Share

3. Aku Mau Papa

Author: Ika Armeini
last update Last Updated: 2025-09-11 23:39:41

Papa Barra sedang memainkan bagian sensitif tubuhnya sendiri sambil video call mesum dengan seseorang.

Gila! Dalam satu hari ini Rinoa benar-benar melihat sendiri bagaimana kelakuan gila mertuanya. Apa karena sudah tidak punya istri jadi seperti ini?

Apa jangan-jangan yang diajak video call itu adalah perempuan yang berhalangan hadir tadi siang?

Mendengar suara genit dan penuh gairah perempuan muda yang diajak video call itu saja sudah membuat Rinoa kegelian sendiri.

Anehnya, Rinoa malah tetap terdiam di tempat. Melihat aksi laki-laki paruh baya itu yang sibuk sendiri dengan bagian sensitif di tubuhnya. Antara penasaran, tapi geli sendiri. Gara-gara menonton, tanpa sadar tubuh Rinoa pun ikut bereaksi. Ada sesuatu yang membuatnya bergejolak, dan ingin ikut disentuh.

"Oh, Rinoa?!" Barra tiba-tiba saja menyadari kalau ada yang mengintip dari luar pintu kamarnya. Dengan cepat Barra menyudahi panggilan video mesum itu, lalu memakai celananya dengan asal-asalan.

Rinoa ikut kaget karena ketahuan. Dia pun refleks kabur dari tempatnya berdiri tadi.

Barra rupanya mengejar Rinoa di belakang. Seperti tidak mau membuat Rinoa salah paham tentang kejadian yang tadi.

"Rinoa, tunggu!" Barra langsung menghentikan langkah kaki Rinoa sebelum perempuan itu berhasil masuk ke kamarnya sendiri. "Kamu lihat yang tadi?"

Rinoa terdiam, tidak berani menjawab. Namun wajahnya terlihat ketakutan.

Barra pun langsung menepuk pundak Rinoa dengan pelan, mencoba menenangkan menantunya. "Yang tadi kamu lihat itu, sebenarnya―"

"Aku nggak lihat apa-apa, Pa!" dusta Rinoa.

"Kamu jelas lihat, Noa! Kalau memang kamu nggak lihat, buat apa kamu langsung kabur dan lari?"

"Ang-anggap aja kalau aku memang nggak pernah lihat!"

"Papa cuma nggak mau kamu salah paham dan ngira Papa suka melalukan hal itu. Yang tadi itu ... baru pertama kali Papa lakuin, selain dengan mamanya Enzo." Terlihat Barra sedikit malu, kepalanya pun menunduk.

Rinoa paham, mungkin ditinggal istri untuk selama-lamanya pasti terasa berat. Apalagi laki-laki biarpun sudah tua katanya masih tetap perlu pelampiasan biologis.

"Cewek yang tadi itu, yang harusnya jadi tamu Papa, kan?" tanya Rinoa akhirnya karena penasaran.

"Ummm ... iya!" Barra mengangguk pelan. "Maaf kalau bikin kamu nggak nyaman, tapi kalau bisa jangan ceritakan hal begini ke Enzo."

"Kenapa?"

"Di mata Enzo, Papa ini nggak ada kurangnya, Noa! Kejadian ini cuma kamu yang tahu."

Rinoa paham, ternyata Barra tidak mau kekurangannya diketahui oleh anak tiri kesayangannya. Mata Rinoa pun secara tidak sengaja memperhatikan celana yang dipakai mertuanya secara asal-asalan tadi. Ada sesuatu yang tersembunyi di dalam sana yang tadi dilihat langsung oleh Rinoa saat Barra sibuk video call mesum.

Entah mengapa bayangan bentuk dan ukurannya masih terus membayangi kepala Rinoa. Ini jelas salah, salah karena masih membayangkannya. Apalagi kalau mau merasakannya juga.

Oh, tidak, tidak, tidak ... Rinoa harus menahan diri biarpun tahu kalau pesona mertuanya ini sangat memikat.

"Papa berani bayar pakai apa untuk hadiah tutup mulutku?" tantang Rinoa tiba-tiba.

