Share

Bab 6. Video Asusila

Penulis: Zuya
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-02 09:43:33

“Iyalah. Maksud Kakak apa nanya gitu?”

“Kakak hanya curiga semua fitnah ini konspirasi dari abangmu. Tapi, ya, sudahlah. Mungkin hanya perasaan Kakak saja. Lalu, kenapa kamu dan Ibu ikut Bang Satria waktu itu?”

“Kakak ini playing victim, ya. Udah tahu salah, masih aja melempar kesalahan ke Abang. Asal Kak Nilna tahu, aku sama ibu diajak Abang yang saat itu tergesa-gesa. Kami nggak tahu diajak ke mana karena Abang hanya diam saja saat ditanya. Ternyata diajak buat mergoki sendiri ulah menji*jikkan Kakak. Udah ah. Aku mau nemui Ibu.” Gadis yang masih duduk di bangku SMA itu melangkah, menjauhi Nilna.

Baru beberapa langkah, tangan Samira dicekal Nilna. “Titip Ibu. Jaga beliau baik-baik. Kalau ada apa-apa, kabari Kakak.”

“Basi, Kak. Tanpa Kakak bilang, aku dan Abang akan jaga Ibu. Kami sudah nggak butuh Kakak lagi, nggak butuh hubungi Kakak lagi.” Samira melepaskan kasar pergelangan tangannya dari cengkeraman Nilna.

Nilna meremas tali tasnya untuk meredam panas hati yang tengah bergejolak antara marah dan kecewa.

**

Sambil menunggu mendapatkan kos-kosan baru, Nilna masih menumpang di tempat Anggi. Ia langsung pergi dari rumah Satria setelah pulang dari rumah sakit menjenguk sang mertua waktu itu. Nilna ingin secepatnya pergi dari daerah tersebut setelah proses perceraiannya dengan Satria nanti tuntas. Ia ingin memulai hidup baru meski bayang-bayang hitam kejadian memilukan waktu itu selalu mengiringi. Pergi sejauhnya dari Satria adalah pilihan tepat.

Nilna selalu merasa dirinya kotor dan tidak berarti. Setiap hari, ia selalu menangisi kisah hidupnya yang pilu.

Jika ia serupa kertas, tragedi waktu itu serupa noda tumpah yang mengotori, tidak bisa dihapus. Wanita berpostur tinggi itu ingin hidupnya sempurna dengan tinta yang tertulis rapi. Namun, tinta yang merupakan penggambaran dari sosok Satria tidak ubahnya hanya memberi coretan tidak bermakna, mengoyak harga dirinya, dan menusuk-nusuk ketahanannya. Ditambah tragedi di hotel. Sempurna sudah penderitaannya.

Setiap hari, Nilna masih bekerja. Namun, ada yang berbeda dari tatapan semua rekan kerjanya hari ini. Sejak berangkat, ia merasa seperti dipandang penuh selidik.

“Na, dipanggil bos ke ruangannya,” ujar salah seorang rekan kerjanya. Nilna mengangguk.

Dengan gelisah, ia menuju ruangan manajer. Di sana, sang bos sudah menunggu dengan raut tegang.

“Permisi, Bapak manggil saya?” tanya Nilna kepada Ridwan setelah duduk di kursi. Sementara bosnya itu ada di depannya. Keduanya dipisahkan meja.

“Jelaskan apa ini?” Ridwan bertanya sambil meletakkan ponsel di meja, menyuruh Nilna melihatnya.

Di sana, terpampang video berdurasi dua menit yang mempertontonkan tubuh polos Nilna. Wanita itu terlelap. Sementara ada seorang pria yang tidak terlihat wajahnya sedang melakukan hal tidak senonoh kepadanya.

Nilna membekap mulut. Detakan jantungnya berdetak lebih cepat. Napasnya tidak beraturan. “Astagfirullah.”

“Ini kamu, ‘kan?”

