Setelah sehari ijin sekolah karena sakit, akhirnya Titan kembali masuk. Ia sudah merasa jauh lebih baik, katanya. Sehingga meskipun seisi rumah menyuruhnya untuk tetap beristirahat, namun ia bersikeras ingin sekolah.
Tentu jika kondisinya sedang berbeda, Titan akan dengan sangat senang hati jika disuruh begitu. Secara, kapan lagi coba seisi rumah kompak menyuruhnya untuk bolos? Tapi hari ini ada seseorang yang ingin ia lihat, seseorang yang ingin ia pastikan kehadirannya di kala ia sedang sakit kemarin.
Tristan.
Jika benar itu bukan mimpi, jika benar cowok itu memang masih peduli padanya, berarti Tristan masih mau menerimanya seperti sedekat dulu, namun jika itu hanya ada dalam angan-angannya seorang, tentu Tristan akan menjauhinya semenjak tahu kebenarannya.
Seharian itu, Titan benar-benar kehilangan keceriaannya. Melihat Tristan bersama perempuan lain berhasil membuatnya sedih, kesal, dan berbagai perasaan lainnya ia rasakan sekaligus. Apa daya, Titan sadar ia tak boleh egois. Dia yang sudah menolak Tristan dengan kenyataan pahit, oleh karena itu dirinya harus membiarkan cowok itu bebas untuk mengejar kebahagiannya sendiri, dengan orang lain tentunya.Titan benar-benar murung, sibuk dengan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia terus melamun di kelas, tidak bisa tidur sama sekali. Ketika mengobrol dengan Rheva pun, kelihatan jelas kalau ia tidak memperhatikan lawan bicaranya itu.Suasana mendung di hati sahabatnya tidak membuat Rheva ingin mengasihaninya. Rheva tahu Titan memang harus lebih menderita lagi daripada ini. Hal yang memang ia pantas dapatkan karena terlalu bodoh.
Mereka menjauh, keduanya benar-benar menciptakan jarak. Sudah sebulan berlalu sejak Titan dan Tristan tidak mengobrol atau bahkan bertegur sapa sama sekali. Ketika di sekolah, keduanya sebisa mungkin menghindar. Titan yang ingin tetap diam di kelas dan Tristan yang makin sering bolos hingga harus dipanggil ke BK berkali-kali lebih banyak daripada dulunya, dan satu tempat yang paling keduanya hindari yaitu kantin. Tempat mereka dulu paling sering bersama. Kegiatan belajar bareng bersama Tristan juga sudah tidak ada lagi. Titan memang tetap belajar di rumah, namun di bawah bimbingan Raihan yang menurutnya sangat membosankan. Topik tabu di antara mereka tetap tidak pernah naik ke permukaan, kembali dipendam jauh di lubuk hati masing-masing karena mereka sama-sama pengecut. Aldo tetap mengawasi dan seringkali masih tersulut emosi, namun sebisa mungkin menutupi keadaan dari Dinda dan Aditama
Ketika ojek misterius yang mengantarnya pulang baru saja meninggalkan halaman rumahnya tanpa perlu bayaran sedikitpun, Titan mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Ia benar-benar gerah karena terlalu lama menunggu jemputan, jadi tanpa perlu disuruh pun Titan langsung bergegas memasuki kamar mandi. Setiap guyuran air yang menyegarkan tubuh lelahnya seolah juga menyegarkan pikirannya yang dari tadi pagi rasanya mau meledak karena kelamaan ia pakai buat berpikir. Perkataan Rheva tadi pagi benar-benar tidak mau meninggalkan pikirannya barang semenit pun. Titan mencernanya seharian tadi, namun otak dengan kapastitas pas-pasan miliknya sepertinya memang tidak mampu. Barulah sekarang, rasanya ia bisa memaknai tiap ucapan sahabatnya itu dengan baik. Tiap Titan memikirkannya lebih dan lebih dalam lagi, semakin dirinya sendiri menyada
