Share

Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan
Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan
Author: Livyloly

Bab 1 pernikahan tanpa cinta

Author: Livyloly
last update Last Updated: 2025-04-15 17:29:18

Althea merapikan dirinya, lalu beranjak menuju ruang pakaian untuk menyiapkan pakaian kerja sang suami.

Suami yang dinikahinya satu tahun lalu-Rigel Lester.

Lelaki tampan dan tak bercela. Kekayaan serta kekuasaan yang dimilikinya menjadikannya sosok yang ditakuti di industri ini.

Ya, dia adalah suaminya-pria sempurna untuk wanita seperti Althea, yang bahkan tak bisa dibandingkan dengan lelaki itu. Bahkan setelah setahun menikah, Althea tak pernah merasa benar-benar dianggap sebagai istri. Tatapan dan kata-kata Rigel selalu disertai jarak. Dingin. Formal.

Rigel Lester.

Nama itu bahkan tak pernah Althea ucapkan, begitu pula namanya yang tak pernah keluar dari mulut lelaki itu.

Mereka berada dalam kamar yang sama, namun tak ubahnya dua orang asing yang hidup bersama.

"Aku sudah siapkan pakaianmu. Lihat, dan jika ada yang tidak kau su-"

"Tidak ada. Pergilah," potong Rigel.

Althea tak terkejut. Ucapan itu sudah seperti naskah hafalan mereka. Percakapan yang terjadi setiap hari seolah hanya tempelan yang tak pernah berubah.

"Kau akan pulang untuk makan malam?" tanyanya, seperti biasa.

"Ya," jawab Rigel singkat, seperti sebelumnya.

Selalu seperti ini tidak ada kehangatan sedikitpun.

"Baiklah," sahut Althea pelan.

Keheningan pun kembali mengisi ruang di antara mereka. Rigel bersiap, dan Althea melanjutkan aktivitasnya yang lain.

"Oh, ya. Besok malam Ayah dan Ibu mengundang kita makan malam," ujarnya Rigel kemudian.

"Baiklah. Aku akan siapkan beberapa hadiah untuk mereka," jawab Alethea. Walau pernikahan ini penuh kepalsuan. Setidaknya mereka harus terlihat baik, bukan?

Kalimat itu menjadi percakapan terpanjang mereka dalam beberapa waktu terakhir. Sejak hari di mana Rigel mengungkapkan kebenaran di balik pernikahan mereka.

"Aku menikahimu karena keinginan orang tuaku. Aku tidak mencintaimu, jadi jangan pernah berharap pernikahan ini akan mengubah sikapku padamu," kata Rigel dengan nada dingin dan ekspresi datar.

Bagi Althea, yang menjunjung tinggi nilai sebuah pernikahan, kata-kata itu terasa seperti cambuk menyakitkan. Pernikahan yang ia impikan berubah menjadi kutukan tanpa akhir.

Althea menyandarkan tubuh di sofa. Tak ada yang bisa ia lakukan selain duduk dan membaca buku. Tapi bahkan membaca pun terasa hambar.

"Maria, siapkan mobil. Aku ingin keluar," ujarnya sembari bangkit dari sofa.

"Baik, Nyonya," sahut Maria, lalu bergegas pergi.

Althea berjalan-jalan, menikmati hembusan angin dan suasana ramai di jalan. Ia masuk ke sebuah toko cokelat dan membeli beberapa untuk dibawa pulang.

Cokelat selalu menjadi pelariannya. Rasa manis dan sedikit pahit itu seolah mengingatkannya pada hidupnya sendiri.

Ia memiliki segalanya: uang, kemakmuran, dan status. Tapi tetap ada kepahitan yang membuatnya merasa kosong dan tak pernah benar-benar utuh.

Ia kembali saat malam telah larut. Sebelumnya, ia telah berpesan kepada pelayan untuk menyiapkan makan malam untuk Rigel, mengetahui bahwa pria itu akan pulang terlambat.

Namun saat memasuki rumah, Althea terkejut mendapati Rigel tengah duduk di sofa dan menoleh ke arahnya, mungkin karena mendengar suara langkahnya.

