LOGINMei Yan langsung berdiri di samping Chen Fu di hadapan altar dan pria yang akan menikahkan mereka.
Muka Mei Yan merah badan. Keringat dingin keluar dari dahi. Bahkan kakinya gemetar. Dia seperti terlempar di dunia mimpi. Banyak sekali orang yang menatap ke arahnya. Apalagi saat ini dia memakai gaun pengantin berwarna putih yang sangat indah serta dandanan yang sangat cantik. "Apakah aku ini salah tempat? Tapi tidak apa-apa. Demi uang seratus ribu dolar itu akan aku jalani apa yang mereka inginkan," batin Mei Yan mencoba tersenyum menenangkan hati. Tingkah gadis itu menarik perhatian semua orang yang ada dalam pernikahan itu. Sebagian mereka berbisik-bisik menatap curiga pada Mei Yan. Sepertinya keluarga orang yang memaksa Mei Yan untuk menjadi pengantin adalah keluarga kaya raya terlihat dari orang-orang yang ada dalam tempat itu. Chen Fu mengeluarkan cincin pernikahan yang dibawanya kemudian mengambil tangan Mei Yan. "Eh, siapa namamu?" tanya Chen Fu langsung menatap gadis itu. Mei Yan terlihat sangat gugup dan kaku. Bagaimana tidak? Dia harus menjadi pengantin oleh laki-laki yang tidak pernah dia kenal sebelumnya dan duduk di atas kursi roda. Saat itu dia tidak berpikir panjang lagi apa yang akan dilakukan setelah menikah dengan pria lumpuh itu. Pikiran dia setelah mendapatkan uang itu dia akan kabur dan kembali ke rumahnya. Bagaimana dengan papanya yang di rumah pasti menunggu kedatangannya. Kalau dia langsung menikah dengan pria asing itu tanpa sepengetahuan papanya. "Tenang, aku tidak akan berbuat aneh-aneh kepadamu. Yang penting kamu mau menjadi pengantinku dan menyelamatkan pernikahan ini," ucap Chen Fu sangat tegas dan dingin. Suara pria itu seperti suara dari dunia lain yang sangat jauh dan tegas. Mendadak Mei Yan jadi takut. Apakah pria ini adalah pria yang jahat atau bagaimana? Nyonya Chen dan Chen Yung sangat terkejut. melihat kehadiran wanita asing yang menjadi pengantin wanita dari kakaknya. Chen Yung tidak pernah menduga kalau semua rencana yang mereka susun sangat rapi buyar seketika karena Wong Yee kabur dari acara yang sudah ditunggu-tunggu itu. Chen Yung buru-buru mendekati Mei Yan dan Chen Fu yang akan mengucapkan janji pernikahan. "Stop! Jangan lanjutkanlah pernikahan ini. Kita tidak kenal dengan wanita yang ada di sebelah kakakku itu!" teriak Chen Yung. Seketika tangan Chen Fu yang akan menyematkan cincin berlian di jemari Mei Yan berhenti dan menatap adiknya dengan sorot tajam. "Ada apa? Apa yang terjadi? Jangan kau menghentikan pernikahan ini!" bentak Chen Fu. "Maaf Kakak Chen Fu. Dia bukan pengantin wanitanya. Sebenarnya kakak harus menikah dengan Wong Yee. Kenapa bisa menjadi wanita ini?" tanya Chen Yung melotot pada Mei Yan. "Ada apa sebenarnya? Aku tidak peduli mau menikah dengan siapa saja. Toh dengan Wong Yee aku juga tidak begitu kenal," tegas Chen Fu. "Bagi kalian aku segera menikah kan? Tidak peduli dengan siapa saja." "Tidak bisa Kak. Pernikahan tidak bisa dilanjutkan. Batalkan saja!" ucap Chen Yung. Pria yang memakai jas warna hitam itu langsung meraih jemari Mei Yan. Lalu menggenggamnya. "Kali ini tidak bisa. Aku tidak akan membatalkan pernikahan ini," ucap Chen Fu dengan berat. Dia memberikan kode kepada ajudan dan orang yang di depannya akan segera memulai acaranya. Chen Yung berdiri kaku. Chen Fu dan Mei Yan akhirnya menikah walaupun Chen Yung dan mamanya ,Nyonya Chen seperti tidak suka. Apalagi melihat kehadiran Mei Yan sebagai pengganti Wong Yee. Setelah mengikuti banyak acara, dengan tidak banyak bicara akhirnya Chen Fu mengajak Mei Yan pulang ke satu villa di Yuen long. Salah satu distrik negara Hongkong. Chen Fu memakai mobil warna merah yang dihiasai bunga sebagai mobil