공유

SNAI3

last update 최신 업데이트: 2025-08-04 23:01:06

Johan menatap laptopnya beberapa detik, lalu tiba-tiba matanya membesar. Ia bangkit dari kursinya, suara kursi terseret membelah keheningan pagi.

“Yes! Ini dia!” serunya, penuh semangat. “Gila, ini bisa jadi konsep branding baru buat proyek satelit kita!”

Renxia yang masih menahan napas di dekat dapur, menoleh dengan bingung. Andre hanya terkekeh ringan, bersandar santai di sisi meja, matanya masih tak lepas dari Renxia.

Tapi Johan seperti tak peduli. Ia berjalan mondar-mandir, mengetik sesuatu di ponsel, lalu berhenti tiba-tiba, sambil menepuk pelipisnya sendiri.

“Kenapa aku baru kepikiran sekarang?” gumamnya sambil tergesa mengambil jaket yang tergantung di kursi bar. “Aku harus ke kantor. Harus bikin pitch deck-nya sekarang juga!”

Ia melewati Renxia dengan cepat, sempat mengecup sekilas kening istrinya, dingin dan tergesa, seperti sebuah kebiasaan tanpa rasa. Lalu membuka pintu, dan menghilang begitu saja.

Siang itu, matahari bersinar terik, memantulkan cahaya ke aspal kampus yang mulai lengang. Langkah-langkah mahasiswa berseliweran di antara pepohonan rindang, membawa tas dan obrolan ringan selepas kelas.

Renxia baru saja keluar dari gedung fakultas. Ia mengikat rambutnya ke belakang sebelum membuka ponsel,  menunggu ojek online di dekat gerbang. Tapi matanya menangkap sosok pria yang sedang duduk di atas motor sport hitam mengkilap yang terlalu mencolok, meskipun ia tampak santai.

Andre bersandar ringan di jok motornya, satu kaki menyentuh tanah, dan helm di tangan kirinya. Kacamata hitam bertengger di hidungnya, tapi tak mampu menyembunyikan senyuman jahil yang menghiasi wajahnya begitu melihat Renxia.

Renxia membeku sepersekian detik.

"Astaga, dia beneran dateng …" gumamnya, buru-buru menunduk dan berusaha berjalan ke arah seberang, seolah tak melihat. Tapi langkahnya langsung terhenti saat suara Andre yang tenang dan menggoda, membelah udara siang.

“Ren, kalau kamu mau kabur, aku bakal gendong kamu sekalian,” ucapnya lantang.

Beberapa mahasiswa yang mendengar langsung menoleh. Ada yang terdiam, ada yang tertawa kecil, ada pula yang berbisik-bisik sambil melirik Renxia, lalu ke Andre.

Wajah Renxia langsung panas.

“Gila … itu pacarnya Ren, ya?”

“Bukan cowok sembarangan sih, kalo lihat motornya …”

“Dari fakultas mana tuh? Kayak nggak pernah liat, deh .…”

Renxia menelan ludah. Jantungnya berdebar tak karuan saking gugup dan malunya. Ia memang tak pernah menceritakan pada siapapun tentang pernikahannya. Ia tidak mau dianggap mengambil jalan pintas untuk lulus dengan menikahi salah satu dosennya. 

Ia berbisik geram sambil melangkah cepat ke arah Andre. “Apa yang kamu lakuin, hah?”

Andre menyeringai, lalu menyodorkan helm ke arahnya.

“Menjemput istrinya kakakku. Apa aku salah, kakak iparku?”

Renxia mencelos. “Andre .…”

“Aku udah bilang,” bisiknya, mencondongkan wajah, suaranya dalam dan halus. “Kalau kamu nggak naik, aku gendong kamu di sini sekarang juga.”

Beberapa langkah dari mereka, suara celetukan teman-teman Renxia mulai terdengar.

“Romantis banget sih, sumpah …”

“Aku juga pengen dijemput yang kayak gitu.”

