Home / Romansa / Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku / 4. Bagaimana Cara Papa Melampiaskannya?

Share

4. Bagaimana Cara Papa Melampiaskannya?

Author: Ika Armeini
last update Last Updated: 2025-09-12 16:48:46

Barra pun dengan sigap mengambilkan air untuk Rinoa minum, kasihan tadi tiba-tiba batuk. "Maksudnya, melayani dalam artian siap membantu kalau kamu perlu bantuan Papa, Noa!"

Rinoa manggut-manggut, sok paham dengan penjelasan mertuanya. Padahal pikirannya sudah dibuat melayang-layang karena mendengar tawaran untuk melayani itu.

"Ummm ... tapi sebenarnya aku mau protes ke Papa," kata Rinoa kemudian.

"Protes? Masalah apa?"

"Masalah Enzo yang belakangan ini sibuk dan sering lembur. Memangnya Papa kasih kerjaan apa ke Enzo? Apa nggak bisa kalau dikurangi sedikit sibuknya? Jujur aja, aku merasa kekurangan waktu untuk berduaan dengan Enzo."

"Hmmmm ... kalau yang itu, sebenarnya Papa nggak ada menuntut kesempurnaan ke dia. Papa juga nggak menentukan deadline, atau goals yang pasti, semua Papa serahkan ke Enzo. Tapi nanti Papa bisa bicarakan ke dia masalah protes kamu ini, sepertinya Enzo cuma belum terbiasa membagi waktunya. Apalagi kalian ini pengantin baru, bisa dibilang masih peralihan dari yang biasanya apa-apa sendiri tapi sekarang sudah berdua," jelas Barra.

Masuk akal bagi Rinoa, memang mungkin Enzo belum terbiasa dengan adanya Rinoa dan status sebagai suami. Ya bisa dimaklumi, tapi kalau terus-terusan sih sepertinya Rinoa tidak akan tahan.

"Apa kamu merasa kesepian, Noa?" tanya Barra tiba-tiba dengan tatapan penasaran.

"Sedikit!" jawab Rinoa sedikit malu.

Barra mengangguk sambil tersenyum. Sejurus kemudian tangannya pun menyentuh tangan Rinoa yang ada di atas meja, mengelusnya dengan perlahan. "It's okay, sekarang sudah ada Papa di sini, kan? Kamu nggak perlu merasa kesepian lagi. Ya setidaknya, Papa juga jadi punya teman ngobrol."

Mata Rinoa tertuju pada tangannya yang dielus lembut oleh Barra. Bisa-bisanya Rinoa malah nyaman dibeginikan oleh mertuanya.

Huh, rasanya memang seperti disayang oleh ayah sendiri. Jujur saja, dari kecil sampai sebesar ini Rinoa tidak pernah benar-benar merasakan sentuhan kasih sayang dari seorang ayah ke anak. Ayah Rinoa terlalu sibuk dengan perusahaannya dan membesarkan Rinoa lewat kasih sayang berupa harta. Tidak pernah hadir memberikan sentuhan ataupun ngobrol lebih dalam dengan anak-anaknya.

Jadi begitu Barra melakukan sentuhan fisik seperti ini kepada Rinoa, rasanya ada sebuah reaksi di tubuh Rinoa yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Rinoa pun bingung sendiri dibuatnya.

"Bagaimana cara Papa melampiaskannya?" tanya Rinoa tiba-tiba.

Barra mengernyit bingung. "Melampiaskan apa?"

"Melampiaskan rasa kesepian. Apa dengan cara video call seperti tadi?" Sebenarnya tidak sopan bertanya begini, tapi Rinoa penasaran. Apalagi selama satu setengah tahun ini Barra tinggal di Jerman sendirian dengan status duda. Apa di sana mertuanya juga segila itu? Biarpun tadi Barra sempat bilang kalau yang tadi itu pertama kali, ah ... mana mungkin Rinoa percaya begitu saja.

"Oh, astaga ... kalau yang tadi itu, jujur aja karena Papa iseng. Itu juga karena teman Papa yang menghasut, tetap aja rasanya berbeda."

"Berbeda apanya?" Rinoa makin penasaran.

"Beda kalau nggak ada perasaan atau nggak ada ketertarikan di awal. Apalagi cewek-cewek muda yang dibayar itu ngelakuinnya cuma seadanya aja, karena diimingi uang banyak. Asal kerjaannya selesai dan dapat uang, ya urusan kelar. Nggak tahu kenapa, Papa nggak begitu tertarik."

