Share

Sentuh aku, Hans

Author: Sal.Sal
last update Last Updated: 2025-11-07 10:46:36

Aina langsung menatap Amel tajam, wajahnya berubah tegang. “Lo gila, Mel. Hans itu bukan gay. Dia cuma… capek aja. Tekanan kerja dia gede, tanggung jawabnya banyak. Karena dia seorang CEO, lo juga tau kan.”

Amel mengangkat alisnya sinis. “Capek kerja, capek mikir, capek semua, tapi masa gak capek dinginin istri sendiri selama lima tahun? Itu cuman alesan Na, dia bukan capek, tapi dia emang gak mau nyentuh lo aja.”

“Dia gak mungkin kayak gitu!” potong Aina cepat, suaranya meninggi. “Dia mungkin cuma butuh waktu.”

“Waktu? Apa lima tahun juga masih gak cukup?”

Amel mendengus. “Na, kalau dia masih cowok normal. Lo pasti gak bakal diperlakuin sekedar kayak furnitur di rumahnya sendiri. Dia bahkan ga nyentuh lo, gak peduli lo disalahin sama ibunya dan yang lebih parah lagi dia malah nyuruh lo sewa gigolo. Lo pikir itu suami normal?”

Aina menatapnya dengan mata berkaca-kaca, menahan air mata. “Gue tetep… gak bisa percaya, Mel. Kalo dia—”

“Lo gak mau percaya,” potong Amel tajam. “Karena lo takut semua pengorbanan lo selama lima tahun ini bakal sia-sia.”

Keheningan menggantung beberapa detik. Aina menggigit bibirnya, menatap lantai kosong di depannya.

Amel menghela napas panjang, lalu bangkit dari tempat duduknya, berjalan ke arah meja kecil dan mengambil ponselnya. “Oke, kalo lo gak mau percaya, fine. Tapi lo juga gak bisa terus kayak gini. Gue bosen liat lo nangis terus tiap minggu, nyalahin diri sendiri, padahal yang salah itu suami lo.”

“Amel…”

“Enggak, denger dulu.” Amel menatapnya dengan mata yang mulai merah karena kesal.

“Gue bukan nyuruh lo selingkuh. Tapi lo sendiri kan yang bilang, kalo Hans nyuruh lo cari laki-laki lain? Sekarang ya udah, lakuin aja sekalian.”

Aina terbelalak. “Lo gila beneran ya?”

Amel menatapnya datar sambil membuka sesuatu di ponselnya. “Gue serius banget. Na.” Amel menyodorkan layar ponsel ke arah Aina. Di sana, terlihat tampilan aplikasi kencan dengan logo merah samar. “Banyak cowok yang open booking di sini. Mau yang elegan, yang kalem, yang cuma nemenin dinner, sampe yang bisa… ya lo tau lah.”

Aina langsung menepis tangan Amel pelan, wajahnya memucat. “Lo tuh kenapa sih, Mel? Gue kesini buat curhat, bukan buat disuruh nyari gigolo!”

Amel mendengus, meletakkan ponselnya di meja. “Karena gue capek liat lo terus dibikin menderita, Na. Hans udah hancurin lo pelan-pelan, dan lo masih bela dia. Lo sadar gak, sekarang lo cuma bertahan bukan karena cinta, tapi karena takut miskin?”

Kata-kata itu membuat Aina terdiam lama. Nafasnya berat.

Amel melanjutkan, lebih pelan tapi tajam, “Kadang, yang bikin kita hancur bukan orang jahat, tapi orang yang kita bela mati-matian padahal dia udah gak layak dibela.”

Aina menunduk, menggenggam ujung rok tipisnya kuat-kuat. “Gue gak segampang itu, Mel… gue gak bisa ngerusak rumah tangga gue sendiri.”

“Rumah tangga?” Amel menatapnya getir. “Yang kayak gitu lo sebut rumah tangga? Itu kandang dingin, Aina.”