“Pak, Bapak lihat sendiri saya dalam kondisi tidak sadar. Saya waktu itu pingsan, Pak. Ada yang membekap mulut saya dan begitu bangun saya ada di situ.”

“Saya tidak peduli dengan penjelasanmu, Nilna. Yang saya pedulikan restoran ini, nama baiknya, karyawannya. Saya tidak bisa mempertaruhkan semua itu demi satu orang yaitu kamu. Jika kamu masih berada di sini, restoran akan kena imbasnya.”

“Apa itu berarti saya dipecat, Pak?”

“Tepat sekali. Nilna, saya harap kamu paham. Saya harus mengorbankan kamu demi hajat hidup banyak orang. Saya takut satu hal. Orang-orang yang sudah tahu kasus ini bisa jadi enggan ke sini dan restoran akan sepi. Jadi, dengan berat hati saya memberhentikanmu.”

“Pak.” Nilna masih berusaha menawar. Matanya berkaca-kaca.

“Video ini dikirim orang tidak dikenal sejak seminggu yang lalu. Awalnya saya diam karena saya ingin tahu seperti apa perkembangannya. Tapi sekarang videonya sudah menyebar luas. Sudah banyak yang tahu. Jadi, saya melakukan ini sebelum nama restoran tercemar. Sekali lagi saya minta maaf karena melakukan ini. Ini pesangon kamu.”

Ridwan meletakkan amplop cokelat ke hadapan Nilna.

Nilna hanya memandang amplop itu nanar. Lalu perlahan, ia menghapus air matanya kasar.

“Baiklah, saya akan mencoba mengerti. Semoga restoran ini selalu rame setelah saya pergi. Terima kasih untuk kesempatannya menjadi bagian restoran beberapa tahun ini. Maaf kalau saya ada salah.” Nilna berucap sambil berusaha tersenyum.

Ia lalu mengambil amplop itu dan bangkit. Tergesa-gesa ia keluar. Di depan ruangan sang bos, banyak karyawan lain yang sedang menguping. Ia tidak peduli. Wanita berhijab hitam tersebut terus berjalan cepat menjauh dari sana.

Sementara sang manajer, menelepon seseorang setelah Nilna tidak ada di ruangannya. “Saya sudah melakukan apa yang Anda perintah.”

“Kerja bagus!” Suara di seberang membalas dengan nada puas.

**

Dengan mengendarai sepeda motornya, Nilna kembali ke kos-kosan Anggi sambil terus menangis.

“Angin, kamu bisa dengan mudah mengeringkan air mataku. Tapi apakah bisa kamu juga mengeringkan lukaku? Aku lelah dengan semua ujian yang ada.” Nilna terus berbisik kepada angin.

Tiba di kos-kosan dengan wajah yang masih sembab, Nilna mengambil ponsel. Ia sengaja merekam wajahnya. Entah nanti di-unggah atau tidak, ia hanya ingin menyuarakan kebenaran.

“Saya mau memberikan klarifikasi mengenai video itu. Posisi saya tidur pulas dan saya tidak tahu apa yang terjadi. Saya korban dan ternyata ada seseorang yang mele*cehkan saya hingga memvideonya.” Nilna menjeda karena tangisnya kian kencang.

“Tolong usut siapa pria itu, siapa penyebar video itu, siapa pemain pria itu. Saya hanya korban. Tolong, temukan pria bia*dab itu.”

