Share

Bab 7

"Kamu akan dapat masalah setelah ini," kata Raja menatap serius.

Ruma tahu itu dan seharusnya dia memang bersikap profesional. Dia tidak boleh mencampuradukkan urusan pekerjaan dengan hal pribadi. Apalagi untuk kemaslahatan pasien.

"Sakit, Mas," rengek Rina terdengar begitu manja saat Ruma kembali masuk. Saat ini dia tidak sendiri, melainkan ada Raja juga yang ikut membantu. Atau lebih tepatnya memantau seraya menganalisa pasien.

Perempuan itu menghela napas kasar. Mencoba mengabaikan perasaannya yang tak berarti ini. Ruma tahu dia belum dicintai, tapi bisakah dua manusia ini berperikemanusiaan sedikit saja untuk tidak mengumbar kemesraan di depannya.

"Biusnya hanya sebentar dan kamu tidak harus lihat. Tenang saja, Ruma akan melakukannya dengan baik," kata Raja membuat pekerjaan Ruma setidaknya lebih berarti.

"Iya, kamu bisa terus menatapku agar teralihkan," hibur Rasya menangkup pipinya.

"Tenang, Ruma, selesaikan tugasmu dengan baik. Setelah ini, kamu boleh melakukan apa pun sesuka hatimu," batin Ruma menyemangati diri sendiri.

Kali ini dia merasa tidak ada harga dirinya sama sekali di depan orang yang katanya telah mengambil alih tanggung jawabnya.

"Sudah, saya akan meresepkan obatnya," ucap Ruma undur diri. Mengolah nada bicaranya agar tetap terdengar baik-baik saja.

"Apa dia harus opname?" tanya Rasya pada Dokter Raja.

"Luka pada kakinya hanya perlu dijahit. Kontrol di hari yang sudah dijadwalkan untuk mengetahui apakah lukanya sudah kering atau belum. Nanti kami akan memberikan resep, jangan lupa diminum ya."

"Iya Dok," jawab Rina mengiyakan.

Sementara Ruma langsung beranjak usai menangani pasien terakhir hari itu. Moodnya sedang tidak baik-baik saja.

"Rum, pulang!" seru Vina mengambil barang di bilik koas.

"Iya, wait Vin," sahut Ruma pelit senyum.

"Kamu nangis? Dimarahin Dokter Elsa kah?" tanya Vina menyebutkan dokter pembimbing mereka.

"Nggak kok, aku hanya lagi capek aja," sahut Ruma jelas berdusta. Walaupun pada kenyataannya memang capek hati dan pikiran.

"Ya ampun ... perjalanan kita masih panjang beb, nggak like kalau gini. Bisa-bisa! Kita pasti bisa. Besok ujian semangat!" kata Vina memeluknya. Teman dalam satu perjuangan yang selalu menguatkan. Sebenarnya Ruma ingin sekali bercerita tentang kehidupannya. Namun, dia belum cukup nyali untuk itu semua.

"Makasih Vin, kamu mau langsung pulang?"

"Cari makan dulu kali, capek beud hari ini. Coba konfirmasi ke Sada sama Tomi, mereka belum pada keluar juga kayaknya."

"Iya, aku juga lapar, pingin makan orang malah," jawab Ruma mengingat tadi. Kenapa mendadak Ruma kesal sekali, apakah diam-diam perasaan itu mulai nyata.

"Wkwkwk ... sabar Buk, hari ini kayaknya kamu berat banget. Banyak pasien ya?"

"Nggak, tapi ada satu yang cerewetnya minta ampun. Bikin mual aja."

Vina terkikik mendengar gerutuan rekannya. Kadang memang tidak sekondusif itu. Mereka bahkan bisa disebut kasta terendah dari tugas yang mulia itu.

"Nah, itu dia Sada!" seru Vina memanggil satu timnya. Mereka berlima, satu lagi Mesya.

"Apa Vin, kangen ya," celetuk Tomi tersenyum menggoda. Paling bisa memang satu manusia ini.

"Idih ... mual lihat kamu mulu. Makan bareng yuk!"

"Stase bedah nanti di rumah sakit ini lagi nggak sih? Serius pingin pindah?" tanya Mesya putus asa.

"Sepuluh minggu Mes, jangan harap," timpal Sada mengingatkan.

"Capek, gue mau dendam. Habis makan terus tidur sampai pagi."

