Share

Bab 2

Penulis: Ardy
Apa yang dia lakukan? Kita sedang di Damri, dan ada banyak orang di sekitar!

Bahkan melalui rokku, aku bisa merasakan ukurannya yang besar, sungguh menakjubkan.

Sesaat kemudian, tangan besar yang baru saja mempermainkanku mengangkat rokku dan mendekat.

Aku membeku dan menciut ke bagian depan, dan kakiku pun menjadi lemas.

Tidak ... Sama sekali tidak boleh, seandainya suamiku tahu.

Aku menenangkan diri dan menoleh ke arah Felix dan berkata, "Felix, hentikan!"

Felix sama sekali tidak menunjukkan rasa malu karena melakukan hal demikian terhadap kakak iparnya tadi. Dia menyeringai dan berkata dengan misterius, "Ternyata kakak iparku."

"Pakai celanamu dengan baik!"

Aku melirik ke bawah sambil menghardik dengan nada rendah, dan wajahku langsung memerah.

Pantas saja suamiku bilang gen baik dalam keluarga semuanya diturunkan ke adiknya.

Entah berapa banyak wanita yang akan dipuaskan karena ukuran sebesar ini!

Felix berkata sambil tersenyum sambil membenarkan celananya, "Kakakku sangat beruntung bisa menikahi istri secantikmu dan dengan tubuh sebagus ini."

Mendengarkan kata-katanya, yang terpikirkan olehku hanyalah tangannya yang bergerak maju mundur tadi, dan aku tak bisa berkata apa-apa.

Sesampainya di restoran, aku langsung ke kamar mandi dan mengganti celana dalamku yang basah sejak di Damri.

Sebelum membuang celana dalamku, aku mencium aroma tangan Felix yang tersisa di sana.

Pikiranku langsung dipenuhi otot-ototnya yang menonjol dan garis-garis otot halus di lengannya.

Jika aku tidak menghentikannya saat di Damri tadi, apakah dia akan melanjutkannya?

Tubuhnya begitu berotot dan terlatih, tangannya saja sudah sangat memuaskanku. Jika aku berada di bawahnya, aku pasti akan serasa di dunia fantasi.

Apa yang kupikirkan! Dia adalah adik iparku!

Aku memaksakan diri untuk tenang dan menyingkirkan semua pikiran yang tidak pantas ini.

Saat aku kembali ke tempat duduk, hidangan sudah tersaji.

Felix duduk di hadapanku, menatapku dengan senyum tipis, lalu tiba-tiba bertanya, "Kakak ipar, kau biasanya pakai seperti ini ke kelas?"

Aku memalingkan wajah dan mengangguk dengan tenang. "Iya, emangnya kenapa?"

Felix mengambilkan bakso untukku, dan tangannya yang besar tiba-tiba membuatku tersipu, tetapi dia tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa sambil berkata, "Nggak apa-apa, aku hanya membayangkanmu menari dengan rok ini. Apa penari balet harus berputar terus? Aku ingin sekali melihatmu berputar-putar sambil menari."

Aku adalah wanita dewasa, bagaimana mungkin aku tidak mengerti maksud perkataannya. Felix menggodaku dengan terang-terangan, tetapi aku tidak berani meresponnya. Bagaimana pun, aku tidak menolak tadi, dan reaksiku begitu kuat.

Aku pun berbisik, "Jangan kurang ajar, aku ini kakak iparmu."

Mendengar itu, Felix tersenyum lebih lantang lagi.

"Di zaman dulu, wanita cantik dan bertubuh seksi seperti kakak ipar harus melayani saudara-saudara suaminya yang lain. Sayang sekali aku bukan lahir di zaman kuno dan nggak dapat merasakan kenikmatan tersebut."

Dia menatap dadaku, mengamati dari pinggang hingga ke dadaku yang naik turun, lalu berkata sambil menatap, "Pinggangmu ramping, payudaramu besar, dan bokongmu begitu montok."

Tatapan tajamnya membuat wajahku memerah, bahkan ujung telingaku pun terasa panas. Sungguh memalukan!

Mendengar kata-kata Felix, tubuhku dipenuhi kenikmatan yang menggelora, dan wajahku yang merah padam tampak seperti sedang birahi.