"Jadi Papa sukanya yang bagaimana?"

Barra tersenyum. Tangannya masih terus mengelus tangan Rinoa, malah makin intens. "Papa sukanya yang bikin tertarik di awal dan juga bikin penasaran. Apalagi kalau lawannya juga sama penasarannya ke Papa. Kalau kamu gimana, Rinoa?"

"A-aku juga juga suka sesuatu yang bikin penasaran," jawab Rinoa dengan jujur.

"Yang menguji adrenalin juga?" tebak Barra.

"Ummm ... mungkin!"

Barra terkekeh. "Kalau begitu, kita hampir mirip. Apa Enzo juga bikin kamu penasaran dan suka menguji adrenalin? Ah, maaf kalau Papa malah tanya yang begini ke kamu. Kamu nggak perlu jawab kalau kamu nggak mau."

Kali ini malah giliran Rinoa yang terbahak. "Memangnya apa yang bisa aku jelasin, Pa? Aku dan Enzo baru tiga bulan menikah. Sepertinya masih belum ke tahap yang bikin penasaran dan menguji adrenalin, kan aku sudah bilang kalau Enzo sibuk. Dia lebih doyan kerja daripada quality time sama aku."

"Nggak mungkin!" Barra geleng-geleng kepala.

"Apanya yang gak mungkin, Pa?"

"Papa cuma sedikit nggak percaya. Usia muda seperti kalian sih harusnya sedang semangat-semangatnya." Barra menatap curiga. "Apa iya, Enzo benar-benar jarang nyentuh kamu? Karena alasan sibuk di kantor?"

Rinoa mengangguk, mengakui dengan jujur. "Bisa dihitung pakai jari, Pa!"

***

"Jam segini baru pulang?" Rinoa memastikan kembali penglihatannya kalau ini sudah pukul satu dini hari. Padahal dirinya tadi sudah sempat ketiduran, tapi jadi terbangun karena mendengar suara mobil Enzo yang baru datang. 

Rinoa yang ketiduran di sofa itu pun segera bangkit, lalu membuka pintu untuk menyambut suaminya yang baru pulang. 

Terlihat wajah kusut Enzo yang menyapa Rinoa. Bahkan laki-laki itu hanya melirik sekilas ke arah istrinya dan langsung berjalan cuek menuju ke kamar.

"Apa kerjaannya benar-benar banyak?" tanya Rinoa dengan pelan sambil mengekor di belakang Enzo. 

"Aku udah bilang kalau aku bakalan pulang malam, kan? Jadi jelas kalau kerjaanku banyak! Lagian kamu ngapain nggak tidur aja?"

"Ummm ... aku khawatir karena HP kamu masih belum aktif. Aku mau telpon ke kantor, tapi takut kalau kamu marah lagi." 

Enzo membuka pakaiannya, terlihat kalau dirinya sangat kelelahan. "Aku mau mandi sebentar, baru tidur!"

Rinoa membiarkan Enzo untuk mandi, dia pun meraih pakaian yang dipakai Enzo tadi. Tidak sengaja Rinoa mencium aroma pakaian tersebut, wangi parfumnya berbeda dengan parfum yang biasa Enzo pakai. Rinoa mencoba mengingat-ngingat, apakah benar ini pakaian yang dipakai Enzo tadi pagi sebelum ke kantor?

Ah, sepertinya bukan. Mungkin Enzo tadi sempat mengganti pakaian di kantor? Tapi pakai parfum siapa?

Rinoa pun menunggu Enzo selesai mandi, maunya bertanya tentang pakaian ini. 

Begitu Enzo selesai mandi, dengan cepat Rinoa mendekat dan hendak bertanya karena sangat penasaran. 

"Sayang, kemeja yang ini sepertinya beda dengan kemeja yang tadi pagi kamu pakai, kan?" tanya Rinoa.

Enzo tertegun sejenak, matanya pun memperhatikan kemeja yang dipegang oleh Rinoa. "Oh, yang itu, tadi aku ganti di kantor."

"Jadi ini kemeja baru?"

"Iya, kemeja baru! Aku minta sekretarisku untuk beli yang baru, tadi nggak sengaja kemejaku kena tumpahan kopi. Karena mau meeting lagi, jadi aku ganti pakai yang baru biar terlihat rapi dan bersih. Kenapa? Ada masalah?"

