Home / Romansa / Sentuhan Lembut Om Duda / CHAPTER 6: Ayo Lanjut

Share

CHAPTER 6: Ayo Lanjut

Author: Heiho
last update Last Updated: 2025-11-05 12:25:13

Mata Rara melotot ketika merasakan sapuan bibir Jefri di bibirnya. Ia bingung untuk bereaksi sehingga hanya mengatupkan bibirnya rapat.

Biasanya, dalam keadaan seperti ini, Satrio akan menggigit bibirnya kencang hingga ia terpaksa membukanya dan Satrio bisa melakukan ciuman lebih dalam yang terasa kasar baginya. Jantung Rara berdebar kencang, merasakan kekhawatiran kuat kalau Jefri akan melakukan hal yang sama. 

Mata Rara semakin membulat ketika merasakan lidah Jefri menyapu bibirnya. Sapuan yang terasa begitu lembut dan tidak terburu-buru, meski Jefri semakin menekan bibirnya sekarang. 

Gawat, ini membuat tubuhnya melemah! 

Rara menutup matanya dengan alis bertaut kencang ketika sapuan lidah Jefri semakin intens. Seolah dia tengah merayu Rara untuk membuka mulutnya. Tangan gemetar Rara mencengkram bahu Jefri dan perlahan membuka mulutnya ..

KRUYUK!

Lidah Jefri seketika berhenti. Pria itu memundurkan kepalanya dan melihat wajah merah padam Rara. Ia seketika mendengus geli dengan seringai di wajahnya. 

“Timingnya nggak pas, ya?”

Wajah Rara semakin memerah. Ia mengalihkan pandangan dari Jefri yang bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu. Jantungnya masih berdebar kencang sepeninggalan Jefri. 

Gila, gila! Selama ini dia selalu merasa ketakutan tiap berciuman dengan Satrio, tapi apa tadi?!

Kenapa dia merasa berdebar dan gugup dan … ingin lebih lama?

“Ayo masuk, Ra,”

Rara seketika terlonjak mendengar suara Jefri, “I-iya, om!” 

Perempuan itu segera mengikuti langkah Jefri yang sudah lebih dulu masuk. Pria paruh baya itu segera melipir ke dapur. 

“Maaf, di sini cuma ada mie instan aja,” ucap Jefri penuh sesal. Rara menggeleng, “Nggak apa-apa, om! Aku suka kok!”

Jefri mendengus geli. Tangannya mulai mengambil bungkus mie dan menyiapkan makanan tersebut. Rara berjalan mendekat. 

“Perlu saya bantu gak, om?” 

“Duduk aja,” suruh Jefri tanpa menatap sahabat anaknya itu, “Di sini sempit. Kamu cuma ngehalangin,”

Rara seketika manyun. Om Jefri ini memang kadang ngomong suka gak ada filternya!

Ia kemudian menjauh dari dapur dan duduk di sofa ruang tengah. Merasa bingung untuk melakukan apa, Rara akhirnya menyalakan ponselnya. 

Ada puluhan bahkan ratusan notifikasi sms dan telepon dari Satrio. Isi smsnya beragam, mulai dari ancaman, guilt trip, makian, dan berbagai pesan tidak mengenakkan lainnya. Meski begitu, ada satu pesan yang membuat tubuh Rara menegang. 

Pesan tersebut berbunyi: “Kamu pasti bakal balik sama aku lagi, Ra. Liat aja nanti.”

Rara menghela napas. Kepalanya jadi berdenyut pusing karena pesan itu. Rara menatap kembali notifikasi ponselnya dan melihat beberapa pesan khawatir dari Hani. 

Rara tersenyum dan membalas pesan-pesan sahabatnya, meyakinkan bahwa ia baik-baik saja dan sedang beristirahat sekarang. 

“Kenapa senyum-senyum? Bukan karena Satrio, kan?”

Rara segera menoleh ke Jefri yang membawa dua piring mie instan. Ia menggeleng-geleng kencang. 

“Nggaklah, om! Najis!” sungut Rara. Jefri menyeringai kecil. Ia menaruh dua piring tersebut di meja depan sofa. 

Aroma mie instan yang memenuhi ruang tengah membuat perut Rara semakin berbunyi. Ia meringis ke Jefri yang menatapnya geli lalu mulai menyantap mie di piring. 

“Makasih ya, om,”

Jefri hanya mengangguk pelan. Pria itu ikut menyantap mie di piring. 

