Share

3.Bad Omens

Aldo memegang gelas yang pinggirannya berembun. Isinya air dingin. Hendak ia siramkan pada adik perempuan kesayangannya yang sangat kebo dan masih asik bergelung nyaman dalam selimut. Dengan sekali ayunan, isi gelas itu sudah tumpah membasahi si tukang tidur.

"ADUH DINGINNNNN!!!!" Titan langsung melek selebar-lebarnya, terduduk di kasurnya dengan selimut tersingkap.

"Bangun nggak?! Atau habis ini gantian lo mau gue siram pakai air termos, Dek?" Aldo mengancam setelah mengguyur adik perempuannya dengan segelas air dingin tadi. Tangannya sudah berkacak pinggang dengan wajah tidak sabaran. Menanti dengan gemas agar adiknya yang bandel itu segera bangun dan lekas bersiap ke sekolah.

Namun tetap saja, Titan berusaha tak peduli, ia kembali menarik selimut, hendak melanjutkan bobo cantiknya. Padahal tubuhnya juga sudah basah menggigil karena kedinginan, tapi Aldo tentu tidak akan membiarkan gadis itu tidur lagi. Ia kembali menyibak selimut Titan dan menarik tangan Titan sampai gadis itu terjatuh dari kasur dengan suara debaman keras. Sungguh sebuah keributan yang tidak pernah absen di tiap pagi antara kakak beradik ini.

"Aduh, dasar abang laknat! Tega banget tarik-tarik adeknya sampai jatoh! Kalau kepentok terus imutnya Titan hilang gimana?! Mau tanggung jawab?!" Titan mengaduh kesakitan sambil mengelus-elus pantatnya yang menabrak lantai dengan keras tadi.

"Lo mau ngebo sampai kapan, hah? Ini udah jam tujuh. Bel di sekolah lo lagi bunyi sekarang sementara lo baru bangun." Aldo menatap adiknya lempeng. Sudah hampir menyerah dengan tingkah malas Titan yang sudah kelewatan. Dirinya waktu SMA dulu bahkan tidak pernah semalas ini. Heran....

"HAH???!! BANG ALDO SIH AH KOK NGGAK BISA BANGUNIN TITA-AWWW IYA-IYA TITAN MANDI NIH MANDI, AMPUN!!!" Titan melepaskan jeweran abangnya dan segera ngacir ke kamar mandi setelah meyambar handuk di jemuran. Gadis itu pasti hanya akan sekadar mandi bebek.

"Ampun dah. Kalau Mama sama Papa nggak balik-balik dari luar kota terus gue yang mesti ngurusin nih bocah tiap hari, makin pendek umur gue pasti ya ampun...." Aldo mengelus-ngelus dadanya sendiri, berusaha banyak-banyak sabar. Dia tidak mau menua sebelum waktunya cuma karena mengurusi Titan si anak bandel.

Selesai mandi, Titan memakai seragamnya dengan buru-buru. Rambutnya masih acak-acakan, lupa untuk disisir. Dasinya bahkan lupa ia pasang. Ia lalu segera berlari untuk turun ke lantai satu. Mengambil roti di meja makan dan memakannya rakus seperti belum diberi makan selama tiga hari. Ia melihat jam dinding di ruang makan yang menunjukkan sudah pukul 7.25. Sepertinya dia harus pasrah saja akan sekolahnya hari ini.

"Bang, hari ini Titan mimpi buruk. Itu pertanda kalau hari ini Titan bakalan apes, Bang. Lagian ini udah telat banget. Titan mau bo-"

Ucapan Titan tidak didengarnya sampai selesai. Sudah capek mendengar adiknya yang absurd itu, Aldo langsung menyeret Titan menuju mobil tanpa basa-basi.

****

7.45.

Titan baru sampai di sekolah sekitar pukul segitu. Salahkan saja mimpinya. Salahkan dinosaurus dalam mimpinya semalam. Salahkan juga Aldo yang telat menyiram Titan, yah walau kalau tidak begitu ya Titan pasti masih molor. Pokoknya, salahkan siapa saja selain dirinya.