Tepat saat video diakhiri, ada teriakan dan gedoran di pintu kamar. “Nilna! Keluar kau!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 131. Sepinggan Kebahagiaan

    “Mas!” panggil Zia. Ia mendatangi Faruq di ruang fitness pribadi yang ada di rumahnya. “A-pa, Sa-yang,” jawab Faruq sambil berolahraga angkat beban. “Aku mau kasih tahu sesuatu. Tapi udahi dulu olahraganya.” Faruq menatap sang istri sebentar, lalu menuruti apa yang dipinta. Dengan napas masih terengah-engah, Faruq duduk sambil mengelap peluh dengan handuk kecil. Zia menyerahkan amplop. “Apa ini? Tagihan?” Faruq membolak-baliknya. “Iya. Tagihan dalam jumlah gede pokoknya. Cepetan buka!” Faruq pun membuka amplop itu dan ternyata isinya tiga buah testpack berbeda merek bergaris dua. “Ka-kamu hamil?” Faruq tergagap. Zia mengangguk. “Hm’eh. Gimana ini? Aku takut.” Faruq terdiam. Harusnya ia yang takut, harusnya ia yang khawatir. Istrinya pun ternyata punya rasa yang sama. Jika ketakutannya juga ditunjukkan, pria itu takut sang istri tambah kepikiran. “Ssst! Jangan mikir macam-macam. Kita berdoa saja semoga semuanya selamat dan baik-baik saja. Mulai sekarang kalau Mas ada dinas k

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 130. Seleksi Alam dan Tuhan

    “Katanya, Latifa hamil,” jawab Faruq sambil menunjukkan pesan teks dan gambar dari Mahardika. “Apa! Ini kabar luar biasa, Mas Sayang!” Zia terlonjak, memeluk suaminya erat. “Ya, dan katanya lagi, kemungkinan mulai bulan depan Mahardika akan dimutasi ke Surabaya. Itu artinya, Latifa juga akan dibawa ke sana. Alhamdulillah, semoga dengan semua ini kehidupan semuanya jauh lebih baik.” “Aamiin. Semoga setelah jauh dari Mas, obsesinya itu bisa mereda.” “Dan kamu nggak ada yang ngusik!” Faruq kembali menggotong istrinya menuju ranjang. ** “Zia sudah siap dirias, Mbak?” tanya Faruq kepada Farah yang baru masuk kamar. “Belum, dikit lagi. Jangan usik dia dulu. Nanti kalau selesai, pasti kamu Mbak panggil,” jawab Farah, lalu keluar lagi. Hari ini adalah walimatul ursy sekaligus resepsi pernikahan di Kilisuci Ballroom Hotel Grand Surya Kediri. Sementara Zia dirias, Faruq harus mengungsi di kamar kakaknya. Fariz tengah bermain di sampingnya. “Boy, kalau punya adek, kamu pengen cowok apa

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 129. Secawan Madu (21+)

    “Ya, Mas jijik.” Zia mendorong kasar tubuh suaminya hingga pria itu mundur selangkah. “Pergilah. Aku ingin menyelesaikan mandi,” ujar Zia sambil berusaha menutupi tubuh depannya. Faruq kembali merapatkan diri dengan istrinya. Dicekalnya pinggang ramping itu. Tubuh keduanya kembali saling menempel. “Mas jijik dengan kelakuan mantan suamimu itu. Dia yang membuat tubuhmu jadi seperti ini.” Faruq menyapu bibir Zia dengan ganas. Ia juga menciumi semua bekas luka itu termasuk luka bekas operasi cesar, membuat Zia kembali terpejam sambil menggigit bibir menahan agar suara khas gejolak gairah terdengar. Tangannya refleks meremas rambut sang suami. “Bekasnya memang tidak bisa hilang, tapi Mas pastikan tidak akan ada lagi tambahan luka di tubuhmu. Mas sangat mencintaimu.” Faruq menatap Zia serius. Dengan tubuh masih berpakaian lengkap meski basah, Faruq kembali mendekap tubuh sang istri. “Ya sudah, lekaslah mandi. Jangan lama-lama. Mas mau ganti pakaian di ruang sebelah. Bajumu sudah pind