Keheningan lagi. Aina menatap kosong, air matanya jatuh tanpa suara.

Amel pelan-pelan menurunkan nada suaranya. “Cuma lo yang bisa mutusin mau terus nunggu dia berubah, atau mulai sadar kalo lo cuma hidup di pernikahan sepihak.”

Aina tak menjawab, tatapan matanya kosong dan tangannya tampak gemetar.

***

Aina baru saja pulang dari rumah Amel. Sepanjang jalan, pikirannya terus berputar antara marah, malu, dan tidak percaya. Kata-kata Amel tadi masih terngiang di telinganya.

“Kalau dia udah nyuruh lo sewa gigolo, berarti dia emang udah gak peduli, Na. Coba aja, siapa tau lo malah dapet yang lebih ‘manusia’.”

Aina sempat menepis ide gila itu, menyebut Amel sudah tidak waras karena bisa-bisanya menyarankan hal seperti itu. Tapi semakin ia memikirkannya, semakin dalam rasa sakit di dadanya. ‘Apa benar semua ini udah sejauh itu?’

***

Malamnya, Aina menunggu Hans pulang. Begitu pintu kamar terbuka, ia langsung berdiri dari tepi ranjang.

“Hans, kita bisa ngomong bentar?” tanyanya pelan, berusaha menahan nada bergetar pada suaranya.

Hans hanya bisa menghela napasnya, lalu setelahnya mulai melepas jas dan jam tangannya sebelum duduk di kursi.

“Ada apa lagi? Aku capek, Aina.”

Aina menelan ludah. “Aku cuma pengen tahu… apa kamu bener-bener gak mau nyentuh aku?”

Hans menghela napas panjang. “Aina, aku udah bilang. Aku capek, tolong jangan bahas itu lagi.”

“Bukan cuma malam ini,” potong Aina cepat. “Udah bertahun-tahun, Hans. Kamu gak pernah mau. Aku masih istri kamu, dan aku cuma pengen ngerasa… kamu anggap aku istri, bukan orang asing di rumah ini.”

Hans berdiri, menatapnya dingin. “Kamu masih belum ngerti juga, ya?”

Air mata mulai menggenang di mata Aina. “Jadi aku harus ngelakuin apa? Apa aku beneran harus sewa gigolo kayak yang kamu bilang waktu itu?”

Hans diam sebentar, lalu menatap lurus tanpa ekspresi. “Iya. Kalau itu bisa bikin kamu tenang, ya udah. Sewa aja. Suruh dia hamili kamu sekalian, biar mamah juga berhenti nuntut cucu tiap hari.”

Aina membeku. “Kamu sadar gak apa yang kamu bilang?”

Hans mengangkat bahu. “Aku cuma realistis, Aina. Daripada kamu terus nyalahin aku, mending cari jalan keluar sendiri. Aku gak akan ganggu, gak akan marah, bahkan kalau nanti kamu hamil pun, aku bakal akui anak itu di atas nama kita. Selesai kan masalahnya.”

Aina melangkah mendekat, suaranya meninggi. “Kamu paham ga si sama yang kamu ucapin barusan?! Ini bukan hal sepele!”

Lalu dengan menghela napasnya, Aina kembali berucap. “Hans, kalo emang kamu ngerasa ada yang salah sama kesehatan kamu. kita bisa aja ke dokter, periksa bareng, siapa tau masalah itu bisa diatasi.”

Tapi Hans justru memutar tubuhnya, berbicara dengan suara keras dan dingin. “Aku gak perlu ke dokter, Aina! Udah, aku bilang sewa aja orang lain. Itu urusan kamu.”

Aina terdiam cukup lama setelah Hans membentaknya seperti itu. Dadanya terasa sesak, matanya terasa panas tapi tak ada air mata yang keluar.

“Jadi… kamu beneran gak mau nyentuh aku sama sekali?” terdengar suaranya pelan tapi bergetar. “Bahkan cuma buat coba?” tambahnya lagi.

