Share

7. Stop, Rinoa!

Author: Ika Armeini
last update Last Updated: 2025-09-19 15:59:16

"Rinoa?" Barra terlihat kaget saat mendapati menantunya sedang berada di dalam kamarnya. 

Sementara Rinoa masih dalam posisi sedikit berjongkok, karena tadi kakinya tersandung meja dan harus menutup mulut untuk menahan rasa sakit. 

"Kamu ngapain di sini?" tanya Barra sambil mendekat ke Rinoa.

Rinoa was-was, dia pun jadi mundur memberi jarak. "A-aku tadi, aku tadi cuma mau balikin HP Papa," jawabnya sebisanya.

"HP?" Barra mengernyit.

Rinoa mengangguk, lalu menyerahkan ponsel milik Barra yang masih dipegang olehnya dan belum sempat diletakkan di meja gara-gara penasaran tadi. "Tadi ketinggalan di meja makan, Pa!"

"Oh, ya ampun! Papa belakangan ini memang mulai pikun." Barra meraih ponsel tersebut. Lalu pandangannya tertuju ke Rinoa. "Ummm ... apa barusan kamu lihat?"

Rinoa mengangguk, tapi kemudian dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Enggak, aku nggak lihat apa-apa!" bohongnya.

Barra terkekeh sambil menatap curiga. "Apa iya?"

"Be-beneran, aku nggak lihat apa-apa, Pa!" Rinoa menunduk, tak berani menatap mertuanya. Masalahnya kalau menunduk begini, matanya jadi ingin curi-curi pandang melihat handuk yang membalut bagian bawah tubuh papa Barra.

"Tapi kenapa kamu seperti takut begitu? Kamu nggak perlu bohong, yang kemarin waktu Papa video call juga kamu sudah lihat, kan? Ummm ... kalau memang yang barusan kamu lihat, Papa minta maaf, Rinoa!" Barra makin mendekat ke Rinoa, lalu menyentuh lengan menantunya dengan lembut.

Seketika Rinoa bergidik geli. Namun dia tidak menolak sentuhan tangan mertuanya yang masih sedikit basah itu pada lengannya. 

"Ke-kenapa?" tanya Rinoa tiba-tiba.

"Kenapa apanya, Noa?"

"Kenapa tadi Papa sebut namaku?" Rinoa memang masih belum percaya dengan apa yang dia dengar tadi. 

"Oh, itu ... Papa juga nggak ngerti. Yang ada di pikiran Papa dari pertemuan kita kemarin itu cuma kamu, Noa! Semoga kamu nggak salah paham." Barra pun mengamit dagu Rinoa dengan jarinya, mengarahkan agar Rinoa mau memandangnya dan berhenti menunduk. "Apa kamu merasa nggak nyaman dengan keberadaan Papa di sini?"

Rinoa bergeming, tatapannya tertuju pada kedua mata mertuanya. 

Bukan tidak nyaman, Rinoa hanya sedikit kaget dengan sikap spesial Barra kepadanya. Apalagi terlihat jelas kalau Barra ini tipe ayah yang sangat mengayomi, dan Rinoa suka itu. Hal-hal yang mungkin tidak pernah Rinoa dapatkan dari kecil oleh sosok ayahnya, begitu juga karena punya suami yang mulai cuek dan sibuk sendiri dengan pekerjaan. 

Jelas saja Rinoa jadi terenyuh kalau ada sosok laki-laki dewasa yang bisa memperlakukannya dengan baik dan lembut. Bahkan mertuanya ini selalu memastikan apakah Rinoa nyaman atau tidak, juga tidak ragu untuk minta maaf dan memberi pujian pada Rinoa.

"Kalau kamu nggak nyaman, mungkin nanti Papa bisa tinggal di rumah Papa yang lain," lanjut Barra.

Rinoa dengan cepat menggelengkan kepalanya. Tangannya pun langsung menahan tangan Barra. "Jangan!" 

"Jangan?"

"Iya, Papa jangan pindah ke mana-mana. Aku nggak keberatan kalau Papa di sini, apalagi ini kan memang rumah Papa. Ya biarpun Papa masih punya rumah yang lain juga."

Barra tersenyum semringah. Bibirnya pun lantas mendekat ke telinga Rinoa, kemudian berbisik, "Oke, Papa nggak akan ke mana-mana. Papa bakalan di sini, jagain kamu!"

