Share

Bab 8

Author: Nisa Khair
last update Last Updated: 2022-10-21 17:16:44

Ia segera berbalik arah, lantas menghilang di balik pintu. Tak lama kemudian, ia telah kembali dengan rambut dan wajah yang basah.

Kemeja yang ia kenakan tadi, telah ia lepas, hingga menampilkan dada dan tulang rusuk yang seakan berlomba ke luar.

Melihat itu, seketika teringat ucapan ibu, bahwa suamiku kian kurus setelah beristri aku. Ya, bagaimana nggak kurus, dia hampir begadang setiap malam, belum lagi kerja dari pagi hingga sore.

Waktu istirahatnya hanya sedikit. Makan pun baru tengah hari, itu pun pemilih sekali. Sudah mikir keras mau masak apa, ujungnya milih jajan juga. Bingung sendiri kadang-kadang.

Tangannya masih memegang handuk, lalu mengusap kepala hingga aroma harum shampoo menguar dari sana. Kuambilkan kaos untuk ia kenakan.

"Mas, maaf, ya," pintaku, sambil mendekat ke tempat ia berdiri.

Ia telah kembali rapi dan wangi. Kuulurkan tangan yang segera disambut.

"Iya, dimaafin. Kenapa, sih, sensi amat, tumben. Kangen ya, habis ditinggal ngobrol sama bapak?" ia bertanya sambil menaik-turunkan alisnya.

"Cuma bentar padahal," tambahnya lagi. Aku tersenyum melihatnya.

"Mas narsis," ujarku sambil nyengir.

"Emang iya," jawabnya, lalu kami terkekeh bersama.

"Mas, ada saudara ibu yang mau nikahkan anaknya Minggu depan. Kalau aku tinggal di sini dulu sementara, apakah boleh?" ujarku, memulai perijinan.

"Minggu depan, ya? Mas rencana besok pagi mau balik, nggak bisa lama ninggal kerjaan, Dek," ujar Mas Yudha dengan alis bertaut.

"Mas kuatir juga sama ibu. Rencananya Mas mau ajak kamu balik sama-sama, tapi, kalau mau datang ke nikahan saudara juga nggak papa, cuma Mas nggak bisa ikut. Kerjaan padat sampai dua Minggu ke depan. Gimana?"

Ucapan Mas Yudha, menyadarkan aku, bahwa kini terbentang jarak ratusan kilometer dari sang ibu. Ia pasti rindu, dan juga kuatir, sebab tak pernah lama berjauhan dengan wanita yang telah melahirkannya.

"Mm ... bolehkah, aku ijin tinggal di sini dulu, Mas?" tanyaku, ragu.

Mas Yudha menghela napas panjang, lalu menghembuskan perlahan.

"Jadi LDR kita dua Minggu nanti?"

Untuk beberapa saat lamanya, kami tak saling bicara. Direngkuhnya bahuku, lantas mengajakku duduk di sisi dipan.

Jika ikut pulang besok, bukan tak mungkin aku akan kembali serumah dengan ibu. Namun, jika aku tetap tinggal, Mas Yudha seperti berat menjalani hubungan jarak jauh, meski dua Minggu lamanya.

"Mas, kalau mas nggak ngijinin, kita balik sama-sama, deh. Tapi, bisakah aku tak serumah dengan ibu? Kita cari kos, satu kamar pun nggak masalah, Mas," pungkasku, berharap ada jalan keluar dari kemelut ini.

Aku tak bisa, entahlah, aku merasa berat jika harus serumah lagi dengan ibu mertuaku. Beliau sudah tak menginginkan aku tinggal di sana, bukan?

Ini juga tentang anakku, aku tak akan tenang jika di sana lagi. Bisa-bisa anakku MPASI dini, dan itu beresiko sekali sama organ pencernaan. Setidaknya demikian pesan bidan yang kukunjungi tiap bulan.

"Dek, kamu pengen banget kita pisah rumah sama ibu, ya?" tanya Mas Yudha, setelah beberapa saat hanya menatapku tanpa berkata-kata.

Aku mengangguk mengiyakan.

"Kita belajar hidup mandiri, ya, Mas. Mau, kan? Cari yang deket aja, aku juga nggak tega ibu di rumah sendirian, Mas."

"Tapi, bener, ya, mau ada acara, sama pengen mandiri, bukan karena yang lain?"

Aku mengernyitkan kening mendengar pertanyaan Mas Yudha.

"Karena yang lain, maksudnya apa, Mas?" tanyaku ingin tau.

"Eh, nggak papa, Dek. Kamu pasti masih kangen sama Silvi, sama orang tua kamu, jadi pengen di sini lebih lama."

Mas Yudha memaksakan senyum. Meski berat, ia menyerah juga, merelakan aku tinggal di sini lebih lama.

"Ya udah, baik-baik di sini, ya. Mas bakal kangen pasti, sama istri Mas yang cantik ini," ujarnya, yang membuat desir-desir halus menjalar ke pipi.