Setelah beberapa menit, keduanya selesai makan. Rara kali ini membantu Jefri untuk mencuci piring. Ia mengelap piring-piring yang sudah dicuci dan menaruhnya di rak piring. 

“Om,”

“Hm?”

“Soal yang kemarin, yang diajarin,” Rara menatap Jefri, “Om jadi mau?”

Jefri mematikan keran air dan mengelap tangannya dengan lap tangan. Ia menggantungkan kembali lap tersebut kemudian menatap Rara. Pinggangnya disandarkan ke wastafel dan tangannya bersedekap. 

“Kamu sendiri udah siap?” tanya Jefri dengan alis terangkat, “Kemarin bukannya masih takut?”

“Udah nggak!” Rara menggeleng kencang, “Aku siap 100 persen sekarang!”

Jefri tertawa pelan.”Kalau gitu, ayo,” ucapnya lalu menegakkan tubuhnya dan berjalan keluar dapur. 

Rara mengerutkan alisnya, merasa bingung dengan maksud Jefri. Ia berjalan mengikuti Jefri dan seketika terhenti ketika pria itu berhenti di depan kamar kemarin. 

Jefri membuka pintu dan masuk ke ke dalam kamar. Rara menelan ludah. Jantungnya kembali berdebar kencang. Dengan langkah pelan, ia masuk ke dalam kamar. 

“Tutup pintunya,” titah Jefri yang segera dipatuhi Rara. Jefri kemudian menelengkan kepalanya ke arah kasur. 

“Duduk di kasur,”

Rara menurut tanpa sepatah kata pun. Ia sudah kelimpungan dengan jantungnya yang berdebar semakin kencang sekarang. Ingatan kejadian tadi pun tak berhenti membanjiri pikirannya. 

Rara duduk di pinggir kasur. Wajahnya tegang ketika Jefri mendekat dan menaruh kedua tangannya di kanan-kiri Rara yang membuat perempuan itu terkurung. 

“... Om?”

“Kamu tadi bilang udah siap, kan?”

Rara mengangguk ragu membuat Jefri menyeringai lebar. 

“Ayo kita lanjutin yang tadi,”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 53: Rachel Mencari Bukti

    ‘Pasti ada sesuatu antara dia dan Jefri,’ batin Rachel sambil menatap kepergian Septa dan Rara. Bibirnya mengulas senyum, tapi tatapannya dingin. Ia ikut melambaikan tangan seperti Hani ke dua orang yang mulai masuk ke mobil.Rachel beralih fokus menatap Septa Wajah pria muda itu terlihat normal, ia bahkan sudah tertawa-tawa dengan Hani lagi. Tapi, Rachel berani bersumpah kalau sebelumnya Septa menatap Rara juga dengan tatapan janggal, seolah mencurigai sesuatu. Rachel menyeringai tipis. Haruskah dia membicarakannya dengan pria itu?“Ayo kita jemput ayah, tan,” ucap Hani setelah mobil yang membawa Septa dan Rara pergi. Rachel mengangguk. Mereka mulai menaiki lift untuk menuju kamar Jefri. Setelah sampai di depan kamar Jefri, Hani memasukkan kunci yang diberikan Rara sebelumnya dan membuka pintu. Begitu pintu terbuka, langsung terlihat Jefri yang sedang tertidur di kasur hanya memakai kemeja maroon dan celana hitamnya. Jas pria itu tergantung di kursi sebelah kasur, sementara vestn

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 52: Om Gak Mau?

    Sama sekali tidak ada percakapan di antara Jefri dan Rara selama Rara mengantar Jefri ke kamarnya. Mereka hanya berdiri bersisian di lift dalam diam.Rara melirik ke Jefri yang wajahnya semakin memerah. Alkohol yang dia minum dari tadi sepertinya sudah bereaksi. Meski begitu, pria itu tak bereaksi apa-apa. Hal itu membuat Rara kagum karena menyadari Jefri memang sekuat itu menahan pengaruh alkohol.Pintu lift terbuka ketika mereka sudah sampai di lantai paling atas. Rara segera berjalan keluar. Ia menatap Jefri yang melangkah perlahan. Gerakannya sudah tidak secepat sebelumnya.“Om tidak apa-apa?” tanya Rara, “Perlu aku bopong?”“Tidak apa-apa,” balas Jefri yang

