Share

Bab 3

Penulis: Ardy
Saat menyeka tangan, aku tidak sengaja melepas cincin di jariku. Cincin tersebut menggelinding ke bawah wastafel.

Aku membungkukkan badan dengan bokong di udara mencari cincin di bawah wastafel, tetapi aku tidak menemukannya setelah mencari sekian lama.

Aku menggoyangkan bokongku dan masuk lebih dalam lagi ke kolong. Tiba-tiba, sebuah tubuh kekar menempel di bokongku.

Suara Felix yang familiar terdengar, "Kakak ipar, kau lagi ngapain?"

Aku tertegun selama beberapa detik, dan merasakan benda di antara paha Felix menempel di bokongku. Tiba-tiba, aku menyadari posisi kami saat ini persis sedang melakukan “itu”!

"Oh, aku sedang mencari cincinku," jawabku gugup dan ingin segera bangkit.

Aku meronta beberapa kali tetapi tidak bisa mundur sama sekali. Felix menghalangi jalanku sepenuhnya.

Alih-alih menjauh, dia malah berdiri di sana dan menikmati gesekan bokongku yang bergoyang tak beraturan karena aku terus meronta.

"Kakak ipar, tubuhmu sungguh menggoda."

Felix tertawa dan menepuk bokongku.

Sekujur tubuhku bergetar, aku mengumpat dengan malu dan marah, "Felix! Lepaskan aku! Gawat kalau sampai ada yang melihat nanti!"

Felix menjawab, "Setidaknya biarkan aku cuci tangan dulu lah."

"Oke, kalau begitu cepat cuci!"

Terdengar suara air dari atas, dan ada sedikit cipratan di bawah wastafel, lalu airnya menetes. Aku harus menyampingkan tubuhku agar terhindar dari air kotor.

Alhasil, bokongku pun ikut terangkat.

Felix menggesekkan kedua pahanya sambil mencuci tangan, dan sengaja menyodoriku beberapa kali.

Aku malu dan marah, tetapi tubuhku merasakan kenikmatan yang aneh, dan aku sangat menikmati sentuhan ini.

Kalau terus begini pasti gawat!

Aku meronta dan menabrak paha Felix dua kali, lalu berkata dengan marah, "Kenapa belum kelar? Aku mau keluar!"

Dia tersenyum dan berkata, "Kakak ipar, gimana aku bisa makan kalau aku nggak cuci tanganku sampai bersih? Tenanglah."

Arus hangat mengalir di perut bagian bawahku, dan aku merasakan air mengalir ke bawah. Aku pun menggigit bibirku, terlalu malu untuk merespon.

Felix akhirnya mundur. Begitu aku keluar, dia menatap dadaku, tatapannya gelap dan mengandung hasrat yang sangat jelas.

Aku menundukkan kepala dan melihat bajuku sudah basah, menampakkan belahan putih samar.

Felix tiba-tiba mengulurkan tangan dan menyentuh dadaku, menekan dan meremasnya dengan kuat.

Aku buru-buru memeluk diriku sendiri dan menatapnya dengan marah, "Ngapain kau?!"

Hasrat di matanya semakin kuat, dan tatapannya semakin membara. Dia mencengkeram tanganku dengan satu lengan, memeluk pinggangku, dan memalingkan wajahku ke cermin, lalu berkata dengan senyum licik, "Kakak ipar, kau masih berpura-pura suci! Lihat penampilanmu sekarang seperti apa."

Pantulanku di cermin kembali menunjukkan raut wajah yang mencari kenikmatan dan dipenuhi nafsu. Aku menundukkan kepala karena malu dan marah, tak berani menjawabnya.

Melihat ini, Felix tertawa seolah berhasil. Dia menarik tanganku ke toilet pria dan membanting pintunya hingga tertutup.

Dia menekanku hingga aku berlutut, sedangkan dia berdiri dengan kedua kaki terbuka di hadapanku, lalu mengangkat daguku sambil menyeringai, "Kakak ipar, kau pasti merasa sangat frustasi akhir-akhir ini karena kakakku pergi."

Aku menggelengkan kepala dengan kuat, tetapi pandanganku tak berhenti menatap tonjolannya, jantungku berdebar kencang.

Jika suamiku tahu, semuanya akan berakhir!