"Temani Mas, yuk, laper ini. Di depan ada kang bakso, tuh, mau nggak?"

Aku mengangguk menyetujui. Diraihnya lenganku, lantas beriringan kami menuju gerobak bakso yang mangkal di depan rumah.

"Kang, dua, ya?" ujarnya, pada kang bakso begitu kami sampai.

"Siap."

Lalu kami duduk di bangku panjang yang ada di halaman rumah ibu. Sementara kang bakso sibuk menyiapkan pesanan.

"Mas, nanti aku jadi gendut kalau malam begini makan bakso."

"Biarin. Emang kenapa?"

"Kalau aku gendut, gimana?"

"Ya nggak papa lah. Gendut itu seksi, tanda kemakmuran."

"Tapi bajuku nanti cepet sempit, gimana, dong?"

"Ya gampang, tinggal beli. Banyak yang jual, kan? Bilang aja mau baju baru, pake alesan gendut segala."

Aku tertawa mendengarnya. Bukan maksudku minta baju baru, hanya ingat ucapan ibu.

"Besok ajak ibu, belikan sekalian, sama anak-anak juga. Oke?"

"Bener nih, ya?"

"Iya. Udah, makan mah makan aja, nggak usah mikir berat badan, ribet amat."

Kuucapkan terima kasih, bersamaan dengan diantarnya pesanan kami. Aku patuh saat ia mulai menyuapiku, tak peduli kang bakso eham ehem melihat kami.

Mas Yudha selalu bisa mencairkan suasana hati. Hal ini juga yang membuat aku jatuh hati. Ada saja hal manis yang ia lakukan untukku, seperti saat ini.

Kalau sudah begini, hilang sudah semua rasa tak nyaman di hati, termasuk perbincangan dengan Bulek Ratih beberapa saat tadi.

Setengah jam kemudian, kami telah berada di kamar, menemani anak-anak yang masih terlelap.

Ia lalu mengambil tempat di samping Dinar, setelah memberikan kecupan hangat pada Silvi.

"Mas bakal kangen banget nanti sama si kecil ini, terbayang-bayang pasti," ujarnya lirih, lalu dikecupnya dengan sayang.

Meski berat, kulepaskan juga Mas Yudha berangkat keesokan harinya.

"Hati-hati di sini, ya. Jaga hati Mas, jaga anak kita juga. Maaf, Mas harus balik dulu, nanti coba Mas lihat-lihat kontrakan, biar kamu nyaman kalau balik ke sana."

Ucapannya menenangkan aku yang semalaman tak bisa memejamkan mata, sebab pikiranku ke mana-mana.

Kuucapkan terima kasih, atas pengertiannya untuk tak menyatukan aku dan ibu dalam satu rumah.

Tanpa terasa menetes bulir bening, seiring bergeraknya mobil yang membawa ia ke terminal, hingga tak terlihat lagi olehku.

Ini tak akan mudah, sebab kami tak pernah berjauhan sebelumnya. Ia baru saja pergi dan masih ada di kota ini. Tapi rindu ini sudah datang tanpa permisi.

.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Ending

    Tiga bulan kemudian ….Kalimat takbir dan tahmid tak henti terucap dari bibir wanita berjilbab merah marun usai mendengar putusan sidang. Tubuh yang terbalut gamis berwarna senada dengan jilbabnya itu tersungkur di lantai keramik yang dingin, melakukan sujud syukur.Setengah tak rela Bu Elis membiarkan Karin menyerahkan Lusi dan Dani pada ibu kandungnya. Hak asuh atas kedua anak itu mutlak diberikan kepada Andin, mengingat usia mereka yang masih balita. Rasa haru tak bisa disembunyikan oleh Andin yang didampingi oleh Bu Ida dan juga Raya, pengacara rekomendasi dari Pak Tomo untuk memenangkan kasus Andin.Angga menerima keputusan sidang dengan lapang dada. Ditatapnya wajah wanita yang kini bergelar mantan istri. Wajah yang bersimbah air mata sembari memeluk dua buah hati setelah sekian lamanya tidak berjumpa. Wanita itu terus menghujani ciuman di wajah Lusi dan Dani secara bergantian, seakan tak pernah cukup untuk mengungkapkan betapa besar tumpukan rindu y

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending 3

    Satu Minggu, dua Minggu, hingga lima Minggu, obrolan Bu Elis berpusat pada rencana pernikahan Angga dan Mira. Karin dan Yudha yang kebagian dengar nyaris setiap hari setiap saat, merasa gerah dan memilih tidak menanggapi pada akhirnya. Pihak keluarga sudah menegur ketika kabar perpisahan Angga dan Andin tersiar, dan secepat itu pula merencanakan pernikahan. Namun, Bu Elis seakan menutup telinga. Jaminan sertifikat sawah yang dipegang Mira membuat wanita yang selalu mengenakan banyak perhiasan itu merasa wajib menjadikan Mira sebagai menantu.Terlebih lagi, peran Mira yang membuat Angga akhirnya berpisah dengan Andin, perempuan yang notabene tidak disukai sejak awal, membuat Bu Elis semakin dekat dengan Mira, merencanakan beberapa hal menyangkut penyelesaian bangunan rumah dan toko Angga, serta lahan yang masih luas hendak dimanfaatkan untuk apa.Keberadaan Lusi dan Dani di rumahnya, membuat semangat Bu Elis naik berlipat-lipat. Melihat ketiga cucu yang tu