Renxia menatap Andre tajam, tapi matanya bergetar. Ia tahu Andre tidak main-main. Dan entah kenapa, dibanding digendong di tengah gerbang kampus, naik motor dengannya jadi pilihan yang paling minim bencana.

Dengan gerakan cepat dan perasaan kesal, ia mengambil helm dari tangan Andre dan memakainya dengan kasar.

“Bagus.” Andre tersenyum lebar dan menyentuh pelan dagunya, menyamakan posisi kaca helmnya. “Kamu manis banget pakai ini.”

“Jangan banyak ngomong. Cepet jalan,” tukas Renxia pelan dengan suara setengah mendesis.

Andre tertawa lirih dan naik ke atas motor. “Pegangan yang kenceng ya … atau kamu mau aku yang narik tanganmu?”

Renxia memejamkan mata sejenak, lalu akhirnya memeluk pinggang Andre. Pelan, malu-malu, tapi cukup erat.

Motor melaju meninggalkan halaman kampus, dan tatapan semua orang pun mengikuti mereka sampai menghilang di belokan jalan.

Di balik helmnya, Renxia mencoba menenangkan debar di dadanya. 

—-

Malam itu, kesepian kembali dirasakannya. Seperti biasa, Johan lebih betah menghabiskan waktunya di luar daripada bersamanya. Perilaku yang aneh untuk pasangan pengantin yang masih seumur jagung.

Renxia merebahkan tubuhnya dan menarik napas pelan saat memejamkan mata di ranjang yang dingin. Hening malam menyusup lewat celah-celah jendela, membuai tubuhnya yang hanya berbalut kimono tipis. Cahaya lampu redup dari meja kecil di samping ranjang memantulkan siluet bayangan di dinding.

Lalu tiba-tiba ia merasakan sentuhan hangat di punggungnya. Lembut, tapi jelas dan nyata. Lalu bibir yang mendarat lembut di bahunya, terasa seperti mengecup perlahan. Napas hangat itu menyentuh tengkuknya, membuat tubuhnya menegang sekaligus bergetar.

Jari-jari itu menjalar ke pinggangnya, menarik pinggiran kimononya yang longgar. Ia ingin menolak. Tapi yang keluar justru desahan pelan, tubuhnya seperti menjemput rasa asing yang tak terjelaskan itu.

Namun ketika perlahan ia membuka mata yang menatapnya dari dekat bukan Johan, tapi Andre.

Dengan mata hitam yang menyala dalam gelap, dada bidang itu terlihat kokoh tanpa sehelai benang pun di atasnya. Hanya celana tidur kain tipis yang melekat di pinggangnya.

Tubuhnya masih segar, seperti baru mandi, dengan tetes air sisa yang mengalir pelan di garis leher dan menjilat otot-otot perutnya. Aroma parfum maskulin yang samar namun tegas menguar dari tubuhnya. Wangi itu menyelinap masuk ke inderanya dan langsung menampar kesadarannya.

Itu Andre. Ia tahu pasti. Tapi … semua ini nyata atau hanya sebuah mimpi …?

Renxia sontak terbangun dengan napas berat. Tubuhnya basah oleh keringat. Kimono yang ia kenakan terbuka sebagian, memperlihatkan bahu dan dada atasnya yang bergetar karena rasa yang belum sepenuhnya menguap. Aroma itu masih ada. Wangi kayu yang maskulin, tajam, dan hangat.

Ia menggigit bibir. Matanya mengarah ke jendela kamarnya yang entah kenapa kembali terbuka.

Dan saat itu, untuk sepersekian detik, ia melihat bayangan lelaki berdiri di luar. Lelaki itu berdiri di balkon kamarnya, diam, menatapnya, dan tatapan itu seolah menelanjanginya.

Lalu bayangan itu lenyap dalam gelap, seolah malam menyerapnya bulat-bulat tanpa sisa.

Renxia merinding, pikirannya makin kacau. Apa tadi hanya mimpi? Atau seseorang benar-benar telah masuk ke kamarnya?