Rinoa dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Eng-enggak! Cuma ... aku baru pertama kali cium parfum yang kamu pakai ini. Apa kamu juga beli parfum baru?"

Enzo menghela napasnya dengan kasar. "Iya, kebetulan aku nggak bawa parfum. Jadi sekalian minta tolong sekretarisku belikan parfum yang baru."

"Ummm ... tapi seingatku―"

"Noa, ini jam satu malam. Aku capek, boleh istirahat, kan? Kita lanjut ngobrolnya besok pagi, oke?" tawar Enzo yang sudah langsung rebahan di atas ranjangnya.

Rinoa cuma bisa mengangguk. Padahal dalam hati masih penasaran, kenapa harus beli parfum baru? Padahal Rinoa sangat ingat kalau Enzo selalu menyimpan parfum di kantornya, tidak mungkin parfumnya sudah habis secepat itu, kan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
EmiraFH
Enzo .........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   27. Berapa Lama Cantik Seperti Ini?

    Barra menaikkan satu sudut bibirnya. "Kamu benar, memang lebih baik dia berlama-lama di sana. Tapi ... semoga aja Enzo nggak lalai dengan tugasnya di kantor."Rinoa mendengkus pelan. "Bukannya Enzo udah terlalu sering kerja lembur di kantor Papa? Sesekali dia bebas tugas sepertinya nggak masalah kan, Pa? Lagian semua bisa dicek lewat online dan Papa sendiri juga bisa mengecek langsung ke kantor."Jujur saja Rinoa sedikit tidak suka kalau Barra mulai membahas urusan pekerjaan. Dia sudah merasakan sendiri kurangnya kasih sayang Enzo ke Rinoa akibat mengurus perusahaan milik Barra, sekarang di saat Enzo tidak ada malah kembali Barra memikirkan bisnisnya.Barra sepertinya pun langsung paham kalau Rinoa kurang menyukai pembahasan ini. Terlihat dari ekspresi Rinoa yang langsung berubah cemberut saat Barra membahas tentang kantornya.Seketika Barra mengelus tangan Rinoa dengan lembut. "Kita makan dulu ya, Noa. Papa minta maaf kalau bahas masalah yang tadi."Rinoa tersenyum tipis. Dia pun men

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   26. Kamu Harus Percaya Sama Papa

    Barra mengangguk dengan yakin. "Tentu, Noa. Malah Papa khawatirnya dengan kamu." "Denganku?" Rinoa mengernyit. "Iya, kamu yang harus lebih berhati-hati lagi. Seperti yang Papa bilang tadi, adik kamu instingnya kuat. Jangan menunjukkan gerak-gerik yang aneh di depan dia. Bisa kan, Noa?" Barra lantas mengelus lembut puncak kepala Rinoa. Seperti menunjukkan rasa kasih sayang seorang ayah kepada putrinya. "Oke, Pa." Rinoa mengangguk pelan. Barra mengalihkan pandangannya sejenak ke arah luar mobil. "Sepertinya kita harus keluar sekarang. Papa nggak mau orang-orang di rumah ini jadi curiga kalau kita lebih lama lagi diam di dalam mobil." Rinoa setuju dengan saran Barra. Dia dan Barra pun segera keluar dari mobil. Jujur saja, gara-gara telepon dari Reonald tadi rasanya momen nikmat berdua dengan Barra jadi terasa nanggung. Rinoa pun mengakui kalau mertuanya ini sangat lihai menahan diri, padahal tadi bisa saja Rinoa cuek dengan tidak menjawab panggilan telepon dari adiknya. Namun Bar

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   25. Begini, Noa Sayang

    "A-aku, aku udah pernah lihat," ucap Rinoa dengan sangat pelan. Pandangannya tertuju pada tangannya yang masih diarahkan oleh Barra. Memang benar kalau Rinoa sudah pernah melihatnya sebelumnya, bahkan Rinoa juga masih ingat bagaimana bentuk dan ukurannya saat tak sengaja mengintip mertuanya itu."Oh, benar ... Papa baru ingat kalau kamu sudah pernah melihatnya, Noa. Baru melihat tapi belum berkenalan langsung, kan?" Lagi-lagi Barra memancing keadaan. Rinoa tertarik, dan rasanya memang sulit menolak pancingan dari Barra. "Ber-berkenalan yang seperti apa maksud Papa?" Rinoa pura-pura tidak paham. Pipinya seketika merona merah, jadi membayangkan milik Barra yang pernah dia lihat sebelumnya."Hei, kamu manis sekali kalau malu-malu begini." Tiba-tiba saja Barra mengendurkan ikat pinggang kemudian melepas ritsleting celananya. Benda miliknya dikeluarkan dari tempatnya, hendak mengajak Rinoa untuk berkenalan langsung."Pegang ini, Noa!" perintah Barra. Tangan Rinoa pun dipaksa untuk mengge

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   24. Kenapa Berhenti, Pa?