"Hadiah tutup mulut? Ah, kalau masalah itu, apa aja yang Rinoa minta bisa Papa kasih. Kamu tinggal sebut mau apa, nanti pasti Papa berikan untuk kamu." Barra mencoba memastikan kalau dirinya bisa menyanggupi apa pun kemauan menantunya. Memang apa saja bisa diberikan asal ada uang, kan?

Rinoa malah terdiam, tampak sedang berpikir. Mau minta apa lagi dari mertuanya ini?

Harta? Rinoa terlahir dari keluarga yang mampu, bahkan ayah Rinoa salah satu klien terpentingnya Enzo. Semua barang-barang mewah sudah Rinoa miliki dari kecil, rasanya tidak ada keinginan lagi untuk menambah koleksi barang branded.

"Jadi, sekarang Rinoa mau minta apa dari Papa?" tanya Barra kemudian.

Mata Rinoa lagi-lagi memperhatikan bagian tubuh Barra yang saat ini sudah tentu tertutup, biarpun agak asal-asalan itu. Pikirannya masih saja membayangkan kejadian tadi. Rasanya untuk saat ini sangat sulit melupakannya.

"Aku mau Papa," celetuk Rinoa.

"Hah?" Barra mencoba memastikan yang barusan dia dengar. "Mau Papa?"

Rinoa mengangguk, tapi begitu sadar dia pun dengan cepat menggelengkan kepala. "Eng-enggak, ma-maksudnya ... aku mau Papa temenin makan malam," koreksinya.

"Oh, cuma makan malam?"

"Iya!" Rinoa mengangguk lagi dengan sangat yakin. "Bi-biasanya belakangan ini aku makan malam sendiri, Enzo pulang tengah malam waktu aku sudah tidur."

"Papa ngerti, Enzo memang sedang mengurus proyek penting. Jadi gara-gara Enzo sibuk, kamu pasti sering makan sendirian, ya? Oke, malam ini kamu nggak makan malam sendiri. Papa bakalan temenin kamu makan malam. Tapi sesuai janji, kalau bisa kamu merahasiakan yang barusan itu ke Enzo."

"Iya, aku janji," jawab Rinoa dengan pelan. "Kalau begitu, aku tunggu di ruang makan. Mungkin Papa bisa mandi dulu atau siap-siap."

Barra sadar, pasti Rinoa agak jijik melihat kegiatannya yang tadi. Makanya diminta untuk mandi dulu, baru menyusul ke ruang makan untuk makan malam bersama. Tentu saja Barra menuruti perkataan menantunya, lalu kembali ke kamarnya untuk mandi dan bersiap-siap.

Lama rasanya Rinoa menunggu di ruang makan, bahkan hampir saja Rinoa mengantuk. Akhirnya Barra pun datang, sudah tentu dalam kondisi yang sudah bersih dan rapi.

Rinoa membatu begitu melihat bagaimana tampilan mertuanya yang sangat mempesona dan ... menggairahkan.

Apa yang salah dengan Rinoa? Sejak kapan dirinya malah menyukai laki-laki yang berusia terlewat matang ini? Ditambah lagi ini adalah mertuanya. Pasti ini cuma fantasi iseng yang sekedar lewat, dan seharusnya Rinoa bisa segera sadar kalau ini salah.

"Maaf nunggu lama, Noa! Kenapa nggak duluan makan aja?" tanya Barra sambil duduk berhadapan dengan Rinoa.

"Aku ... aku mau makan Papa! Oh, ma-maksudnya aku mau makan bareng-bareng sama Papa," jawab Rinoa sambil matanya terus memperhatikan mertuanya, tanpa berkedip.

Barra menyeringai. Laki-laki itu juga ikut membalas tatapan Rinoa. Terlihat kalau mertuanya juga mempunyai ketertarikan kepadanya. Mungkin karena hari ini juga hari di mana pertemuan pertama mereka dan dilalui cukup berat. Maksudnya, berat menahan godaan.

Memang sedikit terlihat canggung, Rinoa pun akhirnya makan duluan untuk menutupi kecanggungannya. Lagian ngapain juga pakai acara terpesona melihat mertuanya itu? Tidak seharusnya papa Barra setampan itu di usia lanjut, kan?

"Jadi, bagaimana rasanya menjadi istri Enzo? Apa Enzo memperlakukan kamu dengan baik?" Barra iseng mengintrogasi, tatapannya masih intens menuju ke Rinoa. Bahkan Barra tidak tertarik dengan banyaknya jenis hidangan makan malam yang disiapkan, saat ini Barra merasakan lapar yang lain.