"Ekspektasinya, tapi realitanya banyak gangguan. Scroll tiktok, bikin konten, jangan mimpi," kata Vina si paling sosmed.

"Iya sih, miss kreatif ini namanya."

Mesya dan Vina nebeng mobil Sada sampai kedai. Mengingat mereka tidak membawa kendaraan setiap kali nugas. Kosan mereka hanya beberapa meter saja dari rumah sakit. Jadi, tidak harus menggunakan jasa kendaraan.

"Tempat biasa kan? Aku ngikutin dari belakang."

"Sorry, aku nggak ikut ya gaes ... mau langsung pulang. Anak mami ini, mumpung nggak jaga malam. Mau makan di rumah sama mami," seru Tomi pamit lebih dulu.

Mobil Sada meninggalkan parkiran lebih dulu. Disusul Ruma yang mendadak terhenti melihat Rasya menghalangi jalannya.

"Minggir! Ngapain kamu di sini?" omel Ruma terlihat begitu kesal.

"Sorry yang tadi, kamu tahu kan, sejak awal pernikahan kita hanya kamuflase belaka. Jangan khawatir, aku juga tidak akan larang kamu melakukan apa pun di luar rumah. Biar impas, malam ini titip mami ya, temani makan malam, soalnya aku nggak bisa pulang cepat. Tahu lah ya ke mana tujuan aku."

"Kenapa tidak kamu saja yang temani ibumu. Aku pulang telat," tolak Ruma mulai muak menjadi bonekanya saja. Dia lelah untuk terus pura-pura bahagia di depan mertua mereka.

"Apa kamu punya pilihan untuk berkata tidak? Ruma, kamu harus ingat, posisimu bisa seperti ini karena keluargaku. Jadi, bekerja sama lah yang baik. Karena mami sudah sangat baik padamu," tekan Rasya tanpa perasaan.

"Aku ingat kok Mas, aku belum amnesia. Tapi malam ini aku nggak bisa," tolak Ruma kali ini saja dia tidak ingin mendengarkan perkataannya.

"Yakin? Kamu siap menerima semuanya," ancam Rasya mencengkram lengannya.

"Lepasin Mas, sakit," tekan Ruma menatap kesal.

"Makanya nurut, aku udah transfer ke rekening milikmu. Belilah makanan yang enak-enak untuk mami, bilang saja aku lembur."

"Rasya, Ruma! Kalian kok bisa di sini?" sapa Raja memergoki keduanya. Pria itu menangkap gelagat yang aneh pada keduanya. Terlihat seperti pasangan yang tengah berantem.

"Raja, hai, kebetulan saja. Sekalian ngucapin terima kasih udah bantuin tadi."

"Bukannya memang itu tugas dia?" tanya Raja penuh selidik.

"Ya, apresiasi lah lebih tepatnya. Sorry Bro, sudah ditunggu, duluan ya," ujar pria itu beranjak.

Raja menatap penuh curiga, apalagi dia sempat melihat Rasya menarik tangannya. Sayang pria itu tidak mendengar obrolan mereka.

"Ada hubungan apa kamu sama Rasya? Bukankah kamu katanya sudah menikah?"

"Tidak ada hubungan apa-apa, seperti halnya yang Dokter lihat saja."

"Mata saya ini belum rabun, Ruma, tidak sengaja melihat lebih persisnya tadi."

"Maaf, saya kira tidak ada kewajiban bagi saya untuk menjawab pertanyaan Dokter," sahut Ruma menatap dingin.

Raja balas menatap datar, biasanya dia tidak sekritis ini walaupun peduli dengan orang. Kenapa rasanya dia ingin tahu sekali dengan apa yang dilihatnya barusan. Terlihat ada gerak-gerik yang disembunyikan dari kaca mata dirinya tadi.

"Apakah mereka berselingkuh?" batin Raja bertanya-tanya.

Komen (14)
goodnovel comment avatar
Asri Faris
Waalaikumsalam ... top up kak, atau bisa selesaikan iklan untuk membuka gratis
goodnovel comment avatar
Yetik Asri P
Assalammualaikum..kak bagaimana caranya untuk membuka kunci dan membeli koin
goodnovel comment avatar
Kiki Padmini amungkari
Bukan Ruma yg selingkuh tp temenmu itu si Rasya yg selingkuh.... kalau Raja tau pernikahan Ruma dan Rasya sandiwara,gmn ya?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status