Share

4.Pertanda Sial

Baiklah, setelah kilas balik yang panjang itu, Titan akhirnya sukses mengingat dosa-dosanya pada Tristan. Sebenarnya ya tidak banyak juga sih kalau dihitung, paling hanya menyiramnya dengan kopi panas sampai melepuh, menyingkap dosanya di depan anak-anak kelas perihal merokok dan bolos, membuatnya dihukum berkali-kali, PR segunung, membersihkan lorong seminggu, sudah itu aja kok. Eh, ditambah menendang selangkangannya juga sampai cowok itu harus berjalan tertatih-tatih.

Tapi siapa suruh dia pakai acara bolos-bolos ceria sambil ngerokok segala. Kan dia kegep sama guru piket ya gara-gara salah dia sendiri. Titan mah baik, udah bantuin guru piket nemuin dia yang lagi bolos sama temannya, batin Titan.

Titan kembali mengamati lututnya yang berdarah dan lebam berwarna ungu-kebiruan. Perih, sakit juga. Belum lagi Titan juga harus mendapat hukuman karena terlambat, tapi anehnya dia hanya dihukum sendiri. Dia berakhir berdiri di lapangan upacara sambil hormat bendera hingga jam pelajaran pertama berakhir, yang entah kenapa cowok gesrek satu itu malah tidak ketahuan kalau dia juga terlambat. Ilmu nakalnya mungkin sudah sampai ke tahap profesional.

Cowok itu tadi langsung nyelonong duluan sih nggak ngajak-ngajak. Nggak tau dia jadi transparan apa gimana sampai nggak ketahuan, eh boro-boro ngajak, ngerasa bersalah aja gak tuh dia,

batinnya meringis.

Titan kembali ke kelas setelah penderitaannya di lapangan berakhir. Tas ranselnya ia seret-seret di sepanjang lantai. Wajahnya banjir keringat dan juga memerah sehabis dijemur di lapangan, ekspresinya kelihatan sangat lesu dengan bibir kering yang pucat. Padahal ini masih pagi tapi gadis itu sudah kelihatan persis seperti gembel. Rheva jadi harus mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi, heran karena melihat Titan yang kelihatan seperti tak punya semangat hidup itu.

"Udah kelar hukuman lo? Kok cepat? Kirain gue bakal sampai istirahat?" tanya Rheva bingung. Dia memajukan kursinya agar Titan bisa masuk ke bangkunya sendiri.

"Rev, kok lo tahu Titan kena hukum?" Ia memilih mengabaikan harapan temannya perihal dia yang harusnya dihukum sampai istirahat. Sambil lesu duduk di kursinya dan langsung meletakkan dagu di atas meja. Kedua telapak tangannya ia gunakan untuk mengipas-ngipasi wajahnya yang sedikit perih karena matahari tadi.

"Iyalah, kan pas ijin ke toilet gue dari atas liat lu berdiri di tengah lapangan kayak orang bego hormat sendirian." Rheva geleng-geleng kepala. Lantas mengeluarkan sebungkus tisu pocket untuk menyodorkannya pada Titan yang masih keringatan walau sudah berada dalam ruangan ber-AC.

"Oh gitu, tunggu-tunggu... lo kenapa nggak nyamperin Titan kalau gitu? Kasih minum dong, lap ini keringet juga. Minimal kasih Titan semangat buat ngejalanin hukuman. Tega amat lo cuma lihatin terus lewat doang." Titan membuka perekat di depan bungkusnya, lalu mengeluarkan beberapa lembar tisu dari dalam sana dan segera mengelap keringatnya yang mengucur deras.

"Bodo, lagian siapa suruh telat. Ngapain juga gue lap keringet lo? Lo pasti bau kecut. Lagian tadi gue udah ngebet pingin boker."

Nih cewek emang pencernaannya yang bagus kelewat lancar apa emang doyan boker?

batin Titan, masih keheranan dengan perut temannya.

"Kayaknya tiap bilik toilet di sekolah udah pernah lu bokerin deh," tebaknya.

"Iya, udah gue cobain semua satu-satu mana yang bisa bikin gue tenang ngeden."

"Sarap emang lo cantik-cantik."

"Itu.... lutut lo kenapa bercorak merah-biru?" Rheva menunjuk lutut Titan yang terluka. Tadinya tidak kelihatan saat cewek itu berjalan karena tertutup rok sepannya yang di bawah lutut. Tapi saat cewek itu duduk hingga roknya sedikit tersingkap, luka dan lebamnya bisa terlihat jelas.

"Pas Titan manjat pagar belakang, si cowok yang kemarin itu tahunya juga telat. Titan nggak sadar kalau tuh pagar nggak digembok. Eh, dia malah sengaja tendang itu pagar makanya Titan jatuh." Titan mengamati nasib tragis lututnya.

"Kasihan banget nasib lo. Begitu malang sampai luka-luka gitu. Lagian itu kenapa juga belum diobatin, sih? Entar kalau infeksi gimana? Bego amat kan harusnya udah dibersihin dari tadi lukanya." Rheva mengomel dan sudah siap-siap untuk berdiri. Tangannya membuat kode agar Titan segera berdiri mengikutinya.