Aku sadar aku harus menenangkan diri dulu dan tidak boleh membiarkan Felix menggodaku lagi!

Jadi, aku meletakkan sendokku dan berkata, "Aku ke toilet dulu."

Aku pun berlari ke kamar mandi dengan panik, berdiri di wastafel, menyalakan keran, dan bercermin sesaat.

Mataku berbinar-binar, pipiku merona. Penampilanku sekarang tidak lain terlihat sedang menggaet pria!

Pantas saja Felix berani berkata lantang padaku, benar-benar memalukan!

Aku mengambil air dan membasuhnya ke wajahku. Setelah beberapa kali, akhirnya pipiku tidak semerah tadi.

Orang lain keluar dari toilet. Aku takut mereka akan curiga dengan penampilanku, jadi aku mencuci tanganku beberapa kali, tidak berani pergi.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sentuhan Diam di Kereta Kota   Bab 8

    Seandainya aku tidak menyadari kelainan di tubuhku sebelumnya, mungkin rencana mereka sudah berhasil.Setelah keluar dari rumah sakit, aku menelepon Yosef dan memintanya untuk bertemu.Kami pun bertemu di sebuah restoran yang sering kami kunjungi saat pacaran.Yosef masih tersenyum seperti sebelumnya ketika melihatku, dan berkata dengan prihatin, "Sayang, aku sangat merindukanmu akhir-akhir ini. Sudah sembuh? Aku ingin menjengukmu, tapi nggak sempat."Mendengar kata-katanya yang pura-pura perhatian, aku merasa jijik dan berkata dengan santai, "Sudah sembuh."Dia menaruh makanan di piringku dan berkata dengan penuh nostalgia, "Kita sering datang ke restoran ini saat pacaran.""Ya, kita sering ke sini."Aku mengangguk dengan ekspresi kaku dan mati rasa, dan sebelum dia sempat lanjut berkata, aku melemparkan surat perjanjian cerai itu ke hadapannya."Tapi nggak ada kesempatan datang bersama lagi, Yosef, kita bercerai." Yosef menatap surat perjanjian cerai di atas meja dengan tidak percay

  • Sentuhan Diam di Kereta Kota   Bab 7

    Terdengar jelas Yosef menghela napas lega, lalu dia bertanya dengan ragu, "Kau nggak enak badan kenapa nggak bilang padaku malah telepon Linda? Aku kan di sampingmu!" Aku menjawab dengan sabar, "Felix ada di rumah saat itu, aku nggak enak memberitahumu, jadi aku SMS Linda tanya penyebabnya. Dia bilang dia akan datang melihat keadaanku. Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan." Yosef terus meminta maaf karena merasa dia kurang peduli padaku, lalu menutup telepon setelah beberapa saat. Aku merasa mual mendengar kepura-puraannya yang familier. Di permukaan, dia tampak sangat mencintaiku, tetapi sebenarnya diam-diam memberiku obat bius! Selama opname di rumah sakit, aku juga mulai menyelidiki Yosef.Pada hari ketiga rawat inap, aku bertemu Felix di rumah sakit. Yang mengejutkanku adalah dia datang ke rumah sakit bersama seorang pria.Mereka bergandengan tangan dan tampak sangat mesra. Jelas bukan hubungan biasa.Aku membuntuti mereka sampai di poliklinik proktologi. Seketika aku menyadari

  • Sentuhan Diam di Kereta Kota   Bab 6

    Aku menunggu dengan cemas di kamar mandi selama lebih dari sepuluh menit. Suamiku pun datang dan mengetuk pintu, suaranya terdengar mendesak, "Sayang, baik-baik saja? Kau sudah terlalu lama di dalam, mau kubantu?" Tubuhku sudah panas membara, kalau aku keluar sekarang, aku pasti menerkam lelaki. Tidak! Aku tidak boleh keluar! Aku membalas dengan keras, "Nggak apa-apa, aku hanya diare, nggak perlu khawatir." Namun suamiku tidak menyerah dan bersikeras mendobrak pintu, "Sayang, kau benar baik-baik saja? Kalau nggak, buka pintunya dan keluar, kubawa ke rumah sakit sekarang!"Dia mendobrak dua kali tetapi tidak berhasil. Ketika dia ingin terus mendobrak pintu, bel rumah berbunyi.Linda datang!Dia datang bersama suaminya dan langsung ke kamar mandi. Dia pun membawaku keluar dan berkata kepada Yosef, "Mona bilang dia sedang nggak enak badan. Aku akan membawanya ke rumah sakit untuk periksa."Wajah Yosef tampak kesal. Dia mengulurkan tangannya untuk menarikku ke sampingnya sambil berkata d