Akal sehatku terus berteriak, tetapi detik berikutnya, Felix menarik tanganku untuk melepaskan celananya. Aku terpana dengan pemandangan di hadapanku.

Aku tak kuasa menahan diri untuk menyentuh benda panas itu. Felix mencondongkan tubuh ke depan, mendekat ke mulutku, dan berkata sambil tersenyum, "Kakak ipar, kakakku memintamu untuk menjagaku. Bisakah kau membantuku memenuhi kebutuhan fisikku?" Sambil berbicara, dia menggesekannya ke pipiku dua kali.

Hatiku memanas, dan seluruh tubuhku terbakar seperti api.

Hanya kali ini!

“Mmph”

Sebelum aku sempat bereaksi, Felix melepaskan tangannya yang memegang belakang kepalaku, menarikku berdiri, mengangkat rokku, dan mengangkat salah satu kakiku.

"Jangan... Felix! Aku kakak iparmu!"

Felix hanya menyeringai nakal, tak peduli dan menerjangku dengan kasar dan arogan.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sentuhan Diam di Kereta Kota   Bab 8

    Seandainya aku tidak menyadari kelainan di tubuhku sebelumnya, mungkin rencana mereka sudah berhasil.Setelah keluar dari rumah sakit, aku menelepon Yosef dan memintanya untuk bertemu.Kami pun bertemu di sebuah restoran yang sering kami kunjungi saat pacaran.Yosef masih tersenyum seperti sebelumnya ketika melihatku, dan berkata dengan prihatin, "Sayang, aku sangat merindukanmu akhir-akhir ini. Sudah sembuh? Aku ingin menjengukmu, tapi nggak sempat."Mendengar kata-katanya yang pura-pura perhatian, aku merasa jijik dan berkata dengan santai, "Sudah sembuh."Dia menaruh makanan di piringku dan berkata dengan penuh nostalgia, "Kita sering datang ke restoran ini saat pacaran.""Ya, kita sering ke sini."Aku mengangguk dengan ekspresi kaku dan mati rasa, dan sebelum dia sempat lanjut berkata, aku melemparkan surat perjanjian cerai itu ke hadapannya."Tapi nggak ada kesempatan datang bersama lagi, Yosef, kita bercerai." Yosef menatap surat perjanjian cerai di atas meja dengan tidak percay

  • Sentuhan Diam di Kereta Kota   Bab 7

    Terdengar jelas Yosef menghela napas lega, lalu dia bertanya dengan ragu, "Kau nggak enak badan kenapa nggak bilang padaku malah telepon Linda? Aku kan di sampingmu!" Aku menjawab dengan sabar, "Felix ada di rumah saat itu, aku nggak enak memberitahumu, jadi aku SMS Linda tanya penyebabnya. Dia bilang dia akan datang melihat keadaanku. Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan." Yosef terus meminta maaf karena merasa dia kurang peduli padaku, lalu menutup telepon setelah beberapa saat. Aku merasa mual mendengar kepura-puraannya yang familier. Di permukaan, dia tampak sangat mencintaiku, tetapi sebenarnya diam-diam memberiku obat bius! Selama opname di rumah sakit, aku juga mulai menyelidiki Yosef.Pada hari ketiga rawat inap, aku bertemu Felix di rumah sakit. Yang mengejutkanku adalah dia datang ke rumah sakit bersama seorang pria.Mereka bergandengan tangan dan tampak sangat mesra. Jelas bukan hubungan biasa.Aku membuntuti mereka sampai di poliklinik proktologi. Seketika aku menyadari

  • Sentuhan Diam di Kereta Kota   Bab 6

    Aku menunggu dengan cemas di kamar mandi selama lebih dari sepuluh menit. Suamiku pun datang dan mengetuk pintu, suaranya terdengar mendesak, "Sayang, baik-baik saja? Kau sudah terlalu lama di dalam, mau kubantu?" Tubuhku sudah panas membara, kalau aku keluar sekarang, aku pasti menerkam lelaki. Tidak! Aku tidak boleh keluar! Aku membalas dengan keras, "Nggak apa-apa, aku hanya diare, nggak perlu khawatir." Namun suamiku tidak menyerah dan bersikeras mendobrak pintu, "Sayang, kau benar baik-baik saja? Kalau nggak, buka pintunya dan keluar, kubawa ke rumah sakit sekarang!"Dia mendobrak dua kali tetapi tidak berhasil. Ketika dia ingin terus mendobrak pintu, bel rumah berbunyi.Linda datang!Dia datang bersama suaminya dan langsung ke kamar mandi. Dia pun membawaku keluar dan berkata kepada Yosef, "Mona bilang dia sedang nggak enak badan. Aku akan membawanya ke rumah sakit untuk periksa."Wajah Yosef tampak kesal. Dia mengulurkan tangannya untuk menarikku ke sampingnya sambil berkata d

