Home / Romansa / Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku / 6. Fantasi Seksual Papa Barra

Share

6. Fantasi Seksual Papa Barra

Author: Ika Armeini
last update Last Updated: 2025-09-19 15:59:05

"Oh, selamat pagi, Enzo!" Barra sebisa mungkin menyembunyikan rasa paniknya dengan menyapa Enzo, bahkan terpaksa melebarkan senyumnya. "Ini tadi Rinoa bilang kalau dia yang siapin semua sarapan pagi, jadi Papa diminta untuk cobain masakannya." 

Enzo melirik sekilas ke atas meja makan, lalu beralih ke Rinoa. Tiba-tiba saja Enzo mengembangkan senyum di wajahnya, kemudian menghampiri istrinya.

"Wah, kamu rajin banget, Sayang! Makasih udah siapin sarapan untukku dan Papa, ya!" Enzo langsung memeluk tubuh Rinoa dari samping lalu memberi kecupan mesra pada pipi Rinoa. 

Sudah pasti Rinoa jadi mengerutkan keningnya, sikap Enzo kenapa jadi manis begini? Padahal tadi sempat berdebat dan sangat menyebalkan sewaktu di kamar.

Barra tersenyum tipis saat melihat kemesraan Enzo dan Rinoa di depan matanya. Entah mengapa, tidak begitu nyaman melihat kemesraan itu. Dada Barra seperti ada yang membakar dan terasa panas.

"Gimana masakan Rinoa, pasti enak kan, Pa? Dia mulai pintar masak setelah nikah." Enzo duduk di sebelah Rinoa dan dia pun ikut mengambil sarapan. 

Padahal masih ingat jelas di memori Rinoa kalau belakangan ini Enzo tidak pernah makan di rumah, biarpun cuma sarapan. 

"Tentu enak, dong! Padahal katanya Rinoa baru belajar masak, tapi masakannya mirip seperti buatan mama kamu, En!" jawab Barra. 

Enzo mengangguk tanda setuju sambil mencicipi sarapan buatan Rinoa. Ini pertama kalinya Enzo mencoba sarapan buatan Rinoa, dari ekspresinya sih sepertinya memang masakan Rinoa tidak mengecewakan.

"Gimana? Enak?" Rinoa penasaran, ingin mendengar langsung tanggapan dari Enzo.

  

Enzo pun menatap Rinoa dengan penuh cinta, sambil mengelus-elus rambut Rinoa. "Enak banget, Sayang! Kamu itu memang luar biasa, selain cantik dan perhatian, ternyata kamu jago dalam segala hal. Baru belajar masak aja udah seenak ini." Enzo lantas kembali memberi kecupan kepada Rinoa. 

Sudah pasti Rinoa dibuat heran kembali, ini suaminya kesambet setan di mana? Kenapa jadi berubah romantis begini?

"Oh, tapi sayangnya aku nggak bisa lama-lama sarapan. Aku harus berangkat sebelum jalanan macet, nanti ada pertemuan penting dengan Himbara Group." Enzo terlihat melirik ke arloji yang dipakainya. 

"Himbara Group? Apa perjanjiannya jadi diperpanjang?" tanya Barra kepada putranya. 

"Jadi, Pa! Seharusnya pertemuannya itu minggu lalu, tapi mereka yang berhalangan datang." 

  

Barra mengangguk. "Papa percayakan semuanya di kamu, Enzo! Nanti siang Papa akan menyusul ke kantor, masih ada beberapa hal yang Papa perlu selesaikan lewat meeting online di rumah perihal anak perusahaan di Jerman."

"Aman, Pa! Papa jangan khawatir, pokoknya Papa percayakan aja semua urusan perusahaan Papa yang di sini ke aku." Enzo terlihat percaya diri di depan Barra. "Dan kalau misalnya Papa masih capek, karena kemarin perjalanan jauh dari Jerman ke sini, mungkin Papa nggak perlu mampir dulu ke kantor. Aku bisa handle semua, Pa! Tenang aja ...."

"Pasti, Papa pasti percaya sama kamu, En! Masalahnya ...." Barra melirik sekilas ke arah Rinoa, lalu kembali beralih ke Enzo. "Kamu boleh kerja keras, tapi jangan lupa kalau kamu sudah punya istri. Setidaknya, beri waktu luang supaya kamu dan Rinoa punya quality time. Pastinya kalian juga punya rencana untuk beri Papa cucu, kan? Perusahaan Papa harus terus punya penerusnya." 

