Share

Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi
Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi
Author: Violen

Bab 1

Author: Violen
"Vannisa, dokumennya belum sampai juga?"

Suara pria di telepon terdengar semakin kesal.

"Sebentar lagi, sebentar lagi."

Masih ada dua kilometer lagi menuju Gedung Perusahaan Farhan, tapi karena ada perbaikan jalan di depan, semua kendaraan terjebak macet dan tak bisa bergerak.

Vannisa Wijaya melihat hujan deras yang mengguyur di luar, akhirnya dia menggertakkan giginya, membayar, dan turun dari mobil.

Dia melepas jaketnya dan membungkus map dokumen, lalu berlari cepat ke depan.

Hujan membasahi pakaian tipis yang dikenakannya.

Tapi dia sudah tak peduli lagi dengan penampilannya, yang dia inginkan hanyalah segera sampai ke Gedung Perusahaan Farhan.

Akhirnya sampai juga, tapi satpam tidak mengizinkannya masuk.

Sebab tubuhnya basah kuyup, dia akan membuat lantai jadi basah.

Dia hanya bisa berdiri di depan pintu dan meminta kepada petugas resepsionis di lantai satu untuk membantunya membawa dokumen tersebut ke atas.

Setelah itu, dia mengirim pesan ke WhatsApp Andrian Farhan dan asistennya, mengabarkan bahwa dokumen sudah dikirim.

Namun, tak ada balasan.

Seorang wanita lain di resepsionis melihat dia berpakaian sederhananya, mengira dia pengantar paket, lalu merasa kasihan, dan menuangkan segelas air hangat untuknya.

Vannisa mengucapkan terima kasih, meminum air hangat itu, dan bersiap pergi dari Gedung Perusahaan Farhan.

Saat itu, pintu lift di tengah lobi terbuka. Seorang pria tinggi dan ramping keluar.

Dialah Andrian Farhan, Direktur Perusahaan Farhan, dan juga suaminya.

Melihat dia berjalan ke arah pintu masuk, Vannisa secara refleks mundur dan bersembunyi.

"Pak Andrian, mobil Nona Renisa mogok di tengah jalan, kami sudah mengirim sopir untuk menjemputnya, Anda tidak perlu khawatir."

Andrian melihat ponselnya dan mengernyitkan dahi. "Telepon Renisa terus tidak bisa dihubungi, tolong bantu hubungi asistennya."

"Baik."

Vannisa yang berdiri di sudut ruangan mendengar nama Renisa, dan wajahnya menjadi kaku.

Renisa Utami telah kembali ke negeri.

Dia menatap pria yang buru-buru masuk ke dalam mobil, lalu tersenyum sinis.

Baru saja dia mengatakan ada rapat darurat, pria yang mendesak dia untuk secepat mungkin mengantarkan dokumen, sekarang malah dengan mudah mengabaikan rapat, lalu pergi mencari kekasih pertamanya tanpa menoleh lagi.

Sementara dia sendiri berdiri di sini dalam keadaan lusuh seperti orang bodoh yang sedang dipermainkan, dan pria itu sama sekali tidak menyadarinya.

Dia mengusap air hujan di wajahnya, merasa sedikit malu pada dirinya sendiri.

Setelah kembali ke vila, dia mengganti pakaian yang basah kuyup, meminum air hangat, lalu menelepon Bu Feli, ibunya Andrian.

"Bu."

Suara Bu Feli terdengar lembut saat berkata, "Ada apa, Vanni? Suaramu terdengar tidak enak, kamu sakit?"

"Tidak." Vannisa menggenggam gagang telepon dengan erat, mengatur napas, lalu akhirnya berkata, "Saya ingin bercerai dengan Andrian ... "

Bu Feli terdiam.

Suasana di seberang telepon langsung hening sejenak.

Vannisa melanjutkan dengan suara penuh tekad, "Dulu saya menandatangani kontrak dengan Anda untuk tiga tahun. Sekarang waktunya sudah habis. Lagipula, Renisa sudah kembali."

Bu Feli terdiam sejenak, lalu menghela napas.

"Baiklah, Vanni, aku mengerti. Aku akan minta pengacara untuk siapkan perjanjian cerai kalian. Selain itu, mengenai kompensasi berupa sebuah vila di Kota Yale yang sebelumnya aku janjikan padamu, aku akan segera mengurus proses pengalihan kempemilikannya padamu."

Vannisa tidak menolak kompensasi dari Bu Feli. "Baik," jawabnya singkat.