Pagi ini, Titan bangun dengan sebuah tekad yang kuat. Ia bertekad akan mengikis jarak yang telah terbentang antara dirinya dan Tristan.Titan bangun, mandi, dan berdandan. Memoleskanmake-uptipis yang membuatnya terlihat lebih segar. Tentu sebagai seorang cewek tulen, ia ingin tampil cantik di depan orang yang disukainya. Itu hal yang wajar kan?"Duh, siapa sih itu kok cakep bener?" Titan malah narsis sendiri di depan kaca.Setelah sarapan bersama keluarganya yang beranggotakan lengkap kecuali Raihan yang sudah kembali kuliah, Titan berangkat ke sekolah dengan mengendarai mobil sendiri pagi itu. Dikarenakan Dinda, mamanya yang ia anggap cerewet itu selalu mengomelinya agar tidak manja terus pada abangnya. Katanya kasihan Aldo, bertahun-tahun harus sukarela mengurus
Katakanlah Titan tak tahu malu, namun yang namanya sudah tekad mengejar cinta, maka semua akan ia lakukan. Di sinilah Titan, di depan rumah sang pujaan hati yang sudah lama tidak ia kunjungi.Biar saja dia berkunjung, itu karena dia sudah kehabisan cara mengikis jarak mereka saat ada di sekolah. Cewek yang belakangan baru ia ketahui namanya sebagai Aundy itu selalu menggerayangi Tristan kapanpun dan di manapun. Saat bel istirahat, Aundy selalu sudahstand byduluan di depan kelas Tristan. Saat bel belum berbunyi, ia juga sudah menunggu pagi-pagi sekali di kursi cowok itu. Saat bel pulang sekolah, lagi-lagi dia sudah muncul duluan di parkiran motor.Tuh cewek makhlub gaib apa gimana ya? Kerjaannya kok udah macam penunggu aja.Aundy sering merengek minta diantar pulang
Sehabis scene yang mellow-mellow gimana gitu di bawah guyuran hujan, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang bersama. Ya iyalah bre, dingin keles.Titan memungut plastik belanjaan di jalanan yang tadinya ia lepas begitu saja dari tangan ketika ia hendak memeluk Tristan dari belakang. Belinya kan pakai duit, sayang."Payung satunya mana?" tanya Tristan sembari memayungi mereka berdua."Eh? Mana ya?" Titan berpikir sejenak, "mampus! Tadi Titan lempar gitu aja depan minimarket!" paniknya sambil menepuk jidat."Mampus beneran dah. Lo tunggu sini." Tristan lalu berlari hujan-hujanan menuju depan minimarket sehabis menyerahkan payungnya pada Titan. Bodo amat basah, udah terlanjur kok kenapa nggak? Yang penting itu payungnya ibu negara harus
Ada yang membuatnya merasa spesial hari ini. Hal baru yang membuat senyumnya mengembang ketika hari Senin, hari yang paling dibencinya tiba. Pagi ini, Tristan sudah nangkring duluan dengan motor hitam besarnya tepat di depan pagar rumah Titan. Cowok itu lalu mengetuk pintu dan meminta ijin pada mamanya untuk mengantar dan menjemput Titan ke sekolah. Mamanya sempat kaget dan meliriknya dengan tatapan penuh arti, namun tak bertanya lebih lanjut dan mempercayakan anaknya pada remaja laki-laki itu. Titan berdeham, "Ehm yaudah Titan pergi ya, Ma. Dadah!" serunya sedikit malu-malu. Dinda tersenyum tipis, "Iya hati-hati di jalan. Inget, kamu peluk-peluk Tristannya jangan kekencengan ya." Godanya pada anaknya. "Mama, apaan sih!" Titan langsung melengos keluar rumah melewati mamanya yang mas
Tristan menahan napas ketika melihat wujud manusia di depannya. Seketika, bayangan wajah cemburu Titan tergambar di otaknya dan membuatnya berasa sedang selingkuh. Padahal pacaran aja mereka tidak.Aundy.Sesosok gaib-eh manusia yang belakangan ini selalu absen di depan wajahnya tiap hari. Menggerayanginya ke mana-mana sampai terkadang membuat Tristan berasa punya penunggu di punggungnya.Kadang ia kesal sendiri, tapi pernah beberapa kali ia bersikap cukup baik pada cewek itu ketika ingin melihat reaksi Titan bila ia berdua dengan perempuan lain. Makan bersama di kantin beberapa kali dan mengantarnya pulang.Sekarang rasanya ia ingin ganti muka saja. Biar tak terus-terusan dikejar sana-sini. Toh cewek satu ini juga cuma naksir sama ta