Hans tidak menjawab. Ia mulai fokus pada ponselnya.

Aina menggigit bibir, menahan isak. “Atau… jangan-jangan…” ia berhenti sesaat, menatap punggung Hans dengan ragu. “Kamu… gay, Hans?”

Hans langsung menoleh. Wajahnya berubah dingin, tapi ada sesuatu di matanya antara marah dan kesal. “Apa tadi kamu bilang?” suaranya merendah, tapi tajam seperti pisau.

Aina mundur setengah langkah, tapi suaranya tetap bergetar melanjutkan, “Aku cuma nanya. Karena dari awal nikah, kamu gak pernah—”

“Cukup, Aina!” bentaknya keras. “Jangan ngomong sembarangan!”

“Terus aku harus mikir apa, Hans?” balas Aina dengan suara yang mulai pecah. “Kalau kamu gak gay… buktikan.”

Hans mengerutkan kening. “Apa maksud kamu?”

Aina melangkah mendekat, menatapnya lurus. “Sentuh aku, Hans. Sekali aja. Kalau kamu bukan gay, kalau kamu emang cuma capek atau gak mood, buktikan sekarang!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuhan Berondong Sewaanku   Sentuhan

    Rey sempat terdiam beberapa detik, jelas kaget dengan ucapan Aina. Tatapannya berpindah sedikit, lalu kembali menatap wanita itu dengan ekspresi datar. “Kamu yakin?” tanyanya singkat, nadanya datar tapi tidak menekan.Aina menelan ludah, berusaha tetap terlihat mantap. “Iya. Aku sangat yakin.” Rey hanya mengangguk kecil, seolah keputusan sebesar itu bukan sesuatu yang perlu diperdebatkan. “Oke. Terserah kamu,” ucap Rey tenang. “Tapi aku kasih tahu aja dari awal, kalau sampai kamu hamil, aku nggak akan tanggung jawab. Aku nggak mau terlibat sejauh itu.” Kata-katanya meluncur ringan, tapi cukup untuk membuat dada Aina menegang. Ia menatap Rey, mencari sedikit tanda keraguan atau rasa bersalah di wajah pria itu, tapi tidak ada. Tatapannya tetap tenang, dingin dan profesional. Aina memalingkan pandangannya sejenak. Tiba-tiba, rasa yakin yang tadi begitu kuat mulai retak perlahan. Ia mulai bertanya-tanya, apakah ini memang keputusan yang benar… atau hanya bentuk putus asa yang akan me

  • Sentuhan Berondong Sewaanku   Kalau Aku Gak Mau Pakai Pengaman?

    Senyum Aina memudar sesaat, sebelum ia menarik napas pelan. “Muda juga, ternyata,” gumamnya, lebih kepada diri sendiri.Aina menatapnya beberapa detik tanpa suara. Masih sulit membayangkan kalau malam inidia akan bercinta dengan pria semuda itu, bukan suaminya, bukan siapa-siapa, hanyaorang asing dari aplikasi.Ia menelan ludah, lalu memalingkan pandangan sebentar, mencoba menenangkan diri.Apa aku benar-benar akan melakukan ini? Dengan pria yang bahkan bisa kupanggil adik?Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi isi kepala Aina dan membuatnya sedikit ragu. Tapi di tengah itu, tiba-tiba bayangan wajah Hans yang dingin dan kata-katanya semalam kembali terngiang. Rasamarah dan kecewa akibat mengingat hal itu menekan rasa ragu yang tersisa.Aina menghela napas, lalu menatap Rey lagi.“Masuk aja. Duduk dulu,” katanya datar tapi tegas.Pria muda yang bernama Rey itu menatapnya sejenak, senyum tipisnya tak hilang. Mulai berjalan mendekat dengan langkahtenang, lalu duduk di sofa sebera