pengantin sementara di belakangnya ada mobil para ajudan. Iring-iringan mobil itu meninggalkan hotel tempat resepsi pernikahan. Di dalam mobil, Mei Yan berkeringat dingin. Sangat kaku dan canggung. Apalagi sejak tadi Chen Fu meliriknya dengan sembunyi-sembunyi. Mei Yan memandangi gedung-gedung bercakar yang dilewati sepanjang jalan menuju ke villa Yuenlong. Dia mencubit pipinya. Memastikan kalau saat ini dia tidak bermimpi. Mei Yan teringat dengan papanya. Pasti pria tua itu menunggunya di rumah. Bagaimana kalau dia mencarinya karena tidak pulang. "Maaf Tuan. Bolehkah aku mengabari keluargaku?" tanya Mei Yan sedikit ragu. "Ada apa dengan keluargamu?" tanya Chen Fu tanpa menoleh kepada gadis itu. "Papaku tidak tahu kalau aku menikah hari ini. Dia pasti sangat terkejut kalau nanti malam putrinya tidak pulang," jawab Mei Yan. "Kalau begitu kamu kabari saja. Apakah aku boleh berbohong kepada papaku, Tuan. Kalau sebenarnya aku belum menikah. Takut papaku tidak suka karena aku menikah tanpa izin dan bilang dulu dengan papa," ucap Mei Yan dengan jujur. "Tidak masalah." Dengan gemetar Mei Yan mengambil ponsel dari tas kecil miliknya kemudian mengirimkan pesan kepada papanya. Baru dia bisa bernafas lega. "Tuan, apakah malam ini aku akan tidur di rumahmu?" tanya Mei Yan polos. Pria itu tidak menjawab. Dia menatap gadis yang duduk di sebelahnya. "Apa maumu? Apakah kamu ingin pulang?" tegas Chen Fu.Felix tidak tahu harus bicara apa dengan bosnya. Mudah-mudahan Mei Yan belum tahu berita kecelakaan suaminya. Dia juga masih memastikan apakah itu benar-benar mobil Chen Fu atau mobil lain. Menunggu ada laporan resmi dari pemerintah atau polisi yang menangani kecelakaan itu. Baru memikirkan bagaimana caranya untuk bicara dengan Mei Yan, seorang perawat datang memanggil Felix. Dengan tergesa pria berkacamata itu mengikuti langkah suster yang berambut panjang itu. Seorang wanita muda dengan rambut pendek dengan dandanan yang sederhana saja. Dia memakai masker duduk menunggu kedatangan Felix. Begitu pria itu datang langsung menjabat tangan Felix dengan hamgat."Selamat Tuan, sebentar lagi Tuan akan menjadi seorang ayah," kata dokter itu. Felix hanya bengong saja. Masih tidak mengerti apa yang terjadi. Mengapa dokter itu mengatakan kalau sebentar lagi dia akan menjadi ayah sedangkan dirinya belum menikah. Padahal ketika masuk ke rumah sakit itu hanya menggunakan data Mei Yan saja. Tidak
Felix dengan hati-hati menaruh tubuh Mei Yan di atas sofa. Apalagi Mei Yan saat itu memakai celana yang sangat pendek dengan memakai kaos oblong pula. Sehingga terlihat jelas paha mulusnya. Felix sempat menelan ludah ketika badan Mei Yan menyentuh tubuhnya. Ada debaran aneh yang dia tidak mengerti. Pria itu harus menahan diri agar tidak tergoda. Saat itu hanya ada dirinya dan Mei Yan. "Nyonya Muda, apa kamu sudah siap? Aku akan mencabut kaca yang ada di kakimu kemudian akan menambal untuk mengobatinya. Maafkan aku ya Nyonya Muda, karena menyentuh kaki dan tubuhmu. Aku tidak bermaksud untuk kurang ajar," ujar Felix. Mei Yan tidak menjawab. Dia hanya mengangguk tanda setuju. Sambil meringis menahan sakit. Dia sudah tidak peduli dengan apa yang terjadi. Pikirannya mendadak pada Chen Fu yang pamit kerja dan ada rapat ke negara Macau. "Apa kamu sudah telepon bosmu, Felix?" tanya Mei Yan sambil memejamkan matanya. "Belum Nyonya. Namun, aku sudah nanya Austin pas mau berangkat