Tatapan mereka bertemu-intens, dan entah untuk keberapa kalinya terjadi seperti itu.

"Kau sudah pulang," ucap Althea sambil tersenyum kaku. Ia meletakkan tas dan beberapa barang belanjaan yang dibelinya, termasuk sekotak cokelat.

"Kau mau?" tanyanya sambil menyodorkan kotak cokelat ke hadapannya.

Basa-basi, pikirnya. Namun ia tak menyangka Rigel benar-benar mengambilnya.

"Terima kasih," ujar Rigel, lalu memasukkan sepotong cokelat ke mulutnya.

Althea terdiam sejenak, bingung, sebelum akhirnya tersadar. "Oh, oke," sahutnya santai.

Ia meninggalkan Rigel dan cokelat itu, lalu menuju kamar untuk membersihkan diri. Rasa lengket akibat keringat membuatnya tak sabar untuk mandi.

Sial, Althea lupa membawa jubah mandinya. Ia jarang ceroboh seperti ini, tapi entahlah-ada apa dengan hari ini?

Ia yakin Rigel masih di bawah. Lelaki itu punya kebiasaan masuk ke kamar sekitar pukul sembilan atau sepuluh malam. Sepulang kerja, Rigel selalu menghabiskan waktu di ruang kerja.

Begitulah kehidupan mereka selama satu tahun terakhir. Rigel dengan dunianya, dan Althea dengan dunianya. Mereka bersatu dalam pernikahan, tapi dunia mereka tak pernah menyatu.

"Sial, handuk ini sangat pendek!" gerutunya. Handuk di kamar mandi tidak cukup besar untuk membungkus tubuhnya dengan layak.

Saat Althea mengangkat wajah, ia baru menyadari bahwa Rigel sudah ada di kamar, dan menatapnya-dengan keadaan seperti ini.

Oke, sekali lagi-mereka hanya menikah dan tinggal bersama. Tak ada kontak fisik, tak ada hubungan intim. Mereka hanya bergandengan dan berpelukan di depan umum. Begitu berdua, mereka saling mengabaikan.

Selama setahun ini, Rigel belum pernah melihat Althea dalam kondisi seperti ini-basah dan hanya dibalut handuk kecil.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Althea terkejut, merasa tak nyaman dengan situasi ini. Ia hanya terbungkus sepotong kain tipis, sementara tatapan Rigel terpaku padanya.

"Aku sedikit tidak enak badan," jawab Rigel singkat, lalu membaringkan tubuh dan memunggunginya.

Oke, sepertinya tak ada yang perlu dikhawatirkan. Althea tahu Rigel tak pernah tertarik padanya, apalagi menganggapnya sebagai wanita.

Menyakitkan untuk diakui, tapi itu lebih baik daripada menjadi bajingan yang menikahinya karena terpaksa lalu menyentuhnya sesuka hati.

Althea berjalan cepat ke ruang pakaian, mengambil piyama, dan cepat mengenakannya. Ia mengeringkan rambut lalu keluar kembali.

Ia mendekati Rigel, memastikan apakah pria itu benar-benar sakit atau hanya kelelahan. Tangannya menyentuh kening Rigel-panas. Setelah satu tahun, baru kali ini Althea melihat Rigel demam.

"Kau demam," gumamnya pelan.

Ia berjalan keluar dan meminta pelayan menyiapkan obat. Tak lama, mereka datang dengan alat pengukur suhu dan obat penurun panas.

"Ini, Nyonya. Tapi, apakah kita perlu memanggil dokter?"

Althea menatap pelayan itu aneh. Lelaki 29 tahun itu hanya demam, bukan keracunan atau sekarat.

"Dia hanya demam. Setelah minum obat, dia akan membaik," jawabnya santai.

Ia kembali ke kamar. "Hei, bangun dan minumlah obat ini," ucapnya sambil mengguncang pelan tubuh Rigel. Lelaki itu membuka mata perlahan, lalu langsung memundurkan diri saat sadar bahwa jarak mereka sangat dekat.