  • Sentuhan Berondong Sewaanku   Pertemuan Pertama

    Hans menatapnya dengan pandangan tak percaya, seolah baru saja ditampar. “Kamu gila, ya?” “Aku itu cuma minta kamu nyentuh aku yang notabenenya adalah istri kamu sendiri!” suara Aina meninggi, matanya mulai berkaca-kaca.“Itu hal paling normal dalam pernikahan, Hans! Tapi kamu selalu nolak! Selalu kasih alasan ga jelas! Jadi aku harus mikir apa, hah? Sekarang aku tanya sama kamu, alasan kamu ga pernah nyentuh aku apa karena jijik atau kamu emang sukanya sama laki-laki?” Mendengar istrinya berkata seperti itu, Hans mulai membentak, suaranya terdengar meledak. “Berhenti omong kosong, Aina! Aku laki-laki normal!”“Kenapa kamu marah?! Kalau kamu bukan gay, tinggal buktiin!” Aina mendekat, suaranya bergetar tapi nekat. “Sentuh aku, Hans! Cuma itu yang aku minta!” Hans mundur setengah langkah, wajahnya tegang. “Aina, cukup! Aku gak akan ngelakuin hal itu cuma buat buktiin omongan gila kamu tentang aku itu ga bener!” “Tapi kalo kamu terus-terusan nolak nyentuh aku kaya gini. Itu malah b

  • Sentuhan Berondong Sewaanku   Sentuh aku, Hans

    Aina langsung menatap Amel tajam, wajahnya berubah tegang. “Lo gila, Mel. Hans itu bukan gay. Dia cuma… capek aja. Tekanan kerja dia gede, tanggung jawabnya banyak. Karena dia seorang CEO, lo juga tau kan.” Amel mengangkat alisnya sinis. “Capek kerja, capek mikir, capek semua, tapi masa gak capek dinginin istri sendiri selama lima tahun? Itu cuman alesan Na, dia bukan capek, tapi dia emang gak mau nyentuh lo aja.” “Dia gak mungkin kayak gitu!” potong Aina cepat, suaranya meninggi. “Dia mungkin cuma butuh waktu.” “Waktu? Apa lima tahun juga masih gak cukup?” Amel mendengus. “Na, kalau dia masih cowok normal. Lo pasti gak bakal diperlakuin sekedar kayak furnitur di rumahnya sendiri. Dia bahkan ga nyentuh lo, gak peduli lo disalahin sama ibunya dan yang lebih parah lagi dia malah nyuruh lo sewa gigolo. Lo pikir itu suami normal?” Aina menatapnya dengan mata berkaca-kaca, menahan air mata. “Gue tetep… gak bisa percaya, Mel. Kalo dia—” “Lo gak mau percaya,” potong Amel tajam. “Karena

  • Sentuhan Berondong Sewaanku   Sewa Aja Gigolo!

    “Hans, malam ini bisa gak kita lakuin itu?” suara Aina pelan tapi tegas. Ia duduk di ujung ranjang, hanya mengenakan lingerie tipis, rambutnya tergerai menutupi sebagian bahu. “Udah hampir 5 tahun loh kita nikah, tapi kita ga pernah sama sekali berhubungan.” Hans yang baru masuk kamar hanya melirik sekilas sebelum melepas jasnya. “Aku capek, Aina. Lain kali.” “Lain kali?” Aina berdiri, menahan nada kesal. “Udah lima tahun menikah, ‘lain kali’-mu itu gak pernah datang. Kita ga pernah sekalipun berhubungan loh Hans, terus gimana bisa punya anak? ingin ibu kamu juga udah berapa puluh kali nanyain kapan kita kasih dia cucu.” Hans mendengus. “Bilang aja belum rezekinya. Apa susahnya?” Aina membulatkan mata, nadanya meninggi. “Susah karena semua orang nyalahin aku! ibu kamu terus ngomel, bilang aku mandul, padahal kan kamu yang gak pernah mau nyentuh aku!” Hans berhenti, tapi tak menoleh. Aina melangkah mendekat, suaranya bergetar antara marah dan sedih. “Aku tahu pernikahan ini kare

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status