Share

Bab 4

Author: Rania
Shania menghentikan langkahnya dan memasang ekspresi tenang, tetapi tidak menjabat tangan Natalie. Ekspresi Natalie pun sedikit membeku.

Charles yang berdiri di samping pun menengahi situasi dengan berbicara dengan suara rendah, "Kakek sudah tahu tentang masalah kita dan suruh kamu makan di rumah malam ini. Karena ponselmu nggak aktif, aku baru datang jemput kamu."

"Aku mengerti." Shania melirik ponselnya dan benar saja, ponselnya memang mati. Dia pun mengangguk dan berujar, "Aku isi daya ponselku dulu. Aku akan ke sana nanti."

Maksud tersiratnya adalah, dia tidak ingin pergi bersama mereka.

Charles mengerutkan kening. "Kalau nggak, aku akan tunggu ...."

Shania menyela sambil tersenyum, "Nggak usah. Aku bisa pergi sendiri."

Melihat Charles terdiam, Shania melirik Natalie untuk sekejap sebelum berujar, "Oh iya, kalau besok kamu senggang, ayo pergi urus akta cerainya di jam sembilan."

Entah kenapa, Charles merasa agak gelisah. "Semendesak itu?"

Shania mengangguk serius. "Emm, mendesak banget."

Charles pun tidak dapat membantah dan menarik Natalie pergi dengan ekspresi agak muram.

Setelah berjalan beberapa langkah, Natalie tiba-tiba mengatakan sesuatu dengan mesra kepada Charles, lalu berbalik dan berjalan ke arah Shania. Dia berujar dengan tatapan lembut, "Shania, gimanapun, aku harus berterima kasih padamu."

Shania bertanya dengan bingung, "Terima kasih untuk apa?"

Natalie berbalik untuk menatap pria yang menunggunya tidak jauh dari sana, lalu menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dan tersenyum manis, seolah-olah sedang mengenang sesuatu dan juga merasa bersyukur.

"Dulu, aku dan Charles terpisah karena serangkaian kebetulan yang aneh. Setelah kembali, aku kira kami nggak akan bisa bersama lagi. Aku tahu kamu sangat mencintainya. Kalau bukan karena restumu, kami mungkin nggak akan pernah punya kesempatan untuk bersama."

"Kamu salah." Shania mengangkat kepalanya dan berujar, "Aku cerai sama dia bukan untuk restui kalian. Aku nggak begitu lapang dada. Aku cerai sama dia cuma karena aku nggak ingin mencintainya lagi, juga nggak akan mencintainya lagi."

Shania telah menghabiskan tiga tahun untuk menjadi istri Charles yang baik, tetapi akhirnya gagal. Selama tiga tahun itu, dia mungkin bisa memenangkan lotre, tetapi tidak mampu membuat Charles mencintainya. Jadi, kenapa dia harus memaksakannya?

Sejak memutuskan untuk bercerai, Shania sudah merelakannya. Dia memang telah melakukan begitu banyak hal untuk Charles. Alhasil, Charles malah menggandeng tangan wanita lain dan membawa wanita itu ke hadapannya. Akan tetapi, Shania tidak merasa menyesal.

Natalie sedikit tertegun.

Shania berpikir sejenak, lalu menambahkan dengan dingin, "Mengenai apa yang terjadi di antara kalian, itu bukan urusanku."

Makan malam itu dijadwalkan pada pukul 8.30. sedangkan Shania tiba di apartemennya tepat setelah pukul tujuh.

Mungkin karena telah meninggalkan Keluarga Fariz, Shania merasakan kelegaan yang langka. Seusai mandi dan mengisi daya ponselnya, waktunya masih panjang.

Shania memilih gaun merah mawar yang disukainya, lalu memakai lensa kontak dan merias wajah. Ini adalah sesuatu yang jarang dia lakukan selama tinggal di rumah Keluarga Fariz.

Saat baru menikah, Shania juga pernah berdandan. Namun, Fenny menganggapnya terlalu genit dan Charles tidak akan meliriknya. Sekarang, dia sudah bebas dan dapat melakukan apa pun yang dia mau.

Setelah berganti pakaian dan merias wajahnya, Shania naik taksi ke kediaman lama Keluarga Fariz.

"Nyonya, silakan masuk."

Kepala pelayan terlihat agak terkejut setelah melihat penampilan Shania, tetapi tetap membawanya ke ruang makan dengan hormat.