Refleks itu membuat Althea menghela napas dalam hati. Apakah dirinya sebegitu menjijikkannya sampai harus dijauhi seperti itu?

"Ini obat. Minumlah, lalu lanjutkan istirahatmu," katanya sambil meletakkan obat di telapak tangan Rigel.

Rigel masih diam saat Althea menyodorkan gelas air. "Kau akan membaik setelah minum obat," tambahnya.

Tanpa berkata apa-apa, Rigel perlahan duduk dan meminum obat tersebut. Althea hanya menatapnya sejenak, lalu akhirnya memilih untuk beristirahat.

Ya, dia memang suaminya. Tapi hubungan mereka tidak cukup spesial hingga membuatnya harus khawatir hanya karena Rigel demam.

Althea merawatnya bukan karena cinta-melainkan untuk menjaga dirinya sendiri. Agar ia tak mendapat masalah

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
jenjen
wkwkwk cma demam deng
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 23

    Langkah Althea membawanya ke jalan kecil di sisi taman, tak jauh dari restoran. Pepohonan rindang menaungi trotoar sempit yang sepi di siang hari. Angin berembus pelan, menggoyang dedaunan dan membawa aroma bunga-bunga liar yang bermekaran. Tapi tidak ada yang bisa menenangkan hatinya.Ia duduk di bangku kayu tua, kepalanya tertunduk, bahunya gemetar pelan.Tangis itu tidak meledak. Ia menangis dalam diam, seperti selalu.Air matanya mengalir melewati pipi yang masih terasa perih. Bukan hanya dari tamparan Vivian, tapi dari luka yang jauh lebih dalam. Luka karena merasa tak pernah cukup. Tak pernah dihargai.“Apa salahku?” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar oleh angin.Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangan. “Aku tidak pernah minta menjadi bagian dari mereka... Aku tidak pernah ingin apa-apa dari Rigel. Aku hanya ingin... dihargai. Dilihat.”Sesal menyesaki dadanya. Marah. Lelah. Perasaan-perasaan yang tak bisa ia ucapkan

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   bab 22

    Rigel membawa Althea masuk ke kamar dengan langkah pasti. Ia menutup pintu perlahan, lalu menatap wajah Althea yang masih terlihat letih, namun senyumnya hadir bagai bisikan yang memanggil hasrat terdalamnya. Perlahan, ia menunduk dan mencium kening Althea, lalu turun ke pipi, hingga akhirnya bibir mereka bersentuhan."Kau lelah, tapi tetap saja... menggoda seperti ini," gumam Rigel, suaranya serak.Althea tersenyum lemah. "Kau terlalu banyak bicara."Rigel tertawa pelan dan membalasnya dengan mencium lembut bibirnya, lebih lama kali ini. Tangannya melingkari pinggang Althea, mendekapnya erat, seolah tak ingin membiarkan dunia menyentuhnya lagi. Ciumannya berubah semakin dalam, dan tubuh Althea melunak dalam pelukannya."Kau tahu? Saat kau menatapku dengan mata yang lelah itu, jantungku berdetak lebih keras," bisik Rigel, matanya menelusuri setiap garis wajah Althea."Kau suka wanita lelah, ya?" goda Althea, membiarkan jemarinya menyusuri

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 21

    Langit mendung menggantung di atas gedung Lester Corporation saat Noah memasuki kantor Rigel tanpa pemberitahuan. Wajahnya dihiasi senyum genit, tubuhnya dibalut kemeja putih ketat dan celana hitam yang dipilih dengan sangat sadar untuk menonjolkan pesona yang masih ia banggakan.“Rigel...” sapanya dengan suara lembut, mendayu. “Kau masih tampan seperti terakhir kali kulihat. Atau mungkin... malah lebih menggoda sekarang?”Rigel yang tengah memeriksa dokumen menoleh singkat, tatapannya langsung berubah kaku. “Noah. Untuk apa kau ke sini?”“Tidak bisakah aku sekadar rindu?” Noah melangkah pelan, menyusuri ruang kerja itu seolah sedang menghidupkan kembali kenangan masa lalu. “Tempat ini belum banyak berubah. Tapi kau... pasti banyak yang berubah sejak kau menikah, ya?”Tanpa malu, Noah berdiri di sisi Rigel, bahkan menyentuh bahu pria itu dengan ujung jarinya. “Apa kau masih suka disentuh di sini?” bisiknya, seolah sedang bermain-main.Rigel menepis tangannya tajam. “Jangan lakukan itu

