LOGINBRAK.
Miko langsung menepuk meja. “Sembarangan kalau ngomong!” serunya. “Gue lempar dari jendela lo nanti!” Mikha melongo. “Kamu berani? Aku aduin Mama!” “Aduin aja. Emang gue takut?” “MIKOOOO!” “Apa??” Suara keduanya meninggi, membuat beberapa teman yang belum keluar berhenti di ambang pintu dan mengintip ke dalam. Kayla buru-buru berdiri. Wajahnya memerah, bukan karena marah—tapi karena malu. “Udah cukup!” serunya menghentikan keduanya. “Kalian ini saudara, kan? Kok harus bertengkar seperti ini?” Begitu kalimat itu keluar, ruangan mendadak hening. Miko mengalihkan pandangan, seolah malas membahas hubungan itu. Mikha menggigit bibir bawahnya, menahan sesuatu yang sulit dijelaskan. Ada kesal, ada cemburu, ada rapuh, ada marah. Kayla menatap keduanya, mencoba tersenyum. “Kalian baru ketemu. Pasti masih canggung, tapi jangan begini. Kalian harusnya bahagia karena dipertemukanPerjalanan menuju area camping memakan waktu hampir dua jam. Jalanan berkelok, pemandangan berubah dari gedung-gedung kota menjadi hamparan hijau yang menenangkan. Pohon-pohon tinggi menyambut, udara terasa lebih segar saat bus berhenti di pintu masuk kawasan hutan lindung.Begitu turun, aroma tanah basah langsung tercium. Angin sejuk menyapu wajah, membawa suara dedaunan yang saling bergesekan. \Beberapa siswa bersorak kecil, kagum pada suasana yang jauh dari hiruk-pikuk kota.Guru segera membagi kelompok dan area tenda.Kayla berada satu kelompok dengan Miko, Arion, dan beberapa siswa lain. Mikha tanpa kebetulan berada di kelompok yang sama.Saat itulah, sesuatu di wajah Mikha berubah.Awalnya dia masih memainkan perannya. Tersenyum, berbicara lembut, membantu guru membagikan peralatan. Tapi ketika waktu mendirikan tenda tiba, dan Miko refleks lebih sering berdiri di sisi Kayla mengangkat barang, menyiapkan alas, memastikan Kayla tidak terlalu ca
‘’Jalan!’’Sontak Kayla terkekeh kecil. “Aku gak selemah itu, Mik.”Miko mendengus. “Iya iya, keras kepala.”Namun di balik nada bercandanya, ada kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan. Ia tahu betul bagaimana Kayla memaksa dirinya terlihat baik-baik saja. Dan entah kenapa, sejak kejadian fitnah itu, nalurinya semakin kuat untuk melindungi gadis itu bahkan dari hal-hal yang belum terjadi.Setibanya di perpustakaan, mereka memilih buku sebelum akhirnya duduk. Hingga tak lama kemudian, langkah kaki terdengar mendekat di lorong perpustakaan.Kayla yang sedang membuka buku catatan refleks mendongak, begitu juga Miko.Arion muncul dengan ransel diselempangkan di satu bahu. Keringat masih terlihat di pelipisnya, menandakan ia baru saja selesai latihan basket. Seragam olahraganya belum diganti sepenuhnya, hanya jaket tipis yang kini menutupi kaos timnya.“Oh… ternyata kalian di sini,” ucap Arion pelan, senyumnya muncul begitu matanya bertemu Kayla.K
Malam itu, rumah terasa jauh lebih sunyi dari biasanya.Meja makan yang biasanya dipenuhi obrolan ringan, kini hanya diisi suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring. Lampu gantung di atas meja memancarkan cahaya hangat, tapi tidak mampu menghangatkan suasana yang dingin dan tegang.Mikha duduk di sisi Marsha, dengan sikap manis yang nyaris sempurna. Rambut pendeknya tersisir rapi, seragam rumah diganti dengan baju rumahan berwarna lembut. Wajahnya terlihat tenang, bahkan terlalu tenang.Sementara itu, Miko duduk di seberang mereka. Rahangnya mengeras sejak tadi. Tangannya mencengkeram sendok begitu kuat sampai buku-buku jarinya memucat. Nafsu makannya hilang entah ke mana.Marsha beberapa kali melirik Mikha, ragu, lalu menghela napas pelan. Akhirnya, wanita itu meletakkan sendoknya.“Mikha…” panggilnya lembut, nyaris seperti membujuk.Mikha menoleh cepat. Senyumnya muncul senyum yang polos, lugu, dan seolah tidak menyimpan apa pun.“Iya, Ma?”Marsha menatap wajah putrinya la