Tubuh Rinoa berdesir hangat begitu mendengar suara bisikan dari Barra. Sungguh rasanya jauh berbeda dengan bisikan mengancam dari Enzo tadi sebelum berangkat ke kantor. 

Rinoa pun merasakan gesekan lembut dari kumis tipis Barra di telinganya, makin membuat Rinoa jadi bergidik geli. 

"Ummm ... Pa, se-sepertinya a-aku ada keperluan yang harus aku selesaikan dulu." Rinoa pun berusaha menghindar, tidak berani berlama-lama berada di sana. Takut dihasut setan.

Dengan cepat Rinoa menjauh dari mertuanya, lalu segera kabur dari kamar tersebut.

*** 

"Kenapa belum tidur?" Enzo yang baru pulang pukul sebelas malam itu mendapati istrinya duduk termenung di sofa ruang tengah rumahnya. Siaran TV tetap menyala, tapi pandangan Rinoa sepertinya tidak fokus ke layar TV tersebut. 

Rinoa pun baru sadar kalau suaminya sudah pulang, bahkan dirinya tidak mendengar suara mobil suaminya datang. Mungkin karena pikiran Rinoa yang sedang tidak nyaman malam ini, membuat dirinya tidak fokus.

"Aku tunggu kamu pulang, Sayang!" jawab Rinoa kepada Enzo. 

Enzo lantas ikut duduk di sofa bersama Rinoa. "Harusnya kamu nggak perlu tiap malam nungguin aku pulang. Kalau kamu udah ngantuk, tinggal tidur aja, Noa!" 

"Iya, tapi aku cuma khawatir sama kamu. Beberapa hari ini tiap malam HP kamu selalu nggak aktif, jadi aku cuma mau mastiin kalau kamu pulang ke rumah dengan selamat."

"Tuh, mulai deh! Nggak usah berlebihan gitu." Enzo terlihat cuek.

"Berlebihan? HP nggak aktif, dan aku cuma mau mastiin kamu pulang dengan selamat, itu kamu anggap berlebihan?" Mata Rinoa seketika membulat, tak percaya dengan kata-kata Enzo yang belakangan ini hobi mengatakan Rinoa berlebihan.

"Noa, aku capek! Tolong jangan ngajakin aku ribut cuma karena masalah kecil."

Rinoa mendengkus kesal. "Kenapa sih, kamu nggak pernah mau ngertiin aku? Kenapa cuma aku yang diminta ngertiin sibuk dan capeknya kamu? Lagian aku itu khawatir sama suami sendiri, tapi kamu malah bilang berlebihan."

"Oke, oke ...." Enzo meraih tangan Rinoa, lalu menepuk-nepuknya. "Aku minta maaf, Noa! Maaf kalau aku kurang ngertiin kamu."

Memang mulut Enzo mengucapkan kata maaf, tapi ekspresi dan sikapnya kenapa tidak menunjukkan rasa penyesalan? Seolah-olah kata maaf itu cuma sebagai kalimat supaya Rinoa tidak melanjutkan protesnya ke Enzo.

Sungguh beda sekali dengan cara minta maafnya papa Barra. Cara papa Barra meminta maaf terasa tulus dan penuh penyesalan. Ah, memang dua orang ini sangat berbeda. Lagian mereka kan bukan sedarah, jadi wajar kalau berbeda.

Rinoa pun cuma bisa menghela napas dengan panjang, bibirnya sedikit manyun.

"Papa udah tidur, kan?" tanya Enzo kemudian.

"Mungkin!" jawab Rinoa singkat.

"Kamu masih ingat pesanku yang tadi pagi? Jangan ngomong aneh-aneh lagi ke papa. Aku yakin pasti kamu sempat cerita ke papa kalau aku sibuk dan jarang punya waktu sama kamu, kan?"

"Memang kenapa kalau aku sempat cerita begitu ke papa? Lagian yang bikin kamu sibuk itu karena mengurus perusahaan papa, kan? Jadi wajar kalau aku ngeluh langsung ke pemilik perusahaan supaya jangan kasih kerjaan yang banyak ke kamu. Memangnya itu salah?

Enzo mulai geram. Dia pun menggebrak meja yang ada di dekatnya, seketika membuat Rinoa jadi kaget dan sedikit takut.

"Stop, Rinoa!" gertak Enzo, mencoba menahan amarahnya.