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 128. Namanya Mahardika

    “Assalamualaikum. Ada apa, Ka?” Faruq mengangkat panggilan seraya masih menggandeng sang istri, membawanya duduk di bibir ranjang.Zia melepas cadar, lalu berkata lirih, “Loudspeaker, Mas.”Faruq mengangguk dan panggilan dilakukan dengan pengeras suara.“Latifa dirawat di rumah sakit, Mas. Dari tadi teriak nyebut nama Zia. Saya ingat-ingat, itu nama calon istri Mas bukan?”“Iya dan hari ini dia resmi jadi istri saya. Apa yang terjadi?”Zia mulai didera ketakutan.“Maaf kalau telepon saya mengganggu. Tapi saya ingin bertanya apa yang sudah dilakukan istri Mas ke Latifa sampai dia sekacau itu.”Spontan Faruq menatap Zia. Wanita itu merebut ponsel suaminya. “Maaf, Mas. Apa dia beneran bunuh diri? I-ini saya Zia yang bicara.”“Ya, dia mengamuk bahkan melukai dirinya sendiri. Apa yang sudah Mbak lakukan ke dia?”Zia menghela napas berat dan mengeluarkan pelan. “Baik, akan saya ceritakan apa yang terjadi.”Zia menceritakan semua yang terjadi tadi pagi saat Tuti menemuinya. Faruq yang juga b

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 127. Ancaman Latifa

    “Mengancam bunuh diri?” Zia mengulang. Beruntung Tuti datang setelah ia memakai cadarnya. Ia masih duduk, enggan berdiri sebab gaun pengantinnya lumayan panjang. Salah berdiri takutnya malah menginjak baju dan bisa-bisa jatuh.“I-iya. Hanya kamu yang bisa menghentikannya.” Tuti terlihat sangat khawatir. Ia sempat mengunci pintu kamar agar tidak ada orang yang masuk.“Bu, mohon maaf sebelumnya. Bukankah Latifa sudah punya suami? Harusnya Ibu mencari suaminya, bukan saya.”“Tapi ini ada urusannya sama kamu. Bukan sama suaminya.”“Tapi dia masih menggertak, ‘kan? Belum bunuh diri sungguhan?”Tuti menggeleng. “Tolong. Bilang sama Faruq agar membatalkan pernikahan ini. Demi Latifa.”Sikap Tuti berbanding terbalik dengan saat dulu pernah melabrak Zia saat di rumah sakit. Keangkuhan dan kesombongannya seolah-olah runtuh berganti tampang permohonan.“Kenapa harus saya, Bu? Bukannya Ibu bisa bicara sendiri ke Mas Faruq?”Tuti menggeleng. “Kalau saya yang meminta, dia tidak akan mau. Kalau kamu

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 126. Trauma

    Zia bangkit. Ia berjalan cepat meninggalkan Faruq dan Fariz yang masih ada di samping peristirahatan terakhir Rizkia. “Yang, tunggu!” Faruq mengejar sampai ia tiba di samping sang istri. Dicekalnya pergelangan tangan Zia dengan tangan kiri sementara yang kanan menggendong Fariz. “Bukan gitu maksud Mas. Mas hanya trauma. Mas nggak mau kehilangan kamu! Apalagi kamu bilang kayak gitu barusan. Untuk itu cukup Fariz saja yang jadi anak kita. Sungguh, Mas sanggup lagi jika harus kehilangan istri lagi.” “Memang tadi Mas tahu aku mau ngomong apa? Main motong gitu aja.” “Tahu. Pengen mati syahid kayak Rizkia, 'kan? Mas jadi mikir mungkin lebih baik anak kita cukup Fariz saja. Sudahlah, ayo pulang. Kita bicara lagi kalau sudah di rumah.” Zia terdiam. Sepertinya Faruq menyembunyikan banyak hal. Ia harus mengorek lebih jauh jika nanti tiba di rumah. Sepanjang perjalanan pulang, hanya didominasi suara cerewet Fariz. Sementara Zia menolak membahas hal apa pun dan meminta suaminya fokus menyeti

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status