“Mikha udah fitnah Kayla mencuri kalung dari Mama,” ucapnya akhirnya. Dan ucapan itu jatuh seperti petir di tengah ruangan kecil itu.Kayla langsung menunduk dalam-dalam, tubuhnya gemetar halus. Tangannya yang kurus mencengkeram ujung bajunya. Tenggorokannya terasa kering. Ia tidak sanggup menatap siapapun tidak Miko, tidak Marsha.Ingatan tentang tatapan Mikha yang menuduhnya dengan suara lantang masih membekas.Masih terasa di telinganya.Menyakitkan.Memalukan.Menghancurkan.Udara sekitar seolah membeku. Bahkan suara motor dari luar gang pun terasa jauh. Angin sore yang biasanya sejuk kini terasa berat, seolah memahami betapa kusutnya keadaan.Kayla sampai mematung di tempat. Suasana kos yang semula ramai oleh suara warga mendadak terasa hening ketika Miko menyebut itu dengan lantang. Marsha mengerutkan keningnya, terlihat bingung dan mencoba mengurai masalah yang bahkan belum ia pahami sepenuhnya.“Kok bisa?” Tanya Marsha, suaranya
“Mama kok bisa nyasar kesini?” Miko masih terperanjat, suaranya meninggi.“Nyasar gundulmu itu nyasar!” geram Marsha, matanya membesar. “Jawab dulu pertanyaan mama. Ngapain kamu disini!”Tanpa memberi kesempatan Miko mundur, Marsha langsung melangkah cepat ke depan dancess! jari-jarinya yang terkenal tajam itu menjewer kuping anaknya tanpa ampun.“Aduhhh mama sakittt!” teriak Miko sambil menundukkan kepala setengah memohon ampun, setengah ingin lari.Kayla tersentak, tapi kemudian refleks menutup mulut menahan tawa. Cara Marsha menjewer sangat mirip ibu-ibu sinetron, tapi dalam versi real life yang jauh lebih menyeramkan.“Kamu ini ya! Kurang ajar banget!” omel Marsha, masih memelintir kuping Miko. “Kenapa kamu bentak Kayla hah?! Anak orang kamu bentak seenaknya!”“Ad—Aduh Mama cukup, lepasin dulu!” Miko mencoba membuka tangan ibunya, tapi itu cuma membuat jewerannya makin sakit. “Nanti kuping Miko copot gimana!”Setelah beberapa detik drama tarik-me
‘Astaga tante ini sangat narsis sekali !’ gumam Kayla dalam hati.Ia begitu terkejut bertemu dengan Wanita itu, sampai membuatnya tersedak udara beberapa kali. Bahkan, tangannya sejak tadi tak lepas dari usapan ke dada.Mobil tetap melaju pelan melewati jalan perumahan, tapi dunia Kayla serasa berhenti. Wajahnya memanas, bukan karena malu… tapi karena terlalu bingung. Baru beberapa menit lalu ia bertemu wanita itu setelah membantu meredakan keributan warga. Tidak ada tanda-tanda bahwa pertemuan itu akan berujung pada… lamaran dadakan.Wanita itu meliriknya lagi, kali ini dengan tatapan sangat cerah, seperti seorang ibu yang baru saja menemukan calon menantu ideal.“Kamu mau ya?” tanyanya sambil tersenyum lebar. “Tante yakin kamu cocok sama anak Tante. Muka kalian mirip soalnya, konon katanya kalau muka mirip itu tandanya jodoh.”‘’Dan Tante yakin, kita di pertemukan hari ini, bukan tanpa alasan,” imbuhnya Kali ini dengan sorot mata yang sangat tulus.