Tiga tahun lalu, dia baru saja lulus dari universitas dan berencana menandatangani kontrak dengan sebuah orkestra demi mewujudkan impian musiknya.

Namun, perusahaan keluarganya tiba-tiba bangkrut.

Ayahnya bunuh diri dan ibunya tak sanggup menerima kenyataan hingga mengalami gangguan jiwa.

Dia tak mampu membayar biaya perawatan yang mahal, dan pada saat sudah tak punya jalan keluar, Bu Feli muncul.

Bu Feli adalah salah satu investor orkestra tersebut. Setelah mengetahui keadaannya, dia mengatakan bisa bantu bayar biaya perawatan, tetapi dengan syarat Vannisa harus membantunya dalam satu hal.

Ternyata, putra Bu Feli, pewaris Perusahaan Farhan, yang bernama Andrian Farhan mengalami kecelakaan mobil yang menyebabkan kedua kakinya terluka parah sehingga tidak bisa berjalan. Pacar pertamanya pun meninggalkannya dan pergi ke luar negeri. Dia tidak tahan dengan tekanan itu dan mengurung diri di rumah, hidup dalam keputusasaan.

Bu Feli ingin Vannisa menikahi putranya, berharap dia bisa membantu Andrian bangkit kembali.

Vannisa butuh uang, jadi dia setuju.

Saat itu, dia sempat bertanya pada Bu Feli, kenapa harus dirinya?

Bu Feli menjawab, "Karena kamu mirip dengan Renisa, kekasih pertama Andrian, dan kalian sama-sama belajar piano."

Vannisa pun menerima peran ini sebagai pengganti.

Dia mengorbankan pekerjaannya, menikah dengan Andrian, dan tinggal di rumah untuk merawat Andrian.

Dia seperti seorang pembantu rumah tangga, sabar menahan sifatnya yang kasar, merawat kebutuhan makan dan minumnya, serta mendampinginya melakukan latihan rehabilitasi.

Setengah tahun lalu, Andrian akhirnya bisa berjalan dengan lancar.

Hal pertama yang dilakukannya setelah keluar dari rumah adalah membeli tiket pesawat ke Gordon untuk menemui Renisa.

Sejak itu, setiap bulan Andrian bakal pergi ke Gordon sekali.

Adik perempuan Andrian yang bernama Sinti Farhan, juga berada di Gordon.

Vannisa memiliki kontak WhatsAppnya.

Dia sering melihat foto bertiga mereka di media sosial Sinti.

Andrian di depannya selalu serius tanpa senyum, tapi saat bersama Renisa, sudut bibirnya selalu tersenyum.

Setiap kali dia melihat foto itu, dengan Renisa yang memegang bunga mawar sampanye, matanya terasa perih.

Setiap tahun di Hari Kasih Sayang, Andrian juga menyuruh asistennya mengirimkan bunga mawar sampanye untuknya.

Saat itu dia merasa sangat tersentuh, tapi juga bingung, kenapa dia memberinya mawar sampanye.

Hingga melihat foto itu, dia baru sadar bahwa itu karena Renisa yang menyukainya. Orang yang sebenarnya ingin dia berikan adalah Renisa.

Dia hanyalah seorang pengganti yang tak berharga.

Sekarang Renisa telah kembali, dirinya sebagai pengganti juga sudah bisa pergi.

Vannisa lalu menelepon seniornya, Liliyana Salim.

Setelah lulus kuliah, Liliyana bekerja sebagai guru di sebuah lembaga musik.

Sekarang dia sudah dipromosikan menjadi mitra di lembaga tersebut.

Selama tiga tahun terakhir, Liliyana terus mengajaknya bergabung.

Namun Vannisa tolak demi merawat Andrian.

Kini setelah memutuskan meninggalkan Andrian, dia memang butuh sebuah pekerjaan.

Mendengar kata-katanya, Liliyana segera berseru dengan gembira, "Bagus sekali, Vannisa! Aku sudah lama berharap kamu bisa bergabung dengan lembaga kami. Dulu kamu menikah muda dan menjadi ibu rumah tangga penuh waktu. Aku selalu merasa sayang banget."

Sudah tiga tahun tidak bekerja, tapi Liliyana masih bersedia menerima dia. Mata Vannisa tanpa sadar jadi berkaca-kaca dan berkata, "Terima kasih, Kak. Nanti aku akan traktir kamu makan."

"Setuju. Aku tunggu ya."

Setelah menutup telepon, Vannisa mulai merapikan dokumen penting miliknya.

Dia menemukan buku nikah, dan terpaku menatap foto dirinya bersama Andrian.