Sekarang karena sudah terlambat, Titan harus memutar otak. Dia berdiri sepuluh meter dari gerbang depan dan harus berpikir keras tentang bagaimana caranya selamat sampai kelas dengan jiwa dan raga yang masih utuh. Dia tidak boleh sampai ketahuan terlambat pokoknya. Dia tak mau kena hukuman.

Maka Titan berlari menuju gerbang belakang, maksud hati ingin cari aman dari satpam sekolah yang biasanya cuma mejeng di gerbang depan. Dirinya menatap sedikit ragu ke arah gerbang belakang SMA Garuda yang tingginya sekitar 2,5 meter. Baru kali ini dia hendak masuk lewat jalur sini. Titan menarik napas dalam-dalam untuk menghapus ketakutannya, lalu berkata dalam hati kalau pagar ini masih sangat logis untuk dipanjat.

Titan mulai memanjat. Ternyata mudah. Percuma dia sudah takut duluan tadi. Oke, sepertinya Titan memang ada bakat tersembunyi menjadi monyet sehingga dia bisa dengan gampangnya memanjat walau memakai rok sepan sekolahnya.

Saat sudah sampai di atas gerbang dan hendak melompat turun, tiba-tiba gerbang itu seperti baru saja ditendang seseorang hingga bergetar kuat. Titan yang belum siap pun langsung terjerembap keras ke paving block karena tidak bisa menyeimbanngkan tubuh. Beruntung refleksnya cukup bagus, ia berhasil jatuh dengan posisi bersujud dan tangan yang membantu menahan bobot tubuhnya sendiri. Jadi kepalanya aman. Yah, walau lututnya harus berakhir nyut-nyut karena sukses menghantam lantai duluan dan ikut menahan bobot tubuhnya.

"Jatuh ya? Kasihan.... lagian si bego, gerbang nggak dikunci kok malah repot-repot manjat." Terdengar suara penuh ledekan dari seseorang yang begitu tidak asing. Oke, karena ingatan Titan masih bagus, dia ingat betul suara ini milik si cowok edan yang ia siram kopi panas kemarin.

"Lo-" Titan baru sajamembuka mulut untuk bicara, tapi omongannya hanya sampai di ujung lidah karena sudah keburu disela.

"Iya ini gue, kenapa? Gue udah bantuin lo buat turun dari gerbang kan? Nyadarin lo dari kebodohan lo yang kayaknya emang udah meresap sampai ke DNA sama RNA. Silahkan bilang makasih," potongnya cepat dengan tangan bersedekap di depan dada. Mata cowok itu menatap sinis ke arah Titan yang masih berlutut di bawah.

"Hah? Apa lo bil-" ucapan Titan keburu dipotong untuk kedua kalinya.

"Kan gue udah kasih tahu lo kemarin, gue nggak bakal lepasin lo selanjutnya. Gue bakal sepenuh hati ngeganggu lo! Ingat itu ya!"

Kalimatnya dipotong. Lagi.

"Lah-"

"Karena lo udah bikin gue sama teman-teman gue apes seharian kemarin. Lo tahu? Gue sama teman-teman gue disuruh bersihin gudang belakang sampai bersih mengkilat. Lo tahu sendiri kan itu gudang kagak pernah dipakai dan debunya ampun-ampun. Habis beresin gudang eh malah telat masuk jam Bu Damara jadi kita kena hukum lagi disuruh bersihin toilet belakang. Lo tahu itu toilet baunya kayak napas naga?! Habis selesai beresin toilet, gue haus banget jadi beli minum di kantin dan ketahuan lagi sama guru piket jadi gue disuruh nyapu lorong depan tiap hari selama seminggu nanti. Belum lagi tugas sekolah yang harus tetap gue kelarin. Jadi intinya gue nggak bakalan biarin lo merdeka di sekolah ini," celoteh cowok itu dalam satu tarikan napas lalu beranjak meninggalkan Titan yang masih bersujud dengan muka cengo. Kuat juga napasnya.

"Tapi Titan kan nggak nanya. Lagian apaan, sih? Rese banget jadi cowok. Sensi banget sampai dendam gini! Dasar alay!" semprot Titan tapi cowok itu nampaknya sudah merasa menang hingga tak mendengarnya.

Kok berasa deja vu gini sih, batin Titan.

•••••

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status