Tubuh Mei Yan yang mungil berada di atas ranjang sementara tubuh Chen Fu berada di atas tubuh gadis itu. Hingga bibir mereka terpaut. Reflek Mei Yan mendorong tubuh pria itu ke samping.
"Eh Tuan. Jangan macam-macam! Tuan ini kakinya sedang lumpuh, tidak ada daya kalau macam-macam nanti aku ngambil pisau!" ancam Mei Yan. Chen Fu melotot menatap Mei Yan. "Siapa juga yang mendorongmu. Kamu saja yang tidak mampu menarik tubuhku," bantah Chen Fu. "Lagian kamu yang meminta aku untuk membantumu ke atas ranjang. Biasanya siapa yang melayani kamu?" sungut Mei Yan mengelap bibirnya dengan tangan. Tadi sempat bersentuhan dengan bibir Chen Fu. "Di sini banyak pelayan. Tapi aku punya istri jadi istriku yang sekarang melayani." "Hei aku tegaskan sekali lagi. Aku ini bukan pelayan tapi aku ini hanya kerja sesuai perjanjian. Kontrak kita sudah selesai." "Siapa yang bilang aku mengontrak kamu. Toh kita sudah menikah di depan orang banyak. Tidak ada perjanjian hitam di atas putih. Apa kamu bisa membuktikan kalau aku sudah mengontrak kamu?" tanya Chen Fu dengan sinis. Mei Yan menelan ludah. "Dasar Tuan Muda pikirannya mesum, licik. Awas aja kalau tanganmu itu menyentuh kulitku," ancam Mei Yan. "Terus bagaimana ini? Masa aku dibiarkan begini saja," ucap Chen Fu telentang dengan celana panjang dan baju putih. "Tolong ambilkan piyama di dalam lemari itu. Aku akan berusaha duduk untuk mengganti baju. Tolong bantu aku duduk!" pinta Chen Fu. "Bagaimana dengan kakimu?" "Ya kalau kamu tidak mau menggantikan celanaku aku bisa mengganti sendiri," tandas Chen Fu. "Huh sangat merepotkan. Benar saja wanita itu kabur dari pernikahan. Ternyata punya suami lumpuh seperti ini. Wanita mana yang akan sanggup melayanimu." Chen Fu hanya diam. Tatapannya kosong ke depan. Mei Yan mengambil piyama yang ada di dalam lemari dan memberikannya kasar kepada pria itu. Mei Yan membantu pria itu duduk dengan punggungnya bersandar pada bantal besar. Dengan sigap tangannya membuka baju putih lengan panjang. "Eitts! Jangan buka dulu! Aku tidak mau melihat dadamu. Aku mau menghadap ke pintu!" teriak Mei Yan. "Ya sudah. Sana balikkan badanmu! Aku mau ganti baju?" Mei Yan langsung memutar badannya dan menghadap ke pintu. Sementara Chen Fu membuka baju lengan putih miliknya kemudian mengganti dengan piyama. Melemparkan bajunya ke lantai. Setelah itu dia berusaha mengganti celana panjangnya. Dia melirik sebentar ke arah Mei Yan. Sambil tersenyum sinis. "Tuan, apakah sudah selesai?" tanya Mei Yan. "Aku sudah pakai baju tapi susah melepaskan celanaku ini. Bisa kamu tolong aku?" Chen Fu menggoda Mei Yan. "Hah! Mana bisa aku melepaskan celanamu? Bagaimana mungkin?" "Ya mungkin saja. Kamu kan istriku. Lalu siapa yang akan melepaskan celanaku? Apakah aku harus memanggil pembantu?" "Ah bukan merepotkan saja," gerutu Mei Yan. "Tenang aku tidak akan ngapa-ngapain." "Ya sudah balikan tubuhmu! Tolong aku sudah capek ingin segera tidur," pinta Chen Fu. Walau sangat kesal Mei Yan membalikkan badan dan mendekati pria itu. "Aku tidak bisa melepaskan celanaku ini. Terlalu ketat," ucap Chen Fu. "Makanya Tuan, kalau pakai celana jangan ketat-ketat seperti ini. Tuan lumpuh kakinya, tidak bisa bergerak kenapa memakai celana yang ketat?" "Ini sudah satu setel baju pengantin sama jasnya. Kenapa kamu protes terus. Cepat lepaskan! Awas ya jangan menyentuh barang rahasiaku!" ancam Chen Fu. "Dih siapa juga