"Oh, yang itu ...." Enzo terlihat merangkul pundak Rinoa dengan mesra, lalu menatap istrinya lagi dengan tatapan cinta. "Weekend nanti aku bakalan liburan sama Rinoa, Pa! Papa jangan khawatir masalah cucu, nanti aku dan Rinoa bakalan bikin cucu yang banyak untuk Papa dan tentunya untuk meneruskan semua perusahaan-perusahaan Papa." 

Barra hanya mengangguk, terlihat percaya pada ucapan Enzo.

Enzo pun kemudian berpamitan untuk berangkat ke kantor duluan. Rinoa ikut mengantarkan suaminya sampai di mobil. Lagi-lagi Enzo banjir kemesraan ke Rinoa, benar-benar pamer depan Barra dan mau membuktikan kalau pernikahan mereka amat sangat harmonis.

  

Jujur saja, Rinoa suka kalau Enzo bersikap manis begini. Semoga saja bukan ada maksud tertentu. 

Sebelum mobil Enzo pergi, Rinoa kembali diberi ciuman oleh Enzo. Sudah pasti Rinoa senang kalau sikap Enzo sudah kembali normal ke setelan awal. 

"Jaga sikap kamu depan Papa, Noa! Jangan ngeluh aneh-aneh ke Papa, apalagi kalau kamu sampai ngeluh lagi karena aku jarang punya waktu di rumah. Paham?" Enzo membisikkan kalimat tersebut di telinga Rinoa, tepat setelah memberi ciuman ke istrinya itu. Nadanya pelan, tapi jelas bermaksud mengancam. 

Dengan takut-takut akhirnya Rinoa pun mengangguk, tanda paham.

Mobil Enzo lantas pergi, entah mengapa rasanya Rinoa jadi sangat kesal mendengar kata-kata Enzo yang barusan. 

"Jadi kamu cuma mau kelihatan sempurna depan Papa Barra, kan? Huh, ternyata benar ada maksudnya sikap romantis yang tadi," gumam Rinoa yang lantas bibirnya manyun karena kesal.

Rinoa pun kembali ke meja makan dengan ekspresi yang masih kusut gara-gara kesal ke Enzo. Namun ternyata papa Barra sudah selesai dengan kegiatan sarapannya. Laki-laki itu sudah tidak ada di meja makan.

"Non, tadi Mbak lihat ini ketinggalan di meja makan. Sepertinya ini HP Tuan besar, mending Non Rinoa yang balikin ke Tuan. Soalnya dari tadi HP-nya getar terus, Non!" Asisten rumah tangga di rumah itu menyerahkan ponsel milik papa Barra yang tertinggal di meja makan kepada Rinoa.

"Oh, iya nanti biar saya yang balikin ke Papa, Mbak!" Rinoa memperhatikan layar ponsel tersebut, ada beberapa panggilan tak terjawab. Mungkin dari klien pentingnya papa Barra. 

Dengan cepat Rinoa pun berjalan menuju ke kamar mertuanya, hendak mengembalikan ponsel tersebut, takut kalau ada panggilan telepon penting lagi.

Lagi-lagi pintu kamar mertuanya terbuka, kenapa sih papa Barra punya hobi lupa tutup pintu?

Perlahan Rinoa mengetuk pintu kamar tersebut, takutnya nanti Papa Barra sudah mulai meeting online. Sayangnya tidak ada tanggapan dari beberapa kali Rinoa mengetuk pintu.

"Pa, ini HP Papa ketinggalan di meja makan. Barusan ada yang telepon juga," ucap Rinoa di depan pintu yang terbuka tadi. Siapa tahu mertuanya dengar dari dalam.

Tidak ada respon lagi. Ah, mungkin memang tidak di kamar. Rinoa pun memberanikan diri untuk masuk ke dalam, mau meletakkan ponsel tersebut di atas meja. 

Baru saja Rinoa masuk ke dalam, terdengar suara kucuran air shower di kamar mandi yang ada di dalam kamar tersebut. 

Seketika Rinoa paham, pantas panggilan Rinoa tidak dijawab, ternyata sedang di kamar mandi.

Niat awalnya mau meletakkan saja ponselnya di atas meja, tapi gara-gara jiwa penasaran Rinoa yang tinggi, dia malah melangkahkan kaki ke depan pintu kamar mandi. Ini gara-gara Rinoa kembali mendengar suara aneh papa Barra yang mirip seperti saat ketahuan sedang video call mesum dengan cewek bayarannya. 

Lagi-lagi mertuanya memang punya kebiasaan lupa menutup pintu, pintu kamar mandinya pun setengah terbuka juga. Ini jelas membuat Rinoa jadi gampang mengintip kegiatan mertuanya di dalam.

