Anggi ini kelas dua SMP. Di sudah sejak kecil ditinggalkan ibunya. Dia hidup dengan adik dari ayahnya. Karena ayah terlalu sibuk untuk mengurusi Anggi sendiri.
“ Mbak, nitip Anggi ya, saya berharap nantinya Anggi bisa menjadi anak yang baik. Kalau dirumah kerjaannya nonton tv terus mbak”.“Iya buk, kami akan bantu sebisa mungkin dengan sekuat tenaga. Mohon doanya juga buat mbak Anngi. Dengan di ditempatkannya mbak Anggi di APPI bisa menjadi anak yang lebih baik sebelumnya”.
Meskipun bukan pondok, APPI juga berusaha mendidik anak-anaknya menjadi anak yang sholih sholihah,berbakti kepada orang tua. Berguna bagi nusa, bangsa dan agama.
Cieh… kayak lampiran di acara aqiqohan anak ajah.
Teringat saat setahun yang lalu saat buleknya Anggi menitipkan kepada kami. Rasanya tidak menyangka jika sekarang dia akan meleset dari jalur. Anggi yang dulu bukan Anggi yang sekarang. Dia sangat berbeda dengan saat pertama kali datang di asrama.
Perawakannya yang santun, lembut membuatku langsung berkesimpulan “ini nih, anaknya nurut”.
Eh… ternyata benar kata pepatah
Don’t just the book from the cover
Jangan melihat buku dari sampulnya.
Belum genap satu semester dia sudah membuat ulah yang menyita pikiran.
Bersama teman-temannya. Dia keluar asrama tanpa ijin. Hanya ijin lokal yang aia lakukan. Itu artinnya ijin yang ia lakukan tidak sah. Untuk keperluan ijin keluar yang jauh harus ijin ke pengasuh.
Bersama Vita dan Nia dia pergi ke malioboro. Dengan alasan mencari seruling untuk tugas sekolah dan itu diwajibkan oleh guru sekolah. Bukan masalah jika hanya pergi ke malioboro tanpa ijin.
Eh, ralat ya, masalah si, tapi nggak begitu berat.
Yang lebih parah sholat dhuhur ashar maghrib dan isya dijadikan satu waktu yakni diwaktu isya. Ajarannya siapa itu? ada guru baru ya?.Ini yang membuat aku naik pitam. Sholat kok di campur aduk kayak bakwan dapur gitu. Kalau bakwan sih enak. Lah, ini sholat. Apa nanti mau dijadikan bakwan sama malaikat? Hah. ?????
Sereeeemmmm.
Setelah pukul 21.00
Sreekkk…sreek..srrreeeek..
Suara sendal berjalan terdengar dari balik pintu depan. Kuamati perlahan siapa tahu ada tamu yang akan menyampaikan informasi penting.Satu menit….dua menit…tiga menit…
Kutunggu-tunggu sang tamu mengetuk pintu. Tapi hasilnya nihil.
Dan di menit ke tujuh. Ada tangan yang membuka pintu.Kreeekk.. suara pintu terdenga dari balik korden.
Ternyata yang datang mahluk-mahluk menyebalkan.
“Maaf mbak, tadi mau ijin mbak-mbaknya nggak ada”. Nia membuka suara.
“Yah”. Ekspresiku datar tanpa senyum.Di ruang sidang setelah pulang sekolah
Tanpa muqoddimah, keesokan hari setelah pulang sekolah aku panggil mereka bertiga ke ruang sidang.
“Anggi, ngapain kamu pergi nggak ijin?. Tegurku untuk memulai persidangan.
“Pas aku mau ijin mbak-mbaknya nggak ada yang di kamar”.
Dengan santainya dia bilang gitu. Padahal aku ada saat mereka mau ijin. Bayangpun! Dia sudah bohong. Satu.Untung aku dapet informasi dari anak lain kalau mereka ke malioboro.
Tanpa ba.. bi… bu… langsung ku bidik sasarannya.“Katanya ke malioboro, bener nggak?”.
Dengan wajah shock ketiga kurcaci mengangguk. Di awali dari Vita kemudian Nia dan disusul si Anggi.Masih dalam susana sidang yang menegangkan.
Apa yang kalian cari di malioboro?
“Seruling mbak”. Jawab Anggi dengan posisi kepala menunduk. Mungkin dia malu.
“Astaghfirullah”…ngelus dada aku.
“Ngapain jauh-jauh ke malioboro kalau cuman pengen beli seruling”.
Dua jam berlalu. Sidang belum juga selesai. Jawaban yang mereka berikan terlalu berbelit. Sedangkan diriku bukan polisi yang pinter menginterogasi tersangka dengan berbgai macam cara.
