilah pakaianmu.” Joseph bertitah meminta Isabel mengganti pakaiannya yang sudah basah kuyub, akibat gadis itu tercebur di kolam.Isabel menarik handuk putih yang diberikan oleh Joseph, agar semakin membalut tubuhnya yang kedinginan. “I-iya, Joseph. Terima kasih.”“Kau terlalu banyak mengucapkan terima kasih dan juga minta maaf. Masuklah ke kamarmu. Ganti pakaianmu,” balas Joseph dingin tak ingin dibantah.Isabel mengangguk patuh, lalu melangkah pergi meninggalkan Joseph menuju kamarnya. Namun di kala Joseph hendak ingin menuju kamarnya—langkahnya terhenti melihat Ian—asistennya—datang menghampirinya.“Tuan, Nona itu—” Ian bingung melihat Isabel masuk ke dalam kamar.“Aku membiarkannya tinggal di sini,” jawab Joseph dingin.Ian hendak ingin bertanya lagi, tapi tatapan tajam dari Tuannya membuatnya mengurungkan diri untuk kembali bertanya.“Ada apa kau ke sini, Ian?” tanya Joseph to the point pada sang asisten.“Hm, Tuan. Ayah Anda tadi menghubungi saya. Beliau meminta Anda untuk s
Isabel merasa hidupnya tidak tenang. Benaknya berputar mendengar permintaan gila Joseph. Kata-kata Joseph layaknya ucapan menyejukan, namun memiliki makna menusuk hingga membuatnya merinding ketakutan. Napas Isabel terengah-engah akibat rasa takut sudah menyelimutinya.Permintaan bentuk balas budi membuat Isabel seakan ingin berhenti bernapas. Sungguh, permintaan Joseph benar-benar membuat Isabel ingin terjun bebas dari penthouse megah ini.Joseph adalah pria yang baru Isabel temui. Bahkan bisa dikatakan dalam seumur hidupnya, belum pernah dia dekat dengan seorang pria, seperti dirinya dekat dengan Joseph.Akan tetapi, satu hal yang Isabel tidak lupa adalah Joseph banyak menolongnya, termasuk menolongnya dari ambang kematian. Jika waktu itu Joseph tidak membawanya pergi, maka sudah pasti hidup Isabel akan berakhir tragis.“Isabel tidurlah. Ucapan Joseph tadi pasti omong kosong.” Isabel menarik selimut, menutup rapat wajahnya dengan selimut tebal itu. Joseph telah pergi meninggalkan I
“Siapa Aubree?”Pertanyaan pertama yang Isabel tanyakan di kala dirinya dan Joseph berada di ruang makan. Setelah Nathan pergi, mereka memutuskan untuk makan bersama, karena Joseph merasa lapar. Efek marah-marah sepertinya yang memicu Joseph menjadi lapar.Joseph yang tengah makan steak menghentikan makannya mendengar pertanyaan Isabel. “Aubree adalah istri kakaku.”Isabel terdiam sebentar. “Hm, Joseph … kenapa tadi kau bilang pada kakakmu kalau aku adalah kekasihmu?” tanyanya pelan dan hati-hati. Ini pertanyaan yang sejak tadi Isabel tahan-tahan.Joseph mengambil wine yang ada di atas meja, dan meminum wine itu perlahan. “Kalau aku mengatakan kau adalah temanku, maka dia tidak akan percaya. Aku malas untuk menjelaskan banyak hal padanya. Aku paling tidak suka ada orang yang ikut campur dengan urusan pribadiku.”Isabel mengangguk paham.“Kau keberatan kalau aku mengatakan kau sebagai kekasihku?” Joseph menatap Isabel, menunggu jawaban gadis itu.Isabel menggeleng cepat. “T-tidak seper
Isabel menatap cincin dan kalung milik mendiang ibunya yang tadi diberikan oleh pelayannya. Tampak jelas raut wajah Isabel menunjukkan kerapuhan dan kesedihan di kala melihat cincin dan kalung milik mendiang ibunya.Kepingan memori Isabel teringat tentang mendiang ibunya. Air mata Isabel pun berlinang jatuh membasahi pipinya, mengingat kenangan manis ketika ibunya masih ada di dunia ini.Isabel sangatlah merindukan ibunya. Jika ada mesin waktu yang Isabel inginkan adalah membuat ibunya kembali ada di dunia ini. Setiap kali gadis itu mengingat kenangan itu pastinya dia akan sedih dan sesak.“Nona?” Seorang pelayan mengetuk pintu kamar Isabel.Isabel sedikit tersentak karena pelayan itu menyerukan memanggil namanya. Detik itu juga Isabel menyimpan cincin dan kalung mendiang ibunya ke tempat semula—lalu dia bangkit berdiri—melangkah menghampiri pintu kamarnya—dan membuka pintu kamarnya perlahan.“Iya?” Isabel menatap sang pelayan yang ada di hadapannya.“Nona Isabel, saya akan mememasak
Tubuh Isabel bergerak-gerak. Peluh membanjiri seluruh tubuhnya. Gadis itu seperti tenggelam dalam mimpi buruknya hingga membuatnya sulit membuka mata, akibat mimpi buruknya itu seakan mencekam raganya untuk tidaklah sadar.“Tidak!!” Isabel terbangun dengan napas terengah-engah. Keringat semakin membanjiri tubuhnya. Dia mengendarkan pandangannya—melihat dirinya berada di kamarnya.Isabel terdiam sebentar menatap ke sekitarnya. Ya, kepingan memorinya teringat bahwa dia masih berada di penthouse Joseph. Untungnya malam itu, Joseph menyelamatkannya. Jika tidak, entah bagaimana dengan kehidupannya. Isabel mengambil tisu menyeka keringatnya menggunakan tisu itu. Lantas, dia melihat ke jam dinding—waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Sekujur tubuhnya benar-benar terasa lelah akibat mimpi buruk yang dideritanya.Isabel berusaha mengatur napasnya di tengah-tengah rasa cemas menyelimutinya. “Lebih baik aku berendam saja.” Isabel bergumam ingin berendam malam-malam, demi menenangkan pikiran y
Otak Isabel tidak bisa tenang. Debaran jantungnya sekarang bahkan jauh lebih kencang dari biasanya. Isabel tak pernah merasakan ini sebelumnya. Perasaan yang benar-benar tak menentu.Tangan Isabel berkeringat dingin. Kegugupan pun melanda dirinya bercampur dengan debaran jantung yang jauh lebih kencang. Jika dibiarkan, bisa-bisa Isabel akan pingsan akibat perasaan yang tak menentu ini.Sumber utama yang membuat Isabel seperti ini adalah Joseph. Bagaimana tidak? Untuk pertama kalinya ada pria yang melihat tubuh telanjangnya. Ditambah Joseph bukanlah suami ataupun pacar. Itu sangat memalukan!Isabel merutuki kebodohannya yang berendam di dalam jacuzzi sampai terlelap. Bisa-bisanya dia berendam dan berakhir tertidur pulas. Bahkan dia sampai tidak sadar kalau tubuhnya telah berpindah dari jacuzzi ke ranjang.Kegilaan macam apa ini? Isabel sungguh malu. Kalau saja bisa, dia ingin bersembunyi di kutub utara. Pergi sejauh mungkin. Dia sangat malu. Setiap kali melihat Joseph, ingin dirinya be