"Baik, Enzo baik dan sayang sama aku, Pa!" jawab Rinoa sedikit berbohong.

"Bagus kalau begitu. Kamu bisa laporan ke Papa kalau seandainya nanti Enzo berbuat yang tidak-tidak atau nyakitin kamu. Papa siap melayani kamu!"

Rinoa jadi terbatuk-batuk mendengar kalimat terakhir dari mertuanya. "Me-melayani?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
EmiraFH
Papa ikut nakal niii
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   27. Berapa Lama Cantik Seperti Ini?

    Barra menaikkan satu sudut bibirnya. "Kamu benar, memang lebih baik dia berlama-lama di sana. Tapi ... semoga aja Enzo nggak lalai dengan tugasnya di kantor."Rinoa mendengkus pelan. "Bukannya Enzo udah terlalu sering kerja lembur di kantor Papa? Sesekali dia bebas tugas sepertinya nggak masalah kan, Pa? Lagian semua bisa dicek lewat online dan Papa sendiri juga bisa mengecek langsung ke kantor."Jujur saja Rinoa sedikit tidak suka kalau Barra mulai membahas urusan pekerjaan. Dia sudah merasakan sendiri kurangnya kasih sayang Enzo ke Rinoa akibat mengurus perusahaan milik Barra, sekarang di saat Enzo tidak ada malah kembali Barra memikirkan bisnisnya.Barra sepertinya pun langsung paham kalau Rinoa kurang menyukai pembahasan ini. Terlihat dari ekspresi Rinoa yang langsung berubah cemberut saat Barra membahas tentang kantornya.Seketika Barra mengelus tangan Rinoa dengan lembut. "Kita makan dulu ya, Noa. Papa minta maaf kalau bahas masalah yang tadi."Rinoa tersenyum tipis. Dia pun men

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   26. Kamu Harus Percaya Sama Papa

    Barra mengangguk dengan yakin. "Tentu, Noa. Malah Papa khawatirnya dengan kamu." "Denganku?" Rinoa mengernyit. "Iya, kamu yang harus lebih berhati-hati lagi. Seperti yang Papa bilang tadi, adik kamu instingnya kuat. Jangan menunjukkan gerak-gerik yang aneh di depan dia. Bisa kan, Noa?" Barra lantas mengelus lembut puncak kepala Rinoa. Seperti menunjukkan rasa kasih sayang seorang ayah kepada putrinya. "Oke, Pa." Rinoa mengangguk pelan. Barra mengalihkan pandangannya sejenak ke arah luar mobil. "Sepertinya kita harus keluar sekarang. Papa nggak mau orang-orang di rumah ini jadi curiga kalau kita lebih lama lagi diam di dalam mobil." Rinoa setuju dengan saran Barra. Dia dan Barra pun segera keluar dari mobil. Jujur saja, gara-gara telepon dari Reonald tadi rasanya momen nikmat berdua dengan Barra jadi terasa nanggung. Rinoa pun mengakui kalau mertuanya ini sangat lihai menahan diri, padahal tadi bisa saja Rinoa cuek dengan tidak menjawab panggilan telepon dari adiknya. Namun Bar

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   25. Begini, Noa Sayang

    "A-aku, aku udah pernah lihat," ucap Rinoa dengan sangat pelan. Pandangannya tertuju pada tangannya yang masih diarahkan oleh Barra. Memang benar kalau Rinoa sudah pernah melihatnya sebelumnya, bahkan Rinoa juga masih ingat bagaimana bentuk dan ukurannya saat tak sengaja mengintip mertuanya itu."Oh, benar ... Papa baru ingat kalau kamu sudah pernah melihatnya, Noa. Baru melihat tapi belum berkenalan langsung, kan?" Lagi-lagi Barra memancing keadaan. Rinoa tertarik, dan rasanya memang sulit menolak pancingan dari Barra. "Ber-berkenalan yang seperti apa maksud Papa?" Rinoa pura-pura tidak paham. Pipinya seketika merona merah, jadi membayangkan milik Barra yang pernah dia lihat sebelumnya."Hei, kamu manis sekali kalau malu-malu begini." Tiba-tiba saja Barra mengendurkan ikat pinggang kemudian melepas ritsleting celananya. Benda miliknya dikeluarkan dari tempatnya, hendak mengajak Rinoa untuk berkenalan langsung."Pegang ini, Noa!" perintah Barra. Tangan Rinoa pun dipaksa untuk mengge

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   24. Kenapa Berhenti, Pa?