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   bab 20

    Mobil melaju tenang di jalanan sore yang mulai teduh. Ezra menyetir dengan satu tangan, sementara tangan lainnya sibuk menunjuk ke arah bangunan atau tempat-tempat yang membuatnya tertawa sendiri.“Dulu aku pernah kerja di tempat itu,” katanya menunjuk sebuah kedai kopi mungil di sudut jalan. “Barista pertamaku bilang latte buatanku rasanya seperti air sabun.”Althea menoleh, heran. “Serius?”Ezra tertawa. “Serius. Tapi lima bulan kemudian aku dapat promosi jadi kepala barista. Lucu, kan?”Sepanjang perjalanan, Ezra terus berbagi cerita—tentang masa kuliahnya yang ceroboh, tentang pertemanan-pertemanan aneh yang ia jalani, hingga mimpinya suatu hari bisa membuka kafe sendiri dengan taman kecil di sampingnya. Cara bicaranya santai, terbuka, dan penuh warna.Althea mendengarkan dengan senyum yang tak sadar mulai menetap di wajahnya. Udara dalam mobil tak lagi canggung, sebaliknya—penuh kenyamanan yang hangat.Ezra memang berbeda, p

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 19

    Pagi itu, aroma roti panggang dan kopi hangat memenuhi udara dapur. Althea berdiri di depan kompor, mengenakan kaus longgar dan celana pendek katun. Rambutnya diikat seadanya, beberapa helai terlepas membingkai wajahnya yang masih tampak lelah. Tangannya cekatan menyusun telur dadar ke atas piring, namun senyum tipis tetap menghiasi bibirnya—ada damai yang ia rasakan, walau samar.Dari balik meja makan, Rigel mengamatinya dalam diam. Tatapannya tertuju pada setiap gerak tubuh Althea, dari lekuk bahunya, rambut yang terurai di tengkuk, hingga gumaman lirih lagu yang ia senandungkan. Sebelum Althea menyadari kehadirannya, Rigel telah melingkarkan lengannya dari belakang, memeluknya erat."Rigel?" Althea terkejut, nyaris menjatuhkan spatula dari tangannya. "Apa yang sedang kamu lakukan?""Aku hanya ingin memelukmu. Aku merindukanmu," gumam Rigel, suaranya rendah dan lembut."Ini berbahaya. Minyaknya bisa mengenai kita," ujar Althea, berusaha melepaskan diri."Aku tidak peduli. Rasanya su

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   bab 18.

    Cahaya pagi menyusup perlahan melalui sela tirai, menyapu lembut wajah Althea yang masih setengah terlelap. Rasa hangat yang memeluk tubuhnya membuatnya enggan membuka mata. Tapi ketika ia sadar akan kehadiran lengan kekar yang melingkari pinggangnya—erat dan protektif—detak jantungnya seketika berubah tak beraturan.Rigel.Ia terbaring di sana, di ranjang yang sama, dalam pelukannya.Ingatan semalam kembali perlahan. Ia mabuk, menangis di taman, lalu… gelap. Tak ada ingatan bagaimana ia sampai di tempat ini. Tapi tubuhnya kini bersih, piyama satin hangat menempel di kulitnya. Tak ada yang tak dikenali, tak ada bekas keterkejutan. Hanya tubuhnya yang lelah dan jiwanya yang masih kusut.Rigel pasti yang merawatnya. Mengganti bajunya. Menjaganya tidur. Memeluknya seperti ini.Althea menoleh pelan, menatap wajah Rigel yang masih tertidur di sisi ranjang. Napasnya dalam dan tenang. Cahaya pagi menyoroti garis rahangnya yang tegas, bulu matanya yang panjang, dan bibirnya yang kini tampak d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status