Aku hanya seorang manusia biasa yang masih doyan nasi dan sayur terong. Loh. Kok jadi terong. Kemana ini???
Lanjut..
Hasil sidang memutuskan
Orang tua Anggi diberikan surat pemberitahuan atas tingkah anaknya yang seperti melanggar aturan asrama.
Orang tua Nia dan Vita juga sdiberikan surat pemberitahuan. Selain orangtua menerima surat, mereka di hukum untuk minta tanda tangan seluruh pengurus yayasan APPI.
Nah lho…. Mantap nggak tuh… kenal aja nggak orangnya malah disuruh minta tanda tangan. belum lagi ada tambahan hukuman dari seluruh pengurus.
Yesss..
Vita ini anak orang kaya. Bapaknya salah satu anggota TNI. Asli Yogyakarta. Ayah sekarang tugas di Kalimantan Barat. Bersama adik dan ibunya ayahnya tinggal di Kalaimantan. Sedangkan Vita di Yogyakarta bersama saudara dari ayahnya.Alasan Vita ditinggal di Yogya adalah agar tidak berkali-kali pindah sekolah. Selama kelas dua SMP sudah tiga kali pindah sekolah. Ini yang ketiga kalinya. Ayahnya nggak mau nanti Vita ketinggalan gara-gara sering pindah sekolah. Dan juga ayah memikirkan sikap Vita yang kurang supel terhadap orang. Jadi terlalu susah untuk adaptasi.Dia ke APPI atas kemauan orang tua. Apapun yang Vita minta selalu di kasih. Uang spp sekolah tiga tahun dibayar lunas sudah. Uang asrama tiga tahun dibayar luas sudah.Supel sekali… pak Mariono hoho…. Bukan pak Mario Teguh. Karena orang terlalu kaya apa aja yang di inginkan tinggal di kedipin aja. Nanti datang sendiri. Hush… sulap kaleee.sekali kedip bisa terwujud. ***
Salwa tinggal di asrama karena keinginannya sendiri. Bukan karena paksaan. Dia memilih tinggal di asrama karena sekolahnya dekat dengan asrama dan yang jelas sekolah salwa satu yayasan dengan APPI.Si Salwa yang sedikit berisi badannya, ia selalu ceria memberikan warna tersendiri bagiku. Dia tidak pernah mebantah apa yang diperintahkan pengasuhnya. Dia juga tidak pernah melanggar aturan-aturan asrama.Salwa sekarang kelas dua SMK. Kebetulan di sekolah salwa hanya ada dua jurusan. Masak dan menjahit. “Hah? Masak aja pake sekolah. Aku nggak sekolah bisa masak”. Celetuk si Nisa anak kelas satu SMP.“Masaknya disekolah itu bukan sekedar masak biasa seperti ibumu yang masak. Kalau ibumu yang masak mentok-mentoknya gulai ayam. Ini sekolah masak nantinya masakan di jual. Diajarin juga cara jualnya gimana kalau disekolahku. Yang dimasak juga bukan cuma masakan-masakan standar. Masakan internasional juga nasional dipela
Nia Saraswati. Anak semata wayang dari ibu Suminah ini masuk ke APPI karena keinginan ibunya. Ibu dan ayahnya sudah berpisah sejak Nia berumur tiga tahun. Sejak itu ibunya kerja keras banting tulang untuk menghidupi keluarganya.Ahhh tulang di banting-banting. Nggak kasihan tuh. Rusak nggak ada yang produksi tuh.Hoho… nggak ada maksud.Lupakan saja.Sejak saat itulah Nia dirawat neneknya. Sejak dirawat nenek, Nia selalu dimanja. Apapun yang diminta Nia, selalu di turuti. Dengan prinsip neneknya “apapun dikasih yang penting anaknya nggak nangis” Nia menjadi anak yang selalu ingin dituruti segala permintaannya.Namun kali ini masuk APPI menjadi keputusan ibunya. Hanya ibu yang dia takuti petuahnya. Karena takut jika tidak dikasih uang.Makdsud ibunya masukkan ke APPI agar Nia bisa menjadi anak yang tahu aturan dan bisa menjadi anak yang dapat dibanggakan orangtua. Tahu at
"Dasar pengasuh nggak bener!!! Keluar kamu Maharani"."Anak saya nggak pacaran dikiranya pacaran"." Jadi pengasuh yang bener dong!!! Teriaknya lagi."Nggak pecus!!"Teriakan demi teriakan menggema di halaman rumah Haji Mahmud.Tidak ada aba-aba, kami yang sedang beraktifitas seperti biasa dikagetkan dengan teriakan Bu Suparmi yang sedari tadi diselimuti amarah.Hajah Sriyati yang sedang membereskan beberapa alat dapur mendekat ke sumber suara karena penasaran."Maaf Bu, ada apa ya, kalau ada masalah kita selesaikan baik-baik, nggak enak kalau teriak-teriak begini." dengan nada lembut Hajah Sriyati menyapa bu Suparmi."Masuk dulu bu, biar sedikit adem". Perintah Hajah Sriyati.Tanpa penolakan, Bu Suparmi sedikit meredupkan cahaya amarahnya yang sejak tadi membara."Bu, anak saya kenapa dituduh pacaran? Saya menyekolahka