Mendengar panggilan kepala pelayan yang belum berubah, Shania tahu bahwa Farhan, kakeknya Charles itu mungkin tidak berharap dirinya dan Charles bercerai.

Sesuai dugaan, begitu Shania masuk ke ruang makan, selain Charles, Natalie juga duduk di sana. Wajah Farhan terlihat muram, sedangkan suasananya terasa sunyi dan mencekam.

Begitu melihat Shania, ekspresi Farhan baru agak membaik. Dia tersenyum hangat dan menyapa Shania dengan lembut, "Nia, ayo duduk. Sudah lama kamu nggak makan bareng Kakek."

Charles secara refleks mengangkat kepalanya. Begitu tatapannya tertuju pada Shania, hatinya tiba-tiba berdegup kencang.

Setelah melepas kacamatanya, mata Shania yang indah dan sedikit terangkat di ujungnya pun terlihat jelas. Secercah cahaya juga terpancar dari matanya. Dipadukan dengan gaun merah bak mawar itu, dia terlihat sangat menawan dan penuh kebanggaan.

Shania yang sekarang sangat berbeda dari wanita penurut dan patuh dalam ingatan Charles.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 100

    “Aku nggak ingin ke rumah sakit. Cukup makan obat pereda rasa sakit saja,” gumam Shania.Tangan Rayden yang sedang memegang setir mobil semakin erat lagi. “Biasanya sesakit ini?”“Biasanya nggak. Tadi aku minum sebotol bir dingin.”“Apa kamu lupa?” Suara Rayden terdengar berat.Shania terbengong sejenak. “Ingat, hanya saja aku melupakannya karena terlalu gembira.”Mobil telah berhenti di depan pintu rumah sakit. Tidak ada lagi yang mengantre di tengah malam. Hanya ada dokter UGD dan dokter jaga saja.Untung saja dokter jaga hari ini adalah dokter kandungan. Dokter membukakan resep obat dan juga membuka obat pereda sakit.“Ingat, obat herbalnya diminum sehari sekali. Jangan lupa.”Shania mengangguk. “Aku mengerti.”Sebenarnya Shania ingin mengatakan bahwa tidak perlu membesarkan masalah. Biasanya dia tidak akan sesakit ini, hanya saja tadi dia lupa, malah meminum bir.Setelah kembali ke mobil, raut wajah Rayden kelihatan muram. Dia menghentikan mobil di bawah apartemen, kemudian membawa

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 99

    Satu hari sebelum kompetisi dimulai, Shania sedang sibuk di sekolah. Dia bersama anggota departemen acara dan perencanaan sedang sibuk untuk menyusun dekorasi. Bahkan, Wisnu juga merasa tidak tenang hingga ikut memantau hingga larut malam.“Apa soal kompetisi sudah disimpan dengan baik?” tanya Wisnu.Shania mengangguk. “Sudah diletakkan di dalam brankas ruangan konseling. Hanya aku saja yang punya kunci brankasnya.”Wisnu mengangguk. “Baguslah kalau begitu.”Setelah Wisnu pergi, Shania masih merasa tidak tenang. Dia pun mengecek seluruh peralatan di dalam aula.Setelah semuanya sudah diurus dengan baik, waktu sudah menunjukkan pukul 23.30. Shania yang merasa lelah itu menghela napas lega. Apa pun ceritanya, asalkan kompetisi besok bisa berjalan lancar, semua rasa letih itu juga pantas dirasakannya.Shania kembali ke ruangan konseling untuk membereskan barang-barang. Saat belum keluar, dia menerima panggilan dari Yurika. “Yuri?”Terdengar suara perhatian Yurika. “Kak Shania, kenapa kamu

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 98

    “Kata siapa aku nggak akan menghadiri kompetisi pengetahuan psikologi kampus ini?” Terdengar suara yang familier.Mata Shania terbelalak. Dia memalingkan kepalanya dengan syok.Pintu ruangan rektor dibuka. Sandra bersama asistennya berjalan ke dalam.Yasmin menatap kehadiran orang itu dengan tatapan tidak percaya. “San … Sandra!”Sandra langsung mengabaikan mereka, lalu berjabat tangan dengan Latif. “Salam kenal, aku Sandra.”“Bu Sandra, kenapa kamu bisa kemari?” Shania menatapnya dengan terbengong.“Nanti aku akan jelaskan kepadamu.” Sandra menatap Fenny. “Bu, sekarang aku sudah pasti akan menjadi juri dari kompetisi kali ini. Seharusnya nggak tergolong kesalahan?”Raut wajah Fenny kelihatan muram. Dia saling bertukar pandang dengan Yasmin. Kenapa Sandra bisa setuju? Jangan-jangan Rayden diam-diam telah membantu Shania?“Bu Sandra, apa kamu benar-benar setuju untuk menjadi juri kompetisi?” tanya rektor.Sandra mengangguk. “Emm, aku sudah bisa memastikan.”“Mana mungkin? Bukannya kamu