yang mau menyentuh. Aku melepas celanamu karena permintaanmu," sahut Mei Yan memajukan bibirnya. Dia membantu melepaskan celana panjang milik Chen Fu. "Maaf Tuan, saya sambil memejamkan mata ya. Nanti takut melihat barang pribadi milik Tuan," ucap Mei Yan. "Terserah kamu. Yang penting aku memakai celana piyama itu," sahut Chen Fu sambil memicingkan matanya sedikit. Mengintip gadis cantik yang berusaha menolongnya. Mei Yan melepaskan celana panjang milik Chen Fu dan menggantikannya dengan celana piyama. Dia sangat terkejut ketika melihat benda aneh yang menyembul di antara kedua paha Chen Fu. "Eh apa itu?" "Eh kamu gadis kecil! Kamu jangan punya pikiran mesum ya. Ini masih original aku belum pernah berhubungan dengan siapa-siapa. Tidak ada satu wanita pun yang berhak menyentuhnya," tandas Chen Fu. "Dih Tuan, aku juga tidak akan menyentuh," balas Mei Yan. Setelah menggantikan celana piyama kemudian dia menggantung celana dan baju Chen Fu di dalam lemari. "Sudah selesai belum Tuan? Aku boleh tidur. Apakah di sini ada tikar?" tanya Mei Yan. "Hah! Tikar? Buat apa? Aku ini orang kaya. Tidak mungkin aku punya tikar di dalam kamar." "Lalu aku tidur di mana?" tanya Mei Yan polos. "Ya di atas ranjang ini." "Aku tidak mau nanti malam kalau aku sudah tidur lelap, Tuan menyentuh tubuhku." Chen Fu tertawa hingga badannya tergunjang. "Ternyata kamu lucu juga ya. Takut dengan pria yang kakinya lumpuh. Mana mungkin aku bisa menyentuhmu. Kalaupun aku bisa menyentuhmu kamu juga bisa menendang atau memukulku. Kan kakiku tidak bisa digerakkan." "Oh iya ya kaki Tuan kan lumpuh. Jadi tidak bisa bergerak. Kalau gitu aman deh aku tidur di sebelah Tuan. Ini pembatasnya. Jangan sampai Tuan melewati batas ini," kata Mei Yan meletakkan guling besar di tengah-tengah mereka. Chen Fu tidak peduli. Dia kemudian menarik selimut dan tidur dengan posisi miring membelakangi Mei Yan. Begitu juga dengan gadis itu. Semalaman Mei Yan tidak bisa tidur. Dia kemudian mengambil ponselnya. Banyak sekali pesan yang diterima di ponsel itu. Tapi dia tidak berani menjawab bahkan telepon dari pesan papanya. Berkali-kali juga ada panggilan yang tidak terjawab. Bagaimana dia harus menjelaskan kepada papa dan teman-temannya kalau dia sudah menikah dengan Tuan Chen Fu? Sesekali dia menengok kepada pria berbadan besar yang sudah tidur di sebelahnya. Takut tangannya kurang ajar dan menyentuh kulitnya. Dia tidak bisa memejamkan mata. Tidur di kamar semewah dan seluas itu. Seperti mimpi saja. Sementara itu Chen Fu sudah mendengkur dengan keras tanpa peduli dengan gadis yang ada di dalam kamarnya. Mei Yan bangkit mengintip pemandangan dari balik gorden. Sangat indah villa itu dari atas jendela lantai tiga dia bisa memandang pegunungan dan lampu-lampu apartemen-apartemen yang jauh di bawah sana. "Indah sekali tempat ini. Tapi kenapa aku tidak bahagia. Mungkin aku tidur satu ranjang dengan pria yang tidak aku kenal Bagaimana dengan Jeff? Apakah dia mencariku?" pikir Mei Yan. Jeff adalah pria tampan yang sangat ditaksirnya tapi pria itu belum memberikan sinyal bahkan akan menolak cintanya. Jeff pengusaha muda bidang property di Hongkong. Mungkin karena Jeff adalah anak orang kaya sedangkan Mei Yan hanya anak penjual mie yang mempunyai restoran kecil di daerah Yuen Long. Dia melihat jam besar yang ada di sudut kamar. Sudah pukul dua dini hari tapi dia belum juga mengantuk. "Apa yang akan