  • Sentuhan Diam di Kereta Kota   Bab 5

    Aku mengerutkan kening ketika mendengar nama Felix. Mengingat kejadian hari itu, aku benar-benar tidak menyukai adik ipar ini.Walaupun aku juga salah karena tidak menolaknya sejak awal, tapi saat dia tahu aku adalah kakak iparnya, dia masih melakukan hal-hal seperti itu. Moralnya patut dipertanyakan.Aku takut suamiku akan berpikir macam-macam, jadi aku tidak cerita apa pun padanya.Aku menemukan obat yang dibelinya, dan merasa agak aneh karena tidak ada label pada botol obat itu.Aku membawa botol itu ke dapur dan bertanya pada suamiku, "Kok nggak ada labelnya? Berapa banyak pil yang harus kuminum?"Suamiku melirik dan berkata, "Ketika dokter kasih obat ini, dia pakai botol obat lain. Nggak masalah. Makanlah tiga pil."Aku mengambil segelas air dan meneguknya sekaligus. Tak lama kemudian, pintu diketuk. Felix masuk dan melirikku. "Hei, kakak ipar nggak kerja hari ini?" Nada ringannya membuatku sangat tidak nyaman. Aku menjauh darinya dan berkata dengan acuh, "Iya, akhir pekan libur

  • Sentuhan Diam di Kereta Kota   Bab 4

    Di saat-saat genting itu, seseorang mengetuk pintu toilet. "Ada orang? Ponselku tertinggal di dalam, bisa tolong ambilkan?"Aku melihat sekeliling dan menemukan memang ada ponsel di atas toilet, dan pria itu terus mengetuk pintu dengan cemas.Felix menyerahkan ponsel itu kepadanya dengan kesal. Setelah berterima kasih, pria itu pun pergi.Gangguan mendadak ini menyadarkanku, dan aku sangat terkejut atas perilakuku sendiri.Ya ampun! Aku pasti gila!Aku hampir berhubungan intim dengan adik iparku!Aku segera merapikan pakaianku dan bergegas membuka pintu toilet untuk keluar.Felix meraih lenganku dan berkata dengan kesal, "Kakak ipar, kenapa buru-buru pergi?""Felix! Aku kakak iparmu!! Kalau kakakmu tahu apa yang kau lakukan padaku, dia nggak akan pernah memaafkanmu!"Aku sengaja mengancamnya dengan menyebut suamiku, tapi aku tidak menyangka Felix hanya manyun dan berkata, "Emangnya kenapa kalau kakakku tahu? Dia nggak akan marahi aku."Kusentakkan tangannya dengan susah payah, melotot

  • Sentuhan Diam di Kereta Kota   Bab 3

    Saat menyeka tangan, aku tidak sengaja melepas cincin di jariku. Cincin tersebut menggelinding ke bawah wastafel.Aku membungkukkan badan dengan bokong di udara mencari cincin di bawah wastafel, tetapi aku tidak menemukannya setelah mencari sekian lama.Aku menggoyangkan bokongku dan masuk lebih dalam lagi ke kolong. Tiba-tiba, sebuah tubuh kekar menempel di bokongku.Suara Felix yang familiar terdengar, "Kakak ipar, kau lagi ngapain?"Aku tertegun selama beberapa detik, dan merasakan benda di antara paha Felix menempel di bokongku. Tiba-tiba, aku menyadari posisi kami saat ini persis sedang melakukan “itu”! "Oh, aku sedang mencari cincinku," jawabku gugup dan ingin segera bangkit.Aku meronta beberapa kali tetapi tidak bisa mundur sama sekali. Felix menghalangi jalanku sepenuhnya.Alih-alih menjauh, dia malah berdiri di sana dan menikmati gesekan bokongku yang bergoyang tak beraturan karena aku terus meronta."Kakak ipar, tubuhmu sungguh menggoda." Felix tertawa dan menepuk bokongku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status