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 97

    Seharusnya dia adalah psikolog yang dicari Rayden untuk Yurika, yang mana juga merupakan wanita yang menunggunya di depan resepsionis hotel tadi.Di bagian belakang dokumen ini diletakkan selembar prosedur kompetisi pengetahuan psikologi, termasuk isi pertanyaan.Sandra berpikir mungkin seharusnya dia berhubungan dengan mahasiswa generasi baru. Bisa jadi mahasiswa generasi baru itu mendatangkan kejutan untuknya.Setelah Shania pulang ke rumah, dia pun menghadap jendela sembari termenung. Dia merasa omongan Sandra memang benar. Dia telah menempuh studi lanjutan di luar negeri selama bertahun-tahun dan berpartisipasi dalam banyak proyek penelitian psikologi. Dia memiliki pandangan yang sangat unik dalam bidang tersebut.Kepulangan Sandra kali ini bukan hanya untuk membantu para pakar dan akademis psikologi di Kota Narkha saja, melainkan juga demi menganalisis dan membedah satu kasus psikologis khusus. Waktunya sangat berharga.Seandainya kontribusi Shania bisa lebih berharga daripada sem

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 96

    Sandra berkata dengan tersenyum tidak berdaya, “Shania, aku rasa aku sudah bicara dengan sangat jelas. Aku nggak ada waktu dan juga nggak akan menghadiri kegiatan kompetisi.”Asisten menghalangi Shania, lalu berkata dengan raut serius, “Bu, kali ini waktu kepulangan Bu Sandra ke dalam negeri terbatas. Semua kegiatannya sudah diatur sebelumnya. Jadi, kami nggak bisa mengubah jadwal dan mengikuti kompetisi yang kamu katakan.”“Bu Sandra, apa kamu sudah baca dokumen yang aku berikan kepadamu?” tanya Shania dengan harapan.Sandra juga tidak menyangka Shania akan begitu keras kepala. Dia mengangguk. “Aku sudah baca dokumen itu. Nggak dipungkiri, mahasiswa Universitas Arinda memang sangat hebat. Aku merasa ada banyak gagasan mereka yang sangat bagus.”Sandra mengedipkan matanya. “Begini, Shania, aku nggak merasa dokumen-dokumen itu bisa membuatku mengubah jadwalku.”“Kepulanganku kali ini demi mengikuti diskusi dengan para ahli psikologi di Kota Narkha untuk membahas berbagai permasalahan ps

  • Setelah Cerai, Aku Bangkit dan Bersinar   Bab 95

    “Bu Shania, masalah ini sangat penting. Lebih baik kamu pergi cari kabar dulu, bagaimanapun kompetisi masih tersisa beberapa hari lagi.” Latif merasa ragu.Latif memang adalah rektor, tetapi masih ada para direksi di atasnya.“Aku mengerti, Pak Latif.” Shania kelihatan serius. Perbuatan Keluarga Fariz telah mendorongnya menjadi buah bibir orang-orang. Setelah keluar dari kantor rektor, Shania kembali ke ruangan konselingnya. Yurika pun sedang menunggunya di sana.“Kak Shania, aku sudah tahu semuanya. Apa yang harus kita lakukan sekarang?”Shania berkata dengan tersenyum getir, “Cuma bisa menghubungi Bu Sandra lagi.”Di antara dokumen yang Shania berikan kepada Sandra, dia juga menyelipkan tesis miliknya sendiri, yang berkaitan dengan arah penelitian terbaru Sandra. Namun, bagaimana kalau Sandra tidak sempat melihatnya?Pada jam tiga sore, Yasmin membaca perbincangan sengit di forum dengan puas. Dia mengganti beberapa akunnya untuk membawakan suasana, supaya semua orang percaya Sandra

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status