Belum selesai urusan dengan ibunya Nia, sudah menunggu urusan catering yang menuntut ku harus sigap dan cekatan. Belum lagi tugas-tugas kuliah yang harus aku selesaikan dengan segera. "Haduuh bisa keriting ini rambut yak". "Raniiii!!!. "pelanggan alat-alat catering setengah berteriak memanggilku". Oh iya, aku lupa cerita. Di asrama APPI, juga memiliki usaha persewaan alat-alat catering. Biaya sewa tergolong lebih murah dibanding tempat lain. Sudah banyak pelanggan tetap catering APPI ini. Beberapa pelanggan memang teman dekat dari Hajah Sriyati. Hajah Sriyati sendiri yang mengelola persewaan alat catering ini. Beberapa kali dibantu anak-anak untuk pembelajaran bagaimana mengelola usaha alat persewaan alat catering. Sering juga kami diajarkan cara merawat alat-alat catering yang telah dipakai agar umurnya lebih lama dari apa yang diperkirakan. Sejauh ini, untuk harga H
"Rani, pulang cepat nanti kita masak karena ini tanggal dua belas, nanti rapat". Singkat, padat dan jelas. Begitu isi pesan mbak Adine putra Haji Mahmud yang sukses membuat moodku menyublim. Bisa ya, mood langsung ilang hanya gara-gara disuruh pulang cepet. Bagaimana tidak, hanya aku yang disuruh pulang cepat. Teman-teman lain tidak disuruh pulang. Aku tidak mau tinggal diam. Aku datangi teman-teman yang seharusnya berkepentingan di rapat bulanan ini. Ada si tengil Laras tuh, harusnya dia juga disuruh pulang cepat. Nggak adil kalau hanya aku yang disuruh pulang cepat. Ya, meskipun aku sudah tidak ada urusan di kampus. Tapi ini tidak adil. Gumamku dalam hati.Kuganggu saja dia yang lagi asyik pacaran di taman sebrang Fakultas. "Laras, disuruh pulang sama mbak Adine". "Ah, nanti dulu. Masih ada urusan". "Huh bilang aja urusann
Seperti biasa, aktifitas harianku adalah membersamai anak-anak asrama. Setelah aku bangun, aku harus membangunkan mereka satu per satu. Yups, satu per satu. Bayangin aja, sekamar anak limabelas itu harus bangun semua sebelum aku ke masjid sholat jamaah. Masalahnya, anak-anak itu susah banget buat di bangunin. Satu di bangunin, sukses dia bangun. Eh yang satunya tidur lagi. Ternyata tadi sukses bangunnya dia hanya acting belaka. Haduuuh..kadang bikin emosi anak-anak ini. Harusnya pagi-pagi masih semangat, ngumpulin energi dan mood yang baik. Lha ini moodnya malah di rusak sebelum mekar. Huhu Yaudah si, itu resiko jadi pengasuhnya anak-anak. Harus pinter-pinter kita menjaga mood dan mempertahankannya. Setelah anak-anak bangun, mereka wajib untuk sholat subuh berjamaah. Lanjut, setelah sholat subuh, kita harus sama-sama menjaga lingkung
"Rani", Tiba-tiba suara Hajah Sriyati membuyarkan lamunanku. Huh, mana lagi membayangkan mas Al lagi. Gerutuku dalam hati. "Iiiya, buk". Jawabku setengah berlari menuju arah suara. "Itu gudang, kenapa berantakan banget. Hari ini, kamu dan teman-teman silahkan bereskan". "Iya, buk". Jawabku tanpa banyak tanya. La la la, belum sampai langkah ini ke gudang yang dimaksud ibuk( panggilan kami ke Hajah Sriyati). Ada lagi makhluk yang tiba-tiba nongol dan berkata. "Mbak, aku bantuin mberesin gudangnya".Wow amazing. Sorakku dalam hati. Ada anak yang sukarela nawarin tenaganya untuk mberesin gudang. Biasanya teman-teman yang lain, dimintain tolong aja ogah-ogahan.Lha ini kok nawarin diri. Syukur lah. Tambah-tambah tenaga buat angkat berat. Oh iya, anak tadi sesama pen