    Tentu saja Rinoa tidak menolaknya, malah ini yang Rinoa suka. Lebih intim dengan papa Barra. Namun mata Rinoa seketika celingukan memperhatikan sekitar. "Apa nanti nggak ada yang curiga karena kita kelamaan di dalam mobil, Pa?" "Setidaknya mereka nggak tahu apa yang kita lakuin di sini, Noa." Barra meraih tangan Rinoa, lalu mencium punggung tangan perempuan itu dengan lembut. Tangan Rinoa lantas diarahkan ke pipi Barra, meraba-raba tangan itu menggunakan pipinya. "Kalau boleh jujur, biarpun kita belum lama kenal tapi Papa sudah sangat sayang ke kamu. Papa tahu ini salah, tapi semakin Papa tahan rasanya semakin buat dada Papa sakit." Rinoa terdiam, menatap bagaimana mempesonanya sosok Barra. Memang aura Barra sangat berbeda dengan Enzo, jauh lebih tenang dan sangat meneduhkan. Rinoa juga paham kalau yang mereka lakukan ini salah, tapi dia tidak bisa menutupi kalau dirinya juga merasa jauh lebih nyaman dengan Barra. "Kalau seandainya aku tinggalin Enzo gimana, Pa?" tanya Rinoa tiba-

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   23. Lebih Intim Sama Kamu

    Sudah tentu Rinoa perlu jeda sesaat sebelum mulai menyetir. Bagian bawahnya yang masih terasa basah itu sedikit membuatnya terganggu. Rinoa pun merapikan dirinya sejenak, lalu menarik napas dalam dan mulai fokus untuk menyetir. Barra masih tersenyum melihat bagaimana kondisi Rinoa yang baru selesai pelepasan tapi dipaksa menyetir itu. Ternyata sekali-kali jahil ke Rinoa menyenangkan juga. "Enzo pamitan ke kamu?" tanya Barra tiba-tiba. Pandangannya masih tertuju pada menantunya yang sedang fokus menatap ke jalan. Rinoa dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Enggak, Pa, aku bahkan nggak tahu kalau dia pergi ke Singapura. Tadi Mbak Pur yang bilang kalau dia pagi-pagi udah berangkat, takut ketinggalan pesawat. Dan setelah dia sampai di Changi Airport, baru deh dia laporan ke aku." Mendengar itu, Barra menghela napasnya dengan berat. "Tadi pagi kebetulan Papa lihat dia sebelum berangkat, dan juga baru bilang ke Papa kalau dia mau ke Singapura. Papa kira dia sudah pamitan duluan

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   22. Noa, Kamu Basah Sekali, Sayang! (21+)

    Rinoa bergeming begitu mendengar pertanyaan mertuanya. Apa yang harus Rinoa katakan? Apa mengaku jujur kalau Rinoa memang ingin punya waktu berdua lebih lama dengan Barra? Barra lantas terkekeh sendiri. Apalagi saat melihat Rinoa yang kebingungan untuk merespon pertanyaannya tadi. "Jangan terlalu serius, Noa. Ayo masuk ke dalam mobil. Kamu yang nyetir, kan?" Barra terlihat menunggu Rinoa untuk membuka kunci pintu mobilnya. Ada senyuman jahil yang dilayangkan Barra kepadanya. Rinoa jadi salah tingkah, dia pun buru-buru membuka kunci pintu mobilnya. Sementara Barra segera masuk ke dalam mobil begitu kuncinya sudah terbuka. Rinoa menyusul untuk masuk, dan duduk di belakang kemudi. "Sebenarnya bisa aja Papa yang nyetir, tapi...." Barra melirik ke arah Rinoa yang duduk di sebelahnya. "Tapi apa, Pa?" tanya Rinoa sambil ikut menoleh ke arah Barra. Tangan Barra tiba-tiba saja sudah meraba paha Rinoa, seketika tubuh Rinoa bergidik. "Tapi Papa percaya kalau kamu yang pegang setir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status