Waktu itu, atas perkenalan Bu Feli, dia masuk ke Keluarga Farhan untuk merawat Andrian.

Andrian menolak dirinya, apalagi sampai menikah dengannya.

Kemudian, dia berkali-kali ingin bunuh diri, tapi selalu dicegah oleh Vannisa.

Dalam berapa malam yang tak bisa tidur, dialah yang menemani Andrian, bahkan menyiapkan aromaterapi dan musik untuk membantunya tidur.

Tidak peduli bagaimana dia memukul atau memarahinya, Vannisa tetap tidak pergi.

Akhirnya pada suatu hari, Andrian setuju untuk menikah dengannya.

Di masa-masa awal pernikahan, Andrian sangat lembut terhadapnya.

Waktu itu, Vannisa agak sedikit menyukainya.

Dia berpikir, jika Andrian bisa selalu bersikap baik padanya seperti ini, meskipun Andrian harus duduk di kursi roda seumur hidupnya, dia pun tak akan meninggalkannya.

Namun kemudian, dia tahu dari Sinti bahwa sebenarnya Andrian menikahinya karena Renisa mulai memiliki pacar baru, yang membuat Andrian merasa tersentak.

Dia tiba-tiba merasa bahwa rasa sukanya pada Andrian sungguh sangat konyol.

Sekarang, kontraknya sudah habis masa berlakunya. Ini juga sudah saat baginya untuk meninggalkan.

Pria itu memang bukan miliknya sejak awal.

Pernikahan mereka pun hanyalah kesepakatan di atas kertas.

Lepas, ya dilepas saja.

Dengan mengorbankan tiga tahun masa mudanya, mendapatkan sebuah vila di pusat Kota Yale sudah cukup sepadan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 100

    Setelah berkata begitu, dia dengan genit mengedipkan mata pada Riski.Oktavia berdiri di sebelah dengan tangan disilangkan, memandang adegan di depan mata dengan penuh minat. Sudut bibirnya terangkat sedikit, memperlihatkan ekspresi setengah tersenyum dan setengah menyembunyikan sesuatu.'Aku memang pintar sekali, haha.'Liliyana memang jago dalam hal menjalin kedekatan.Apalagi Heriyanto benar-benar hebat, sampai bisa mengajak bos yang biasanya sibuk itu ikut datang.Siska mengedipkan sepasang matanya yang besar dan bening, dengan penuh rasa ingin tahu menatap Riski, lalu dengan suara manja bertanya, "Kakak Riski, apakah mereka ini teman-temanmu?"Sambil berkata begitu, pandangannya tak sengaja tertuju pada Vannisa yang berdiri di sebelah Liliyana, lalu mulai mengamati dari atas ke bawah.Tak bisa dipungkiri, di antara ketiga wanita itu, Vannisa memang paling menonjol. Wajahnya yang halus, aura lembut yang kuat, seperti bunga camellia yang kokoh membuat Siska merasakan ancaman yang be

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 99

    Heriyanto seolah-olah tidak menangkap isyarat dari Riski, malah tersenyum ramah dan menyapa Siska dengan nada riang, "Siska ya? Sudah bertahun-tahun berlalu, tapi matamu tetap cuma bisa melihat Riski yang pendiam ini. Aku sungguh tak mengerti, apa sih yang begitu menarik darinya sampai kamu segitunya jatuh hati?"Mendengar itu, pipi Siska langsung memerah malu. Dia segera mencubit lengan Heriyanto dengan manja dan berkata, "Kakak Heriyanto ... "Lalu seolah ingin segera membela Riski, dia buru-buru berkata, "Kakak Riski itu bukan pendiam!"Nada suaranya penuh rasa kagum dan pembelaan terhadap Riski.Heriyanto hanya tersenyum kecil lalu menambahkan, "Karena kamu sudah datang, biar Riski traktir kita makan siang, bagaimana?"Tentu saja Siska langsung mengangguk manis dan tersenyum ceria ke arah Riski.Namun, wajah Riski yang berdiri di samping mereka justru tampak tak begitu senang.Baru saja dia berharap Heriyanto bisa membantunya mengusir Siska, tapi tak disangka Heriyanto malah mengaj