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 51: Antarkan Om Ke Kamar

    Pikiran Rara kosong ketika acara kembang api dimulai. Matanya memang mengarah ke hingar bingar kembang api di langit, tapi ia tidak ikut menikmati kembang api itu. Pikirannya masih terarah pada kejadian saat Jefri mengejeknya tadi. Rasanya menyakitkan. Rara menggigit bibir, berusaha menahan tangis yang mendesak keluar. Ia berkali-kali mencoba menyangkal bahwa Jefri tidak mungkin berniat mengejeknya. Tapi, tatapan dan seringainya selalu meruntuhkan penyangkalan Rara.‘Apa itu bukan ejekan?’ batin Rara. Apa sebenarnya ia merasa bangga karena rencananya berhasil? Rasanya itu lebih masuk akal.Tapi, apa pun alasannya, tetap saja rasanya menyakitkan.Pikiran Rara terus melanglang buana hingga acara kembang api selesai. Septa yang berdiri di sebelahnya tersenyum puas dan mengalihkan pandangan ke Rara. “Kembang apinya bagus-bagus banget, kan? Salah satu pamanku yang–”Septa tercenung ketika melihat wajah muram Rara. Ia menel

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 50: Apa Aku Salah Lihat?

    “Pokoknya jangan salahkan aku kalau kakimu keinjek, ya!”“Aku tinggal injek kakimu balik,” balas Septa sambil tertawa. Rara mendengus dengan senyum geli di wajahnya. Ia memerhatikan tangannya yang berpegangan dengan tangan Septa. Ia tiba-tiba teringat dengan latihan dansanya bersama Jefri beberapa waktu lalu. Rara menggelengkan kepala, membuat Septa menatapnya bingung. “Mentalnya kena, ya?” ejek Septa yang segera mendapat pelototan dari Rara. “Nggak!”Tiba-tiba, alunan musik memenuhi seluruh aula. Septa segera menggerakkan kakinya yang buru-buru diikuti Rara. Ia bisa merasakan tubuhnya begitu kaku ketika Septa menuntunnya. Tapi, dipikir-pikir, kenapa gerakan Septa begitu luwes, ya? Bukannya rekannya itu bilang kalau dia tidak jago?“Kamu bohong kan pas bilang gak jago?” bisik Rara. Septa tersenyum misterius, membuat Rara mengerutkan alisnya. “Anggap aja aku latihan terus, makanya jadi ja

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 49: Jarak di Antara Kita

    Rara dan Septa ikut menolehkan kepala ketika mendengar suara riuh para tamu ke pintu aula hotel. Napas Rara tercekat ketika melihat Jefri melangkah masuk bersama Rachel dan Hani. Ketiganya berpegangan tangan dengan posisi Hani berada di tengah.Warna busana mereka adalah merah maroon. Jefri menggunakan kemeja merah maroon yang dibalut dengan vest dan jas hitam. Ia memadukannya juga dengan celana berwarna hitam yang senada dengan jasnya. Berbeda dengan pesta sebelumnya di hotel Rubi, kali ini pria itu meng-style rambutnya. Rara tidak tahu namanya apa, tapi ia bisa melihat bagian atas rambut Jefri disisir ke belakang dengan belahan di samping. Penampilan itu menambah karismatik Jefri, membuat jantung Rara tak berhenti berdebar-debar. Saking kencangnya, ia bahkan merasa dadanya sesak. Di sebelah Jefri, Rachel dan Hani juga tak kalah menawan. Hani kembali mengeritingkan rambutnya, gaya rambut itu memang sangat cocok untuknya. Ia menggunakan gaun ba

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 48: Cantik

    “Kenapa?” tanya Jefri dengan nada rendah. Tatapan mata pria itu berubah tajam, tapi ia masih menatap ke depan. Rara menelan ludah. Kalau boleh jujur, ia selalu ketakutan setiap Jefri bereaksi seperti ini. Ia merasa setiap omongannya akan salah jika berbicara dengan Jefri di mode ini. “Kita kan udah masuk bagian utama, jadi aku merasa udah cukup,” jelas Rara hati-hati. Ia tak berani melihat reaksi Jefri, jadi ikut menatap ke depan. “Bukannya kamu mau ‘kelas’ sampe sebulan?” buru Jefri lagi, nadanya berubah datar sekarang membuat Rara menegang. “Kita masih ada dua pertemuan lagi, Ra,”“Iya, tapi … setelah kupikir-pikir … kayaknya beneran udah cukup, om,”Rara tertawa kaku, berusaha mencairkan suasana tegang di antara mereka. Tapi, Jefri tak bereaksi. Takut-takut, Rara melirik ke pria itu. Wajah Jefri terlihat datar. Bibirnya terkatup rapat dan matanya semakin menatap tajam ke depan. Jari telunjuknya yang berada di setir kini me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status