Chen Fu mengernyitkan dahi mendengar ucapan pengawal kiriman dari adiknya, Chen Yung. Dari awal berangkat dari kantor, Chen Yung sudah ngeyel ingin menempatkan pria berkulit hitam itu sebagai tambahan pengawal pribadinya. Tapi mendadak di tengah jalan dia minta turun karena ada perintah dari Chen Yung untuk mengerjakan yang lain. Tanpa pikir panjang jangan, Chen Fu kemudian menyetujui permintaan dari pengawal itu. "It's oke. No problem. Jika Chen Yung menyuruhmu untuk mengerjakan yang lain. Aku bisa berangkat dengan Austin ke negara Makau. Paling cuma untuk menghadiri rapat penting biasa kemudian siang kami akan balik ke kantor," ucap Chen Fu. Pria berkulit hitam itu turun dari mobil tanpa menatap pada Chen Fu. Austin tetap duduk di samping Chen Fu sambil mengamati gerak-gerik pengawal kiriman dari Chen Yung. Setelah itu dia berbisik."Tuan, apa maksud Tuan Chen Yung mengirimkan pengawal kemudian berhenti di tengah jalan. Padahal ini sudah mau mendekati negara Makau. Apa Tuan berpik
Mobil baru sampai di pinggir kota, mendadak Chen Fu ingin membeli sesuatu dan mengirimkan pada istri tercinta. Dia memerintahkan supir untuk berhenti. Di dalam mobil itu ada Austin, supir dan pria berkulit hitam, anak buah Chen Yung. "Charlos, tolong berhenti di depan toko bunga ya!" titah Chen Fu. "Baik Tuan," sahut Charlos. Dia menghentikan mobil ketika sampai di depan toko bunga anggrek di pinggir kota. "Austin, tolong belikan satu kuntum bunga anggrek yang berwarna ungu di sana!" ucap Chen Fu. "Buat apa Tuan? Bukannya kita sudah dikejar waktu untuk segera sampai di negara Macau siang ini," protes Austin. Chen Fu menghela nafas. Dia merasakan sesuatu yang tidak biasa. Kemudian dia meraba cincin pernikahannya. "Sudahlah. Beli saja! Jangan membantah! Mendadak aku sangat merindukan istriku. Padahal belum satu hari aku meninggalkan wanita bawel itu," tegas Chen Fu. Pria hitam yang ada di bangku depan tidak juga menoleh. Dia fokus pada jalan saja. "Baiklah, Tuan," ucap
Chen Fu gegas ke ruangannya. Dia hanya mengambil lap top dan semua berkas yang sudah disiapkan Moudy untuk rapat pemegang saham di Macau. Austin juga ikut bersamanya. Sementara Moudy hanya mengekor dari belakang. Mendadak Nyonya Chen dan putranya masuk dalam ruangan Chen Fu. Mereka tersenyum ramah seolah menyambut kedatangan putranya. "Selamat pagi Chen Fu. Kenapa tidak pulang ke villa semalam? Apa yang terjadi?" tanya Nyonya Chen sambil mau memeluk putranya. Namun Chen Fu mundur tidak mau dipeluk wanita itu. "Lalu mana wanita kampung itu? Kok tidak ikut lagi ke kantor?" tanya Nyonya Chen sambil matanya mengelilingi ruangan mencari Mei Yan. Sepertinya sangat penasaran kenapa istri Chen Fu tidak ikut ke kantor. "Aku tidak kemana-mana. Hanya ingin menikmati bulan madu bersama istriku saja. Mami ada masalah? Kalau aku tidak pulang mungkin kalian juga bahagia. Jika aku dan istriku tidak pulang ke Villa jadi tidak ada yang mengganggu kalian. Waktu itu istriku membuat Mami sangat kesal
Di Villa kediaman keluarga Chen. Wanita berambut pendek dan anaknya, berunding di kamar pribadi mereka. Seperti ada peristiwa penting sehingga mereka nampak sangat panik. "Bagaimana penyerangan pertama,Mami?" tanya Chen Yung kepada wanita yang berdiri sambil berdekap memandang jendela kamar. "Orang-orang suruhanku gagal mengenai sasaran. Ternyata dia berada di mobil lain. Sungguh tipuan yang sangat membuat aku muak dan ingin muntah!" geram wanita cantik itu. Pandangannya nanar. Susah payah dia membayar orang tapi tidak berhasil. Dia sudah tidak sabar ingin berkuasa di Dinasty Grup. "Apa Mami sudah mengirimkan mata-mata lain untuk menyelidiki di mana Chen Fu berada?" "Sudah tapi sepertinya anak itu menghilang tanpa jejak bahkan bersama istrinya dan kedua ajudan. Ke mana dia semalam menginap dengan istrinya dan dua ajudan itu?" Nyonya Chen balik menatap putranya. "Aku sangat penasaran Di mana rumah gadis kampung itu? Apa kita buat siasat lain lagi, pasti Chen Fu tidak berdaya kala