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 98

    Berpikir sampai di situ, Vannisa tak bisa menahan untuk menghela napas pelan, dalam hati bertanya-tanya bagaimana cara terbaik menghadapi situasi rumit yang ada di depan matanya ... Saat itulah, Oktavia tak bisa menahan diri untuk mengedipkan mata.Oktavia diam-diam mengeluarkan ponselnya, lalu mengambil foto Vannisa yang sedang menghela napas dengan wajah penuh kesedihan dari samping.Kemudian, dengan cekatan dia menyentuh layar ponsel dan mengirimkan foto itu kepada Heriyanto.Belakangan ini, Heriyanto sering berkunjung ke kantor pengacara itu. Karena sifatnya yang ramah, ceria, dan humoris, dia cepat akrab dengan para pengacara di sana. Selain itu, dia juga dengan cepat tahu kalau Oktavia dan Vannisa adalah sahabat.Mendengar ini, Heriyanto pun punya ide. Dia ingin membantu Riski, adiknya yang pendiam untuk mendapatkan hati wanita.Setelah mendengar permintaan Heriyanto, Oktavia langsung setuju. Bos mereka di kantor hukum yang dijuluki Jomblo Abadi itu sebenarnya orang baik, dan V

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 97

    Pagi itu, Vannisa dan Liliyana sudah datang lebih awal ke studio untuk merapikan beberapa barang.Studio mereka berada di gedung yang sama dengan Kantor Pengacara Gemilang Mitra. Oleh karena itu, Liliyana pun mengajak Oktavia untuk makan siang bersama.Tak lama kemudian, Oktavia pun datang sesuai janji. Ketiganya pergi ke sebuah restoran yang nyaman dan memiliki suasana yang tenang tak jauh dari gedung kantor.Saat sedang makan, pandangan Oktavia beberapa kali jatuh pada Vannisa. Wajahnya tampak ragu, seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi masih menimbang-nimbang.Akhirnya, dia membuka suara juga dan berkata, "Vannisa, kamu mungkin belum dengar, ya? Bos kami ternyata punya teman masa kecil yang dekat banget! Katanya hubungan mereka sudah terjalin dari lama dan kelihatannya cukup spesial juga!"Selesai berkata begitu, seolah ingin membuktikan ucapannya bukan sekedar gosip belaka, Oktavia dengan sigap membuka ponselnya. Dia menggulir layar cepat-cepat, lalu menunjukkan sebuah foto yang s

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 96

    Dia membuka bibir tipisnya dengan dingin berkata, "Aku sedang sangat sibuk. Kalau kamu tidak ada urusan penting, tolong segera pergi dari sini."Belum selesai berbicara, Riski sudah berbalik dan melangkah menuju kantornya dengan langkah pasti dan tegas, seolah tidak mau tinggal satu detik lebih lama.Namun, Siska tampak sama sekali tidak menyadari sikap dingin dan ketidaksabaran Riski. Dia dengan cepat mengejarnya.Wajahnya tersenyum cerah, mata indahnya berbentuk bulan sabit, dengan suara manja berkata, "Aih, tidak apa-apa kok! Aku cuma mau lihat kamu kerja sebentar saja, dan kita kan bisa makan siang bersama, kan?"Mendengar sikap penuh semangat dari Siska, hati Riski bukan malah tergerak, melainkan semakin merasa kesal.Riski benar-benar tidak mengerti mengapa wanita ini begitu gigih, padahal dia sudah berkali-kali menegaskan tidak ada hubungan asmara di antara mereka, tapi Siska terus tak mau menyerah.Saat itu, Riski hanya ingin segera bebas dari gangguan Siska, tapi Siska seolah-

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 95

    Siska duduk santai di sofa ruang tunggu, tampak sangat nyaman dan rileks.Wajah cantik dan menawan itu tersungging senyum tipis yang menawan hati.Para pengacara yang berlalu lalang tak bisa menahan diri untuk melirik penuh rasa ingin tahu, membisikkan dalam hati siapa gerangan wanita asing ini.Namun, di bawah tatapan semua orang, Siska tetap bersikap sangat alami dan familiar.Dia tampak seperti pelanggan tetap di sini, setiap gerak-geriknya memancarkan kepercayaan diri dan ketenangan yang khas.Bahkan membuat orang-orang seolah-olah berpikir bahwa dia adalah penguasa dari kantor pengacara ini.Tak lama kemudian, resepsionis dengan senyum ramah menghampiri, membawa secangkir kopi hangat yang mengepul dan menyerahkannya pada Siska.Dia menerima cangkir itu dengan lembut, menyeruput sedikit, lalu dengan ramah memberikan saran kepada resepsionis, "Hmm ... kopinya agak terlalu manis. Aku lebih suka setengah gula, dan kalau bisa diberi es batu, rasanya jadi lebih segar. Tolong perhatikan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status