    Tentu saja Rinoa tidak menolaknya, malah ini yang Rinoa suka. Lebih intim dengan papa Barra. Namun mata Rinoa seketika celingukan memperhatikan sekitar. "Apa nanti nggak ada yang curiga karena kita kelamaan di dalam mobil, Pa?" "Setidaknya mereka nggak tahu apa yang kita lakuin di sini, Noa." Barra meraih tangan Rinoa, lalu mencium punggung tangan perempuan itu dengan lembut. Tangan Rinoa lantas diarahkan ke pipi Barra, meraba-raba tangan itu menggunakan pipinya. "Kalau boleh jujur, biarpun kita belum lama kenal tapi Papa sudah sangat sayang ke kamu. Papa tahu ini salah, tapi semakin Papa tahan rasanya semakin buat dada Papa sakit." Rinoa terdiam, menatap bagaimana mempesonanya sosok Barra. Memang aura Barra sangat berbeda dengan Enzo, jauh lebih tenang dan sangat meneduhkan. Rinoa juga paham kalau yang mereka lakukan ini salah, tapi dia tidak bisa menutupi kalau dirinya juga merasa jauh lebih nyaman dengan Barra. "Kalau seandainya aku tinggalin Enzo gimana, Pa?" tanya Rinoa tiba-

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   23. Lebih Intim Sama Kamu

    Sudah tentu Rinoa perlu jeda sesaat sebelum mulai menyetir. Bagian bawahnya yang masih terasa basah itu sedikit membuatnya terganggu. Rinoa pun merapikan dirinya sejenak, lalu menarik napas dalam dan mulai fokus untuk menyetir. Barra masih tersenyum melihat bagaimana kondisi Rinoa yang baru selesai pelepasan tapi dipaksa menyetir itu. Ternyata sekali-kali jahil ke Rinoa menyenangkan juga. "Enzo pamitan ke kamu?" tanya Barra tiba-tiba. Pandangannya masih tertuju pada menantunya yang sedang fokus menatap ke jalan. Rinoa dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Enggak, Pa, aku bahkan nggak tahu kalau dia pergi ke Singapura. Tadi Mbak Pur yang bilang kalau dia pagi-pagi udah berangkat, takut ketinggalan pesawat. Dan setelah dia sampai di Changi Airport, baru deh dia laporan ke aku." Mendengar itu, Barra menghela napasnya dengan berat. "Tadi pagi kebetulan Papa lihat dia sebelum berangkat, dan juga baru bilang ke Papa kalau dia mau ke Singapura. Papa kira dia sudah pamitan duluan

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   22. Noa, Kamu Basah Sekali, Sayang! (21+)

    Rinoa bergeming begitu mendengar pertanyaan mertuanya. Apa yang harus Rinoa katakan? Apa mengaku jujur kalau Rinoa memang ingin punya waktu berdua lebih lama dengan Barra? Barra lantas terkekeh sendiri. Apalagi saat melihat Rinoa yang kebingungan untuk merespon pertanyaannya tadi. "Jangan terlalu serius, Noa. Ayo masuk ke dalam mobil. Kamu yang nyetir, kan?" Barra terlihat menunggu Rinoa untuk membuka kunci pintu mobilnya. Ada senyuman jahil yang dilayangkan Barra kepadanya. Rinoa jadi salah tingkah, dia pun buru-buru membuka kunci pintu mobilnya. Sementara Barra segera masuk ke dalam mobil begitu kuncinya sudah terbuka. Rinoa menyusul untuk masuk, dan duduk di belakang kemudi. "Sebenarnya bisa aja Papa yang nyetir, tapi...." Barra melirik ke arah Rinoa yang duduk di sebelahnya. "Tapi apa, Pa?" tanya Rinoa sambil ikut menoleh ke arah Barra. Tangan Barra tiba-tiba saja sudah meraba paha Rinoa, seketika tubuh Rinoa bergidik. "Tapi Papa percaya kalau kamu yang pegang setir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status