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending 2

    Di tempat lain ….Mira menyeringai melihat dua bocah kecil yang sedang asyik menonton film animasi. Kegiatan yang selalu dibatasi oleh kedua orang tuanya, kini bisa bebas dilakukan selama yang mereka inginkan. Sebuah es krim berbeda rasa, berada di tangan masing-masing anak. Sedikit belepotan, tapi, tak masalah bagi sosok berbaju biru yang pikirannya tengah berkelana membayangkan jadi pemilik tunggal lahan seluas satu hektar di tepi jalan, beserta satu petak sawah yang sudah diincar oleh kontraktor pabrik.Sebuah foto diambil, lantas dikirimkan kepada Bu Elis, wanita yang melancarkan aksinya membawa dua bocah kecil itu, tak lain untuk kepentingannya sendiri."Jaga mereka baik-baik, kami segera ke sana." Bunyi pesan yang langsung masuk sebagai jawaban, diiringi sebuah foto seorang lelaki yang tengah menyalakan sepeda motor.Mira menarik salah satu sudut bibirnya. Sebentar lagi, impiannya akan terwujud. Tinggal menunggu drama dimainkan seb

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending

    Ibu dan anak itu menegakkan kepala dan menatap berang padanya. Harga diri yang selama ini dijunjung tinggi merasa terluka mendengar kalimat terakhir yang meluncur dari wanita yang berdiri di ujung teras dengan wajah tenang."Kamu pikir saya miskin hingga kamu beri sedekah?!" geram Bu Elis melotot tak terima.Tangan menggenggam erat, wujud dari geramnya hati dengan jawaban dari wanita yang berdiri tegak di depannya. Tanpa sadar kalau beberapa bagian yang runcing dari perhiasan yang ia pegang menusuk-nusuk kulit."Maaf, Bu. Saya tidak pernah berpikir demikian," jawab Andin singkat, lantas memasukkan beberapa benda yang tercecer. Merapikan kembali tas yang tidak terlalu besar, menyampirkan talinya di pundak. "Saya pamit. Assalamu'alaikum."Menganggukkan kepala, lantas melangkah pergi. Bu Elis menjawab salam Andin dengan suara ketus."Wa'alaikumsalam."Bu Elis menatap kepergian menantu pertamanya dengan senyuman sinis. Lega

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Talak

    Andin terkejut ketika sampai di rumah dan mendapati Angga memberi tatapan tajam padanya. "Mas, kamu, sudah pulang? Bukannya biasanya jam setengah lima paling cepet?" tanya Andin beruntun.Lelaki yang ia tanya masih mengeraskan rahang dengan bahu naik turun. Di belakangnya, Bu Elis menarik salah satu sudut bibirnya.Andin menelisik isi rumah, berharap ia hanya melewatkan melihat anaknya yang berada di kamar saat ia pergi. Ya, dalam keputusasaan tak menemukan kedua buah hatinya, dia berharap mereka berada di salah satu ruang dalam rumah mungilnya. Ia bergegas pulang saat membuat kesimpulan sendiri, dan belum berniat memberi kabar pada suaminya karena tak mau membuat lelaki itu cemas di jam kerja. Tak dinyana kalau suaminya telah lebih dulu sampai sebelum ia berhasil menemukan anaknya."Kau sembunyikan di mana anakku?" tanya Angga penuh penekanan."Apa? Menyembunyikan?" tanya Andin tak mengerti. Tatapannya menyorot wanita paruh ba

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Hanya Titipan

    Bu Elis menuju dapur, memeriksa semua benda yang ada di sana. Wanita itu memekikkan nama menantunya."Andin! Ke sini, kamu!"Andin terjingkat, lantas beranjak ke dapur.Melihat ibu mertuanya berkacak pinggang dengan tatapan tajam, keningnya mengernyit heran."Ada apa, Bu?" tanya Andin dengan suara pelan. "Tidak ada makanan sama sekali! Kau beri makan apa cucuku?" ketus Bu Elis.Andin membulatkan mulut. Di dapurnya memang sudah tidak ada makanan selain nasi. Beberapa stok cemilan sudah dia keluarkan untuk menyambut tamunya. Dia yakin kalau yang dimaksud ibu mertuanya adalah lauk untuk teman makan nasi. Sementara telur tinggal dua biji. "Tadi anak-anak makan sama sup udang, tapi, sudah habis, Bu," jawab Andin membuat Bu Elis menelengkan kepala."Udang?"Andin mengangguk mengiyakan."Lalu nanti kalau mereka lapar lagi, kamu kasih apa?" selidik Bu Elis. Kali ini suaranya lebih pelan.And

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status