Aroma itu … masih membekas di bantalnya.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Sentuhan Nakal Adik Iparku   REN47

    “A–apa?” “Mereka akan merestui kami. Bukankah mereka mengharapkan bayi di dalam perutku ini?” ulang Safira dengan sangat yakin.Renxia tertawa sampai bahunya terguncang. “Oh … malang sekali nasibmu. Bagaimana nantinya dengan bayi itu? Teman-temannya akan menghinanya karena ibunya hanyalah wanita murahan yang merampas suami orang.”“Aah … mulai kapan seorang pengganti menganggap orang yang digantikannya sebagai pelakor?” Renxia mengangkat kedua tangannya. “Aku nggak pernah bilang gitu. Ternyata kamu ngerasa juga ya, kalau kamu itu cuma pelakor.” “Kamu!” Safira mengepalkan tangannya saking kesalnya. Kursinya berderit saat tanpa sadar kakinya menjejak ke lantai. “Aah … satu hal lagi,” lanjut Renxia dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya, “aku nggak peduli itu anak kamu dengan pria manapun. Tapi satu hal yang perlu kamu ketahui, bayi itu tak akan pernah menjadi salah satu dari keluarga Sunggana.”Safira tersenyum lebar. “Kenapa kamu begitu yakin?”Renxia berdiri, membuat kursi yan

  • Sentuhan Nakal Adik Iparku   REN46

    Andre mengecup cairan bening yang meluncur turun di pipi Renxia. Ibu jarinya mengusap jejak basah yang dilaluinya dengan lembut. “Air matamu terlalu berharga jika harus terbuang buat dia.”Tapi kalimat itu sama sekali tak bisa mengobati rasa sakit di hati Renxia. Rasa kecewa itu telah menyayat hatinya begitu dalam.“Dia … bohong, Ndre. Dia nggak keluar kota, dia ketemu sama perempuan yang kemaren. Dia –” Tangan Andre menyentuh kepala Ren, menariknya lebih dekat, menenggelamkan isakan perempuan muda itu di dadanya.Hatinya terasa hancur mendengar setiap isakannya, setiap guncangan yang terasa di tubuhnya yang gemetar, seperti menyampaikan setiap kegetiran yang dirasakannya.…..Malam sudah semakin larut saat mereka sampai di rumah. Andre melepaskan helm dari kepala Renxia. Ia menatap wajah perempuan di hadapannya dengan lembut. Matanya terlihat sembab, seolah kejadian ini adalah mimpi terburuk. Renxia menundukkan kepalanya. Ia melangkah tanpa semangat masuk ke dalam rumah. Mulutnya

  • Sentuhan Nakal Adik Iparku   REN45

    Tubuh Ren gemetar. Kedut-kedut di bawah tubuhnya terasa begitu nyata, senyata kilatan cairan di jemari Andre. Ia tak bisa menyangkal perkataan Andre. Tubuhnya menginginkan lebih dari sekedar sentuhan tadi. Jiwa mudanya meronta karena rasa haus yang diberikan oleh suaminya sendiri. Sementara Andre seolah sebuah oase indah yang menawarkan segalanya. Bibir Ren terlalu kering, tenggorokannya seolah tercekat, tak mampu mengatakan apapun. Yang terdengar hanya napasnya yang masih memburu.Tapi Andre justru tersenyum. Ia mengecup singkat bibir yang masih setengah terbuka di depannya, sebelum melepaskan tubuh Renxia. “Tapi sayangnya … kali ini aku harus menghukummu karena tuduhan itu dan karena kamu lagi-lagi nggak mau mengakui perasaanmu sendiri, Renxia.” Andre menegakkan tubuhnya lalu berdiri. Ia menatap Renxia dengan senyum kemenangan, saat melihat dada itu masih saja naik turun hanya demi mengatur debaran jantung dan rasa kedut yang masih menyiksanya. “Aku yakin, kamu nggak bodoh. Kamu

