LOGINFelix dengan hati-hati menaruh tubuh Mei Yan di atas sofa. Apalagi Mei Yan saat itu memakai celana yang sangat pendek dengan memakai kaos oblong pula. Sehingga terlihat jelas paha mulusnya. Felix sempat menelan ludah ketika badan Mei Yan menyentuh tubuhnya. Ada debaran aneh yang dia tidak mengerti. Pria itu harus menahan diri agar tidak tergoda. Saat itu hanya ada dirinya dan Mei Yan. "Nyonya Muda, apa kamu sudah siap? Aku akan mencabut kaca yang ada di kakimu kemudian akan menambal untuk mengobatinya. Maafkan aku ya Nyonya Muda, karena menyentuh kaki dan tubuhmu. Aku tidak bermaksud untuk kurang ajar," ujar Felix. Mei Yan tidak menjawab. Dia hanya mengangguk tanda setuju. Sambil meringis menahan sakit. Dia sudah tidak peduli dengan apa yang terjadi. Pikirannya mendadak pada Chen Fu yang pamit kerja dan ada rapat ke negara Macau. "Apa kamu sudah telepon bosmu, Felix?" tanya Mei Yan sambil memejamkan matanya. "Belum Nyonya. Namun, aku sudah nanya Austin pas mau berangkat dari kant
Chen Fu mengernyitkan dahi mendengar ucapan pengawal kiriman dari adiknya, Chen Yung. Dari awal berangkat dari kantor, Chen Yung sudah ngeyel ingin menempatkan pria berkulit hitam itu sebagai tambahan pengawal pribadinya. Tapi mendadak di tengah jalan dia minta turun karena ada perintah dari Chen Yung untuk mengerjakan yang lain. Tanpa pikir panjang jangan, Chen Fu kemudian menyetujui permintaan dari pengawal itu. "It's oke. No problem. Jika Chen Yung menyuruhmu untuk mengerjakan yang lain. Aku bisa berangkat dengan Austin ke negara Makau. Paling cuma untuk menghadiri rapat penting biasa kemudian siang kami akan balik ke kantor," ucap Chen Fu. Pria berkulit hitam itu turun dari mobil tanpa menatap pada Chen Fu. Austin tetap duduk di samping Chen Fu sambil mengamati gerak-gerik pengawal kiriman dari Chen Yung. Setelah itu dia berbisik."Tuan, apa maksud Tuan Chen Yung mengirimkan pengawal kemudian berhenti di tengah jalan. Padahal ini sudah mau mendekati negara Makau. Apa Tuan berpik
Mobil baru sampai di pinggir kota, mendadak Chen Fu ingin membeli sesuatu dan mengirimkan pada istri tercinta. Dia memerintahkan supir untuk berhenti. Di dalam mobil itu ada Austin, supir dan pria berkulit hitam, anak buah Chen Yung. "Charlos, tolong berhenti di depan toko bunga ya!" titah Chen Fu. "Baik Tuan," sahut Charlos. Dia menghentikan mobil ketika sampai di depan toko bunga anggrek di pinggir kota. "Austin, tolong belikan satu kuntum bunga anggrek yang berwarna ungu di sana!" ucap Chen Fu. "Buat apa Tuan? Bukannya kita sudah dikejar waktu untuk segera sampai di negara Macau siang ini," protes Austin. Chen Fu menghela nafas. Dia merasakan sesuatu yang tidak biasa. Kemudian dia meraba cincin pernikahannya. "Sudahlah. Beli saja! Jangan membantah! Mendadak aku sangat merindukan istriku. Padahal belum satu hari aku meninggalkan wanita bawel itu," tegas Chen Fu. Pria hitam yang ada di bangku depan tidak juga menoleh. Dia fokus pada jalan saja. "Baiklah, Tuan," ucap
Chen Fu gegas ke ruangannya. Dia hanya mengambil lap top dan semua berkas yang sudah disiapkan Moudy untuk rapat pemegang saham di Macau. Austin juga ikut bersamanya. Sementara Moudy hanya mengekor dari belakang. Mendadak Nyonya Chen dan putranya masuk dalam ruangan Chen Fu. Mereka tersenyum ramah seolah menyambut kedatangan putranya. "Selamat pagi Chen Fu. Kenapa tidak pulang ke villa semalam? Apa yang terjadi?" tanya Nyonya Chen sambil mau memeluk putranya. Namun Chen Fu mundur tidak mau dipeluk wanita itu. "Lalu mana wanita kampung itu? Kok tidak ikut lagi ke kantor?" tanya Nyonya Chen sambil matanya mengelilingi ruangan mencari Mei Yan. Sepertinya sangat penasaran kenapa istri Chen Fu tidak ikut ke kantor. "Aku tidak kemana-mana. Hanya ingin menikmati bulan madu bersama istriku saja. Mami ada masalah? Kalau aku tidak pulang mungkin kalian juga bahagia. Jika aku dan istriku tidak pulang ke Villa jadi tidak ada yang mengganggu kalian. Waktu itu istriku membuat Mami sangat kesal
Di Villa kediaman keluarga Chen. Wanita berambut pendek dan anaknya, berunding di kamar pribadi mereka. Seperti ada peristiwa penting sehingga mereka nampak sangat panik. "Bagaimana penyerangan pertama,Mami?" tanya Chen Yung kepada wanita yang berdiri sambil berdekap memandang jendela kamar. "Orang-orang suruhanku gagal mengenai sasaran. Ternyata dia berada di mobil lain. Sungguh tipuan yang sangat membuat aku muak dan ingin muntah!" geram wanita cantik itu. Pandangannya nanar. Susah payah dia membayar orang tapi tidak berhasil. Dia sudah tidak sabar ingin berkuasa di Dinasty Grup. "Apa Mami sudah mengirimkan mata-mata lain untuk menyelidiki di mana Chen Fu berada?" "Sudah tapi sepertinya anak itu menghilang tanpa jejak bahkan bersama istrinya dan kedua ajudan. Ke mana dia semalam menginap dengan istrinya dan dua ajudan itu?" Nyonya Chen balik menatap putranya. "Aku sangat penasaran Di mana rumah gadis kampung itu? Apa kita buat siasat lain lagi, pasti Chen Fu tidak berdaya kala
Selesai mandi, Chen Fu keluar dari kamar mandi hanya mengenakan selembar kain penutup bagian yang sangat sensitif. Badannya yang kekar dengan perut ramping dan rambut yang masih basah terlihat sangat menggoda. Sementara itu Mei Yan merapikan tempat tidur yang semalam sudah dipakai untuk bercinta. Tidak layaknya seorang nyonya muda, dia bersikap biasa saja. Tidak ada yang istimewa. "Hai apa yang kamu lakukan?" tanya Chen Fu ketika melihat istrinya merapikan tempat tidur mereka. "Memang apa yang kamu lihat?"Mei Yan menoleh ambil tersenyum."Kamu bukan kayak nyonya muda. Merapikan tempat tidurmu sendiri?""Aku tidak biasa berantakan. Ranjang adalah tempat terakhir untuk menghilangkan capek dan kesal. Bahkan aku suka tidur seharian kalau lagi kesal. Bajumu di atas tempat tidur."Mei Yan menunjuk pada baju dan setelan jas yang ada di tempat tidur. "Apa kamu tidak mau menolongku? Mendadak aku gak bisa pakai baju dan dasi."Chen Fu bersikap manja dengan istrinya. "Hei, sejak kapan kam