Mata Rinoa kembali membulat. Kaget melihat mertuanya dalam kondisi polosan di bawah kucuran air shower. Tangan kanan papa Barra terlihat sibuk memainkan bagian sensitif miliknya di bawah sana yang berukuran lumayan. Sementara matanya terpejam, terlihat sangat menikmati kegiatan sendirinya itu.

"Uhhhh, Rinoaaaaaa ... yes, Baby girl! Aaaahhhhh ... Rinoaaahh!" Barra beberapa kali mendesah mengucapkan nama Rinoa sambil masih memejamkan mata dan sibuk dengan kegiatan tangannya itu. 

Melihat ini jelas membuat Rinoa benar-benar syok di tempat. Dia tidak salah dengar, barusan mertuanya menyebut namanya. Jadi, apakah Rinoa menjadi fantasi seksual papa Barra?

  

Gara-gara masih syok, Rinoa pun mundur perlahan. Sayangnya kakinya malah tersandung meja di kamar tersebut. 

"Aaaauuuuwww ...." Rinoa merintih, lalu dengan cepat menutup mulutnya sendiri dengan tangan. Menahan rasa sakit di kakinya sambil deg-degan karena takut ketahuan.

"Siapa itu?" Suara papa Barra terdengar dari dalam kamar mandi. Tak lama kemudian, sosoknya pun muncul hanya dengan membalut bagian bawah tubuhnya dengan handuk.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   27. Berapa Lama Cantik Seperti Ini?

    Barra menaikkan satu sudut bibirnya. "Kamu benar, memang lebih baik dia berlama-lama di sana. Tapi ... semoga aja Enzo nggak lalai dengan tugasnya di kantor."Rinoa mendengkus pelan. "Bukannya Enzo udah terlalu sering kerja lembur di kantor Papa? Sesekali dia bebas tugas sepertinya nggak masalah kan, Pa? Lagian semua bisa dicek lewat online dan Papa sendiri juga bisa mengecek langsung ke kantor."Jujur saja Rinoa sedikit tidak suka kalau Barra mulai membahas urusan pekerjaan. Dia sudah merasakan sendiri kurangnya kasih sayang Enzo ke Rinoa akibat mengurus perusahaan milik Barra, sekarang di saat Enzo tidak ada malah kembali Barra memikirkan bisnisnya.Barra sepertinya pun langsung paham kalau Rinoa kurang menyukai pembahasan ini. Terlihat dari ekspresi Rinoa yang langsung berubah cemberut saat Barra membahas tentang kantornya.Seketika Barra mengelus tangan Rinoa dengan lembut. "Kita makan dulu ya, Noa. Papa minta maaf kalau bahas masalah yang tadi."Rinoa tersenyum tipis. Dia pun men

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   26. Kamu Harus Percaya Sama Papa

    Barra mengangguk dengan yakin. "Tentu, Noa. Malah Papa khawatirnya dengan kamu." "Denganku?" Rinoa mengernyit. "Iya, kamu yang harus lebih berhati-hati lagi. Seperti yang Papa bilang tadi, adik kamu instingnya kuat. Jangan menunjukkan gerak-gerik yang aneh di depan dia. Bisa kan, Noa?" Barra lantas mengelus lembut puncak kepala Rinoa. Seperti menunjukkan rasa kasih sayang seorang ayah kepada putrinya. "Oke, Pa." Rinoa mengangguk pelan. Barra mengalihkan pandangannya sejenak ke arah luar mobil. "Sepertinya kita harus keluar sekarang. Papa nggak mau orang-orang di rumah ini jadi curiga kalau kita lebih lama lagi diam di dalam mobil." Rinoa setuju dengan saran Barra. Dia dan Barra pun segera keluar dari mobil. Jujur saja, gara-gara telepon dari Reonald tadi rasanya momen nikmat berdua dengan Barra jadi terasa nanggung. Rinoa pun mengakui kalau mertuanya ini sangat lihai menahan diri, padahal tadi bisa saja Rinoa cuek dengan tidak menjawab panggilan telepon dari adiknya. Namun Bar

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   25. Begini, Noa Sayang

    "A-aku, aku udah pernah lihat," ucap Rinoa dengan sangat pelan. Pandangannya tertuju pada tangannya yang masih diarahkan oleh Barra. Memang benar kalau Rinoa sudah pernah melihatnya sebelumnya, bahkan Rinoa juga masih ingat bagaimana bentuk dan ukurannya saat tak sengaja mengintip mertuanya itu."Oh, benar ... Papa baru ingat kalau kamu sudah pernah melihatnya, Noa. Baru melihat tapi belum berkenalan langsung, kan?" Lagi-lagi Barra memancing keadaan. Rinoa tertarik, dan rasanya memang sulit menolak pancingan dari Barra. "Ber-berkenalan yang seperti apa maksud Papa?" Rinoa pura-pura tidak paham. Pipinya seketika merona merah, jadi membayangkan milik Barra yang pernah dia lihat sebelumnya."Hei, kamu manis sekali kalau malu-malu begini." Tiba-tiba saja Barra mengendurkan ikat pinggang kemudian melepas ritsleting celananya. Benda miliknya dikeluarkan dari tempatnya, hendak mengajak Rinoa untuk berkenalan langsung."Pegang ini, Noa!" perintah Barra. Tangan Rinoa pun dipaksa untuk mengge

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   24. Kenapa Berhenti, Pa?