"Titan nggak ngeh gimana cara ngobatinnya." ujar Titan pasrah sambil kembali memperhatikan tato baru di lututnya. Setelah itu dia berdiri, sambil meringis merasakan sakit yang kembali hadir.

"Yaudah ayo, ke UKS sekarang. Gue obatin. Bikin ribet aja deh lo, ah." Rheva memang salah satu anak PMR. Walau terkesan cuek,sebenarnya dia bisa peduli garis keras dengan orang terdekatnya, seperti Titan.

****

"Kenapa lo cengengesan mulu? Kerasukan jin tomang lo pagi-pagi? Serem nih gue lihatnya. Idih...." Bams bergidik ngeri melirik kelakuan sahabatnya dari tadi, Tristan. Dia juga sengaja memelankan suaranya dengan hanya berani beribisik-bisik, takut kalau sampai ketahuan Pak Hadi yang sedang mengajar di depan sana. Bisa gawat, dia belum mau mendapat hukuman baru lagi setelah segunung hukumannya kemarin.

"Tadi gue datang telat, makanya lewat gerbang belakang. Terus ketemu sama tuh cewek yang kemarin di sana. Gue berhasil balas kelakuan sama ucapan dia yang kemarin. Ya jadi, gue puas lah." Tristan seperti bocah yang baru saja berhasil cebok sendiri dan melaporkannya pada orang tuanya. Kelihatannya bangga sekali.

Kalau mengingat bagaimana ekspresi terkejut gadis itu dan wajah menahan kesalnya setelah tahu kalau Tristan yang sengaja mengisenginya, rasanya Tristan puas banget. Seolah nasib sialnya kemarin sedikit terbayar karena kejadian tadi pagi.

"Lo apain tuh cewek?" Bams juga mulai kepo hingga sedikit menggeser kursinya dan menajamkan telinga untuk mendengar cerita Tristan selanjutnya. Ya iyalah, secara dia juga kena hukuman kemarin, kena imbas dari si cewek gesrek alias Titan.

"Dia manjat pagar, telat juga kan kayak gue. Dia nggak sadar kalau tuh pagar nggak digembok sebenarnya. Sengaja gue tunggu pas dia mau lompat. Pas dia udah di atas banget, gue tendang itu pagar sampai dia nyungsep ke bawah." Bagi yang punya mata batin, bisa dilihat deh sudah ada dua tanduk merah di atas kepala Tristan. Cowok itu bahkan menyeringai puas.

"Terus? Apa lagi? Lo apain lagi?" Bams berbinar-binar karena tidak sabaran.

"Udah sih, gitu aja."

"Elah... kagak seru lo." Bams selaku pendengar terlihat kecewa, nampaknya menginginkan pertunjukan lebih.

"Ya, jadi mesti gue apain?" Tristan mulai terpancing. Ingin semakin iseng membalas Titan nantinya.

"Usilin lagi aja. Tuh cewek cebol gitu manis-manis tapi nyebelin banget. Tipe kayak gitu biasanya lo usilin dikit lagi juga bakalan kapok. Mungkin nangis deh." Setan memang idenya Bams.

"Boleh juga. Tunggu aja nanti. Siapa nama tuh cewek? Gue lupa padahal dia selalu manggil diri sendiri pakai nama." Tristan berusaha mengingat-ingat, tapi gagal.

"Titan Darmawan." Bams menyeringai.

****

Istirahat pertama akhirnya tiba. Semua murid langsung tancap gas ke kantin. Titan dan Rheva pun tak mau kalah hingga langsung berjubelan juga, takut kehabisan makanan karena keburu diembat siswa lapar lainnya. Begitu mereka berdua sampai di kantin, Titan langsung menuju ke kios langganannya, tentu saja kios Mang Asep. Dia membeli beberapa gorengan dan segelas es kopi. Tak nyambung memang, tapi apa yang tidak aneh sih, kalau sudah menyangkut gadis itu?

Setelah itu mereka berdua mencari sisa tempat kosong dengan bergabung bersama di meja siswa siswi lainnya. Rheva juga sudah memesan nasi kuning untuknya dan ditemani segelas es teh.

"Kalau tuh cowok kemarin nyamperin lo nanti, bisa mampus lo. Pasti mau balas dendam lagi." Rheva seolah sudah siap akan nasib sial yang menunggu sahabatnya. Siap menonton maksudnya.

"Titan bakal coba minta maaf dulu sama dia. Kalau dia mau maafin ya syukur, kalau nggak berarti dia emang ngajak tempur." Titan bersikap cuek, tak mau ribet memikirkannya. Karena sekarang ada fokus yang lebih lenting, yaitu perutnya dengan segala warga negara cacing di dalam sana.

Ia lalu segera melahap gorengannya dengan rakus. Harus isi tenaga dulu supaya tidur di kelas nanti bisa nyaman dengan perut kenyang.

•••••

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status