"Ke-kenapa?" tanya Rinoa yang masih takut-takut.

"Jangan lagi kamu ngeluh yang aneh-aneh ke papa. Aku nggak mau papa berpikir kalau aku cuek sama istriku. Kamu ingat kan pesan papa tadi pagi? Beliau minta cucu untuk nerusin perusahaan dia, Noa! Semua warisan bakalan jatuh ke kita dan anak-anak kita nanti!"

Rinoa menyeringai. "Lantas apa kamu pikir kalau aku ini semacam pabrik yang tugasnya cuma mencetak anak, demi dapatkan semua warisan papa Barra?" sungut Rinoa. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   7. Stop, Rinoa!

    "Rinoa?" Barra terlihat kaget saat mendapati menantunya sedang berada di dalam kamarnya. Sementara Rinoa masih dalam posisi sedikit berjongkok, karena tadi kakinya tersandung meja dan harus menutup mulut untuk menahan rasa sakit. "Kamu ngapain di sini?" tanya Barra sambil mendekat ke Rinoa.Rinoa was-was, dia pun jadi mundur memberi jarak. "A-aku tadi, aku tadi cuma mau balikin HP Papa," jawabnya sebisanya."HP?" Barra mengernyit.Rinoa mengangguk, lalu menyerahkan ponsel milik Barra yang masih dipegang olehnya dan belum sempat diletakkan di meja gara-gara penasaran tadi. "Tadi ketinggalan di meja makan, Pa!""Oh, ya ampun! Papa belakangan ini memang mulai pikun." Barra meraih ponsel tersebut. Lalu pandangannya tertuju ke Rinoa. "Ummm ... apa barusan kamu lihat?"Rinoa mengangguk, tapi kemudian dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Enggak, aku nggak lihat apa-apa!" bohongnya.Barra terkekeh sambil menatap curiga. "Apa iya?""Be-beneran, aku nggak lihat apa-apa, Pa!" Rinoa menunduk,

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   6. Fantasi Seksual Papa Barra

    "Oh, selamat pagi, Enzo!" Barra sebisa mungkin menyembunyikan rasa paniknya dengan menyapa Enzo, bahkan terpaksa melebarkan senyumnya. "Ini tadi Rinoa bilang kalau dia yang siapin semua sarapan pagi, jadi Papa diminta untuk cobain masakannya." Enzo melirik sekilas ke atas meja makan, lalu beralih ke Rinoa. Tiba-tiba saja Enzo mengembangkan senyum di wajahnya, kemudian menghampiri istrinya."Wah, kamu rajin banget, Sayang! Makasih udah siapin sarapan untukku dan Papa, ya!" Enzo langsung memeluk tubuh Rinoa dari samping lalu memberi kecupan mesra pada pipi Rinoa. Sudah pasti Rinoa jadi mengerutkan keningnya, sikap Enzo kenapa jadi manis begini? Padahal tadi sempat berdebat dan sangat menyebalkan sewaktu di kamar.Barra tersenyum tipis saat melihat kemesraan Enzo dan Rinoa di depan matanya. Entah mengapa, tidak begitu nyaman melihat kemesraan itu. Dada Barra seperti ada yang membakar dan terasa panas."Gimana masakan Rinoa, pasti enak kan, Pa? Dia mulai pintar masak setelah nikah." Enz

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   5. Boleh Papa Cobain Kamu?

    Pagi ini Rinoa kembali menyiapkan sarapan untuk Enzo. Mau dimakan atau tidak, paling tidak Rinoa sudah melakukan kewajibannya. Masalahnya, Enzo masih tertidur lelap padahal sudah dibangunkan beberapa kali oleh Rinoa. Mata Rinoa pun tertuju pada suaminya yang masih tertidur itu. Jujur saja, Rinoa sangat ingin bermesraan dengan Enzo, apalagi melihat tubuh suaminya yang sangat menggairahkan saat tertidur.Dengan berani Rinoa meraba duluan bagian bawah suaminya, mencoba memberi rangsangan."Sayang, bangun! Nanti kamu terlambat ke kantor, aku juga udah siapin sarapan buat kamu," bisik Rinoa di telinga Enzo.Enzo bergelayut di ranjang, matanya pun perlahan terbuka. Tiba-tiba saja Enzo sudah melihat Rinoa yang memposisikan diri di atas tubuhnya."Kamu ngapain?" tanya Enzo."Boleh, kan?" Rinoa meminta izin dengan gaya centil."Tapi aku capek, Noa!" "Biar aku aja yang bergerak, Sayang!" Rinoa terlanjur bergairah. Tidak peduli kalau Enzo mengatakan dirinya capek. Kalau tidak dipaksa begini mu

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   4. Bagaimana Cara Papa Melampiaskannya?