  • Sentuhan Nakal Adik Iparku   REN44

    Andre menghela napas panjang. Mimik wajahnya berubah seketika, seperti raut kecewa atau bahkan tersinggung karena pertanyaan yang juga sebuah tuduhan yang baru saja Renxia ucapkan. Lelaki itu mengangkat dagu Renxia, membuat sepasang matanya sejajar dengan matanya sendiri. “Ren, aku nggak perlu menyelipkan perempuan lain manapun buat ngedapatin hati kamu. Tapi …” Andre menghela napas dengan kesal, “... setelah kamu lihat sendiri semuanya dengan mata kepalamu sendiri. Aku makin nggak ngerti, kenapa kamu masih juga membela dia? Aku nggak ngerti … kamu ini emang dungu, atau justru terlalu cinta sama si Johan keparat itu.”Ren diam tak bersuara. Matanya masih tak lepas dari wajah kecewa lelaki di hadapannya. Jantungnya berdebar makin kencang setiap ucapan sanggahan itu terucap, penuh rasa bersalah. Andre benar, kenapa ia selama ini seperti dibutakan? Bahkan masih percaya bahwa semua hanyalah rekayasa. Kenapa ia justru menimpakan kesalahan itu ke Andre? Tapi … bukankah sebuah pernikahan h

  • Sentuhan Nakal Adik Iparku   REN43

    Ren terdiam. Matanya tak beranjak dari tatapan mata Andre, seolah ingin menggali apakah kata-kata itu tulus atau sekadar permainan. Tatapan Andre sama sekali tidak beralih, begitu serius, begitu dekat, hingga membuat napas Ren tercekat dan dadanya sesak.“Ren …” suara Andre terdengar rendah, berat, dan hangat sekaligus. “Aku nggak cuma mikirin kamu. Aku rasa, aku sudah jatuh cinta sama kamu.”Kata itu keluar begitu saja, membuat ruang kamar itu mendadak sunyi, seolah waktu ikut berhenti.Ren bergeming. Tangannya masih menggenggam sandaran kursi. Jemarinya mencengkram semakin erat hingga buku-buku jarinya memutih. “Sejak … sejak kapan?” tanyanya dengan suara bergetar, matanya penuh tanya sekaligus ketakutan.Andre sama sekali tak memperlihatkan keraguan, seolah pengakuan ini sudah lama direncanakan. Rahangnya mengeras, tapi sorot matanya lembut. “Sejak masa orientasi. Waktu kamu pertama kali masuk SMA yang sama denganku.”Ren mengerjapkan matanya, kepalanya sedikit menggeleng seperti t

  • Sentuhan Nakal Adik Iparku   REN42

    “Aku masih inget banget terakhir kali kamu ngelamun parah. Tapi waktu itu sambil senyum-senyum sendiri kayak orang gila. Nggak jelas. Eh, beberapa hari kemudian tau-tau kamu nikah sama Prof Johan.”Ren membeku. Pipi yang sudah memerah semakin panas. Ia buru-buru menoleh ke arah lain, berusaha menyembunyikan wajahnya.Livi mendekat, tubuhnya dimajukan sampai hampir menempel dengan bahu Ren. Matanya berkilat nakal, suaranya diturunkan seperti sedang membisikkan rahasia. “Kalau sekarang kamu ngelamun sambil bolak-balik narik napas panjang … jangan-jangan …”Ia berhenti mendadak. Jemarinya menutup bibir sendiri, ekspresinya setengah kaget, setengah geli.Ren menoleh cepat, curiga. “Apa maksudmu?”Livi menurunkan tangannya pelan, menatap Ren dengan sorot mata penuh tanda tanya. Tapi bibirnya justru menyunggingkan senyum tipis, lalu ia menggeleng. “Ah, nggak deh. Aku nggak mau ngomong. Jangan sampai aku nyeplos kalau kamu udah bosen sama Prof Johan dan …” Ia sengaja menahan kalimat itu, mat

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status