aku lakukan di sini? Sepertinya Nyonya itu sama anaknya tidak suka denganku. Baru datang sudah mengusirku. Lalu kenapa harus di sini bersama suami lumpuh dan dingin? Apa aku besok kabur saja ya?" pikir Mei Yan. Akhirnya pukul tiga dini hari Mei Yan bisa memejam mata dengan memeluk guling besar yang ada di sebelah. Dia merasa lega karena Chen Fu kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Sehingga dalam pikirannya tidak akan mungkin mengganggunya. Sinar matahari pagi musim panas menyeruak masuk dari gorden kamar yang lupa Mei Yan tutup. Ketika bangun Mei Yan membuka mata. Dia mendapati kaosnya tersingkap sehingga pahanya yang putih terlihat dan lebih seram lagi kaki Chen Fu menimpah pada pahanya. "Aaaaaaa!" teriak Mei Yan histeris hingga Chen Fu terbangun. "Hei ada apa?"Selesai mandi, Chen Fu keluar dari kamar mandi hanya mengenakan selembar kain penutup bagian yang sangat sensitif. Badannya yang kekar dengan perut ramping dan rambut yang masih basah terlihat sangat menggoda. Sementara itu Mei Yan merapikan tempat tidur yang semalam sudah dipakai untuk bercinta. Tidak layaknya seorang nyonya muda, dia bersikap biasa saja. Tidak ada yang istimewa. "Hai apa yang kamu lakukan?" tanya Chen Fu ketika melihat istrinya merapikan tempat tidur mereka. "Memang apa yang kamu lihat?"Mei Yan menoleh ambil tersenyum."Kamu bukan kayak nyonya muda. Merapikan tempat tidurmu sendiri?""Aku tidak biasa berantakan. Ranjang adalah tempat terakhir untuk menghilangkan capek dan kesal. Bahkan aku suka tidur seharian kalau lagi kesal. Bajumu di atas tempat tidur."Mei Yan menunjuk pada baju dan setelan jas yang ada di tempat tidur. "Apa kamu tidak mau menolongku? Mendadak aku gak bisa pakai baju dan dasi."Chen Fu bersikap manja dengan istrinya. "Hei, sejak kapan kam
Malam itu Mei Yan tidur sambil dipeluk oleh suaminya. Walaupun belum ada cinta tapi dia merasa sangat nyaman dan aman. Setelah pelukan Papanya waktu kecil baru kali ini dia merasa aman dipeluk lagi oleh laki laki lain selain pelukan seorang ayah kepada putrinya melainkan dari seorang laki-laki yang sudah menjadi suaminya.Wanita itu tidur sambil tersenyum. Seolah tidak ada apa-apa. Hatinya tenang. Walaupun di hatinya kangen sekali dengan papahnya. Hanya dengkur halus suaminya yang terdengar setelah bercerita tentang hidup Chen Fu. Mei Yan harus bersiap menghadapi kenyataan buruk yang mungkin akan terjadi. Mereka tidur dengan cinta penuh sejuta harapan.@@@Alarm di ponsel Chen Fu berbunyi. Mei Yan bangun dan mencoba meraih benda pipih sambil membuka matanya sedikit. Kayaknya badannya sakit setelah sehari itu berhubungan dua kali dengan suaminya. Pukul tujuh pagi. Dia melihat Chen Fu masih tertidur pulas. Tampan dan sangat menggoda. Itu yang ada dalam pikiran Mei Yan. Untung sejenak
"Jadi apakah kamu masih menyimpan namanya di hatimu?" tanya Mei Yan ingin tahu Sebelum menjawab pertanyaan dari istri mungilnya, Chen Fu menarik nafas panjang. Sesekali dia menatap wanita yang berada di sampingnya seolah mencari jawaban dari pertanyaan itu. "Apa kamu menyentuhku karena hasratmu saja atau karena kamu sudah punya hati denganku?" tanya Mei Yan lagi."Aku dulu memang sangat memuja dan mencintainya bahkan melebihi diriku sendiri karena aku mengenalnya sejak lulus kuliah. Tapi setelah berhubungan lama aku pikir dia wanita yang sangat setia. Rupanya cinta hanya di bibir saja. Padahal dia tahu kalau aku adalah pemilik perusahaan Dinasty Grup. Begitu tahu aku lumpuh dia menjadi lain mendadak pergi begitu saja. Tanpa ada keputusan. Cintanya hanya sekedar fisik dan harta saja padahal aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk dia. Aku belikan mobil dan rumah. Belum perhiasan yang mahal serta pakaian," ujar Chen Fu mulai dengan mata yang berkaca-kaca. "Hah! Kenapa kamu sudah t