    Tentu saja Rinoa tidak menolaknya, malah ini yang Rinoa suka. Lebih intim dengan papa Barra. Namun mata Rinoa seketika celingukan memperhatikan sekitar. "Apa nanti nggak ada yang curiga karena kita kelamaan di dalam mobil, Pa?" "Setidaknya mereka nggak tahu apa yang kita lakuin di sini, Noa." Barra meraih tangan Rinoa, lalu mencium punggung tangan perempuan itu dengan lembut. Tangan Rinoa lantas diarahkan ke pipi Barra, meraba-raba tangan itu menggunakan pipinya. "Kalau boleh jujur, biarpun kita belum lama kenal tapi Papa sudah sangat sayang ke kamu. Papa tahu ini salah, tapi semakin Papa tahan rasanya semakin buat dada Papa sakit." Rinoa terdiam, menatap bagaimana mempesonanya sosok Barra. Memang aura Barra sangat berbeda dengan Enzo, jauh lebih tenang dan sangat meneduhkan. Rinoa juga paham kalau yang mereka lakukan ini salah, tapi dia tidak bisa menutupi kalau dirinya juga merasa jauh lebih nyaman dengan Barra. "Kalau seandainya aku tinggalin Enzo gimana, Pa?" tanya Rinoa tiba-

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   23. Lebih Intim Sama Kamu

    Sudah tentu Rinoa perlu jeda sesaat sebelum mulai menyetir. Bagian bawahnya yang masih terasa basah itu sedikit membuatnya terganggu. Rinoa pun merapikan dirinya sejenak, lalu menarik napas dalam dan mulai fokus untuk menyetir. Barra masih tersenyum melihat bagaimana kondisi Rinoa yang baru selesai pelepasan tapi dipaksa menyetir itu. Ternyata sekali-kali jahil ke Rinoa menyenangkan juga. "Enzo pamitan ke kamu?" tanya Barra tiba-tiba. Pandangannya masih tertuju pada menantunya yang sedang fokus menatap ke jalan. Rinoa dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Enggak, Pa, aku bahkan nggak tahu kalau dia pergi ke Singapura. Tadi Mbak Pur yang bilang kalau dia pagi-pagi udah berangkat, takut ketinggalan pesawat. Dan setelah dia sampai di Changi Airport, baru deh dia laporan ke aku." Mendengar itu, Barra menghela napasnya dengan berat. "Tadi pagi kebetulan Papa lihat dia sebelum berangkat, dan juga baru bilang ke Papa kalau dia mau ke Singapura. Papa kira dia sudah pamitan duluan

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   22. Noa, Kamu Basah Sekali, Sayang! (21+)

    Rinoa bergeming begitu mendengar pertanyaan mertuanya. Apa yang harus Rinoa katakan? Apa mengaku jujur kalau Rinoa memang ingin punya waktu berdua lebih lama dengan Barra? Barra lantas terkekeh sendiri. Apalagi saat melihat Rinoa yang kebingungan untuk merespon pertanyaannya tadi. "Jangan terlalu serius, Noa. Ayo masuk ke dalam mobil. Kamu yang nyetir, kan?" Barra terlihat menunggu Rinoa untuk membuka kunci pintu mobilnya. Ada senyuman jahil yang dilayangkan Barra kepadanya. Rinoa jadi salah tingkah, dia pun buru-buru membuka kunci pintu mobilnya. Sementara Barra segera masuk ke dalam mobil begitu kuncinya sudah terbuka. Rinoa menyusul untuk masuk, dan duduk di belakang kemudi. "Sebenarnya bisa aja Papa yang nyetir, tapi...." Barra melirik ke arah Rinoa yang duduk di sebelahnya. "Tapi apa, Pa?" tanya Rinoa sambil ikut menoleh ke arah Barra. Tangan Barra tiba-tiba saja sudah meraba paha Rinoa, seketika tubuh Rinoa bergidik. "Tapi Papa percaya kalau kamu yang pegang setir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status