  • Sentuhan Diam di Kereta Kota   Bab 5

    Aku mengerutkan kening ketika mendengar nama Felix. Mengingat kejadian hari itu, aku benar-benar tidak menyukai adik ipar ini.Walaupun aku juga salah karena tidak menolaknya sejak awal, tapi saat dia tahu aku adalah kakak iparnya, dia masih melakukan hal-hal seperti itu. Moralnya patut dipertanyakan.Aku takut suamiku akan berpikir macam-macam, jadi aku tidak cerita apa pun padanya.Aku menemukan obat yang dibelinya, dan merasa agak aneh karena tidak ada label pada botol obat itu.Aku membawa botol itu ke dapur dan bertanya pada suamiku, "Kok nggak ada labelnya? Berapa banyak pil yang harus kuminum?"Suamiku melirik dan berkata, "Ketika dokter kasih obat ini, dia pakai botol obat lain. Nggak masalah. Makanlah tiga pil."Aku mengambil segelas air dan meneguknya sekaligus. Tak lama kemudian, pintu diketuk. Felix masuk dan melirikku. "Hei, kakak ipar nggak kerja hari ini?" Nada ringannya membuatku sangat tidak nyaman. Aku menjauh darinya dan berkata dengan acuh, "Iya, akhir pekan libur

  • Sentuhan Diam di Kereta Kota   Bab 4

    Di saat-saat genting itu, seseorang mengetuk pintu toilet. "Ada orang? Ponselku tertinggal di dalam, bisa tolong ambilkan?"Aku melihat sekeliling dan menemukan memang ada ponsel di atas toilet, dan pria itu terus mengetuk pintu dengan cemas.Felix menyerahkan ponsel itu kepadanya dengan kesal. Setelah berterima kasih, pria itu pun pergi.Gangguan mendadak ini menyadarkanku, dan aku sangat terkejut atas perilakuku sendiri.Ya ampun! Aku pasti gila!Aku hampir berhubungan intim dengan adik iparku!Aku segera merapikan pakaianku dan bergegas membuka pintu toilet untuk keluar.Felix meraih lenganku dan berkata dengan kesal, "Kakak ipar, kenapa buru-buru pergi?""Felix! Aku kakak iparmu!! Kalau kakakmu tahu apa yang kau lakukan padaku, dia nggak akan pernah memaafkanmu!"Aku sengaja mengancamnya dengan menyebut suamiku, tapi aku tidak menyangka Felix hanya manyun dan berkata, "Emangnya kenapa kalau kakakku tahu? Dia nggak akan marahi aku."Kusentakkan tangannya dengan susah payah, melotot

  • Sentuhan Diam di Kereta Kota   Bab 3

    Saat menyeka tangan, aku tidak sengaja melepas cincin di jariku. Cincin tersebut menggelinding ke bawah wastafel.Aku membungkukkan badan dengan bokong di udara mencari cincin di bawah wastafel, tetapi aku tidak menemukannya setelah mencari sekian lama.Aku menggoyangkan bokongku dan masuk lebih dalam lagi ke kolong. Tiba-tiba, sebuah tubuh kekar menempel di bokongku.Suara Felix yang familiar terdengar, "Kakak ipar, kau lagi ngapain?"Aku tertegun selama beberapa detik, dan merasakan benda di antara paha Felix menempel di bokongku. Tiba-tiba, aku menyadari posisi kami saat ini persis sedang melakukan “itu”! "Oh, aku sedang mencari cincinku," jawabku gugup dan ingin segera bangkit.Aku meronta beberapa kali tetapi tidak bisa mundur sama sekali. Felix menghalangi jalanku sepenuhnya.Alih-alih menjauh, dia malah berdiri di sana dan menikmati gesekan bokongku yang bergoyang tak beraturan karena aku terus meronta."Kakak ipar, tubuhmu sungguh menggoda." Felix tertawa dan menepuk bokongku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status