"Thanks, Sayang," bisik Chen Fu sambil memeluk Mei Yan. Wanita itu hanya tersenyum sambil memejamkan mata. "Tolong Tuan. Jangan dulu. Stop!" ujar Mei Yan lirih seolah minta belas kasihan. "Maafkan aku tidak bisa menahan hasrat ketika dekat denganmu," ucap Chen Fu. "Dasar Tuan Muda Mesum," gerutu Mei Yan.Mei Yan hanya diam. Ingin sekali menanyakan siapa wanita cantik yang menelpon Chen Fu namun pria itu tidak menjawabnya. Keinginan itu dia urungkan. Tidak ingin menjadi istri yang terlalu ingin tahu kehidupan suami apalagi baru dikenalnya. Chen Fu membelai rambut Mei Yan dan mengecupnya lembut. "Sayang, aku ingin menceritakan sesuatu. Aku merasa akan pergi jauh besok. Jadi kayak gak ada waktu. Apa kamu siap untuk mendengarnya?" bisik Chen Fu di telinga Mei Yan. Wanita itu menggeliat berusaha melepaskan dari pelukan Chen Fu. Dia menatap mata tajam pria itu. Mereka saling tatap. Seperti ada yang akan hilang. Baru saja bertemu, bahkan Mei Yan sudah mulai ada hati tapi mengapa suami
Mei Yan bukannya mengambil ponsel milik Chen Fu. Dia malah tertegun. Hingga Chen Fu bangkit lalu memeluk istrinya dari belakang. "Hei ada apa Mei..Mei? Apa ada yang aneh?" tanya Chen Fu. Mei Yan melepaskan pelukan tangan Chen Fu. Wajah yang tadinya ceria berubah mendung. Dia diam menuju meja makan melanjutkan menghabiskan kuah sup jagung buatannya. Chen Fu mengambil ponsel. Rupanya Dinar Lee yang menghubunginya. Pria itu hanya mendesah pelan kemudian menengok pada Mei Yan. "Hmm, apa dia mulai cemburu denganku? Buktinya dia tidak suka ketika ada wanita lain yang menelponku? Lalu ngapain wanita ini menghubungi aku lagi setelah sekian lama. Salahku sendiri kenapa namanya tidak aku blokir dalam ponselku," batin Chen Fu. Dia tidak ingin mengangkat panggilan dadi Dinar Lee. Dia mengambil ponsel kemudian meletakkan di dekat Mei Yan. "Sayang, apa kamu sudah mulai cemburu?" goda Chen Fu."Ah tidak. Aku hanya tidak suka saja dengan wanita itu. Kayaknya make up-nya terlalu norak," elak Mei
Mei Yan menatap suaminya. Dia sangat heran kenapa pria tampan itu malah menangis. Apa ada yang salah dengan masakannya. Mulut Mei Yan melongo masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Gegas dia melepaskan celemek yang dipakai dan mengambil tisu yang ada di atas meja makan kaca itu. "Hei ada apa, Tuan. Apakah ada yang salah dengan masakanku?" tanya Mei Yan dengan wajah ketakutan.Chen Fu malu gegas dia menghapus air matanya yang sempat menetes di pipi. Dia mengambil tisu pemberian Mei Yan. "Tidak...tidak ... Istriku. Aku teringat seseorang yang sangat berarti dalam hidupku," ucap Chen Fu. "Oh ya? Apakah kamu teringat dengan pacarmu?" tanya Mei Yan menatap Chen Fu. Pria itu diam sejenak. Mungkin sudah saatnya dia menceritakan kisahnya dengan Mei Yan. Kali ini wanita itu sudah jadi pendampingnya hingga perlu tau apa yang terjadi dalan kehidupan Chen Fu. Mei Yan salah tingkah ketika Chen Fu menatapnya lama. Dia membuang muka. Gegas mempersilakan suaminya untuk duduk. "Oh silaka