    Barra pun dengan sigap mengambilkan air untuk Rinoa minum, kasihan tadi tiba-tiba batuk. "Maksudnya, melayani dalam artian siap membantu kalau kamu perlu bantuan Papa, Noa!"Rinoa manggut-manggut, sok paham dengan penjelasan mertuanya. Padahal pikirannya sudah dibuat melayang-layang karena mendengar tawaran untuk melayani itu. "Ummm ... tapi sebenarnya aku mau protes ke Papa," kata Rinoa kemudian."Protes? Masalah apa?""Masalah Enzo yang belakangan ini sibuk dan sering lembur. Memangnya Papa kasih kerjaan apa ke Enzo? Apa nggak bisa kalau dikurangi sedikit sibuknya? Jujur aja, aku merasa kekurangan waktu untuk berduaan dengan Enzo." "Hmmmm ... kalau yang itu, sebenarnya Papa nggak ada menuntut kesempurnaan ke dia. Papa juga nggak menentukan deadline, atau goals yang pasti, semua Papa serahkan ke Enzo. Tapi nanti Papa bisa bicarakan ke dia masalah protes kamu ini, sepertinya Enzo cuma belum terbiasa membagi waktunya. Apalagi kalian ini pengantin baru, bisa dibilang masih peralihan d

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   3. Aku Mau Papa

    Papa Barra sedang memainkan bagian sensitif tubuhnya sendiri sambil video call mesum dengan seseorang. Gila! Dalam satu hari ini Rinoa benar-benar melihat sendiri bagaimana kelakuan gila mertuanya. Apa karena sudah tidak punya istri jadi seperti ini?Apa jangan-jangan yang diajak video call itu adalah perempuan yang berhalangan hadir tadi siang? Mendengar suara genit dan penuh gairah perempuan muda yang diajak video call itu saja sudah membuath Rinoa kegelian sendiri. Anehnya, Rinoa malah tetap terdiam di tempat. Melihat aksi laki-laki paruh baya itu yang sibuk sendiri dengan bagian sensitif di tubuhnya. Antara penasaran, tapi geli sendiri. Gara-gara menonton, tanpa sadar tubuh Rinoa pun ikut bereaksi. Ada sesuatu yang membuatnya bergejolak, dan ingin ikut disentuh."Oh, Rinoa?!" Barra tiba-tiba saja menyadari kalau ada yang mengintip dari luar pintu kamarnya. Dengan cepat Barra menyudahi panggilan video mesum itu, lalu memakai celananya dengan asal-asalan.Rinoa ikut kaget karena

  • Sentuhan Panas Papa Tiri Suamiku   2. Jadi Kamu Nggak Percaya?

    Barra tidak salah dengar, yang ada di hadapannya ini adalah menantunya. Namun dia pun berusaha untuk tenang, lalu mengatur napas sejenak. "Ummm ... saya ... ma-maksudnya, Papa minta maaf atas kejadian yang tadi. Ma-maaf kalau Papa nggak mengenali kamu, Noa!" Barra benar-benar merasa bersalah. Dia pun memberanikan diri untuk mendekat ke Rinoa, lalu mengarahkan menantunya itu untuk duduk di sofa yang ada di kamar tersebut. "Duduk di sini sebentar, mungkin kamu perlu minum air supaya sedikit tenang."Rinoa sebenarnya masih ragu dan takut, tapi kalau memang papa mertuanya ini sudah sadar mungkin akan aman dan baik-baik saja. Pada akhirnya Rinoa pun menurut dan mau duduk di sofa, biarpun kakinya masih gemetaran tak karuan akibat kejadian tadi. Tatapan Rinoa pun mengawasi pergerakan dari Barra, berjaga-jaga."Sekali lagi Papa minta maaf. Bukan maksud Papa memperlakukan kamu seperti tadi. Papa harap kamu nggak salah sangka ya, Noa!" Rinoa hanya mengangguk pelan. Matanya jadi fokus menatap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status