Share

Bab 8

Ia segera berbalik arah, lantas menghilang di balik pintu. Tak lama kemudian, ia telah kembali dengan rambut dan wajah yang basah.

Kemeja yang ia kenakan tadi, telah ia lepas, hingga menampilkan dada dan tulang rusuk yang seakan berlomba ke luar.

Melihat itu, seketika teringat ucapan ibu, bahwa suamiku kian kurus setelah beristri aku. Ya, bagaimana nggak kurus, dia hampir begadang setiap malam, belum lagi kerja dari pagi hingga sore.

Waktu istirahatnya hanya sedikit. Makan pun baru tengah hari, itu pun pemilih sekali. Sudah mikir keras mau masak apa, ujungnya milih jajan juga. Bingung sendiri kadang-kadang.

Tangannya masih memegang handuk, lalu mengusap kepala hingga aroma harum shampoo menguar dari sana. Kuambilkan kaos untuk ia kenakan.

"Mas, maaf, ya," pintaku, sambil mendekat ke tempat ia berdiri.

Ia telah kembali rapi dan wangi. Kuulurkan tangan yang segera disambut.

"Iya, dimaafin. Kenapa, sih, sensi amat, tumben. Kangen ya, habis ditinggal ngobrol sama bapak?" ia bertanya sambil menaik-turunkan alisnya.

"Cuma bentar padahal," tambahnya lagi. Aku tersenyum melihatnya.

"Mas narsis," ujarku sambil nyengir.

"Emang iya," jawabnya, lalu kami terkekeh bersama.

"Mas, ada saudara ibu yang mau nikahkan anaknya Minggu depan. Kalau aku tinggal di sini dulu sementara, apakah boleh?" ujarku, memulai perijinan.

"Minggu depan, ya? Mas rencana besok pagi mau balik, nggak bisa lama ninggal kerjaan, Dek," ujar Mas Yudha dengan alis bertaut.

"Mas kuatir juga sama ibu. Rencananya Mas mau ajak kamu balik sama-sama, tapi, kalau mau datang ke nikahan saudara juga nggak papa, cuma Mas nggak bisa ikut. Kerjaan padat sampai dua Minggu ke depan. Gimana?"

Ucapan Mas Yudha, menyadarkan aku, bahwa kini terbentang jarak ratusan kilometer dari sang ibu. Ia pasti rindu, dan juga kuatir, sebab tak pernah lama berjauhan dengan wanita yang telah melahirkannya.

"Mm ... bolehkah, aku ijin tinggal di sini dulu, Mas?" tanyaku, ragu.

Mas Yudha menghela napas panjang, lalu menghembuskan perlahan.

"Jadi LDR kita dua Minggu nanti?"

Untuk beberapa saat lamanya, kami tak saling bicara. Direngkuhnya bahuku, lantas mengajakku duduk di sisi dipan.

Jika ikut pulang besok, bukan tak mungkin aku akan kembali serumah dengan ibu. Namun, jika aku tetap tinggal, Mas Yudha seperti berat menjalani hubungan jarak jauh, meski dua Minggu lamanya.

"Mas, kalau mas nggak ngijinin, kita balik sama-sama, deh. Tapi, bisakah aku tak serumah dengan ibu? Kita cari kos, satu kamar pun nggak masalah, Mas," pungkasku, berharap ada jalan keluar dari kemelut ini.

Aku tak bisa, entahlah, aku merasa berat jika harus serumah lagi dengan ibu mertuaku. Beliau sudah tak menginginkan aku tinggal di sana, bukan?

Ini juga tentang anakku, aku tak akan tenang jika di sana lagi. Bisa-bisa anakku MPASI dini, dan itu beresiko sekali sama organ pencernaan. Setidaknya demikian pesan bidan yang kukunjungi tiap bulan.

"Dek, kamu pengen banget kita pisah rumah sama ibu, ya?" tanya Mas Yudha, setelah beberapa saat hanya menatapku tanpa berkata-kata.

Aku mengangguk mengiyakan.

"Kita belajar hidup mandiri, ya, Mas. Mau, kan? Cari yang deket aja, aku juga nggak tega ibu di rumah sendirian, Mas."

"Tapi, bener, ya, mau ada acara, sama pengen mandiri, bukan karena yang lain?"

Aku mengernyitkan kening mendengar pertanyaan Mas Yudha.

"Karena yang lain, maksudnya apa, Mas?" tanyaku ingin tau.

"Eh, nggak papa, Dek. Kamu pasti masih kangen sama Silvi, sama orang tua kamu, jadi pengen di sini lebih lama."

Mas Yudha memaksakan senyum. Meski berat, ia menyerah juga, merelakan aku tinggal di sini lebih lama.

"Ya udah, baik-baik di sini, ya. Mas bakal kangen pasti, sama istri Mas yang cantik ini," ujarnya, yang membuat desir-desir halus menjalar ke pipi.

"Temani Mas, yuk, laper ini. Di depan ada kang bakso, tuh, mau nggak?"

Aku mengangguk menyetujui. Diraihnya lenganku, lantas beriringan kami menuju gerobak bakso yang mangkal di depan rumah.

"Kang, dua, ya?" ujarnya, pada kang bakso begitu kami sampai.

"Siap."

Lalu kami duduk di bangku panjang yang ada di halaman rumah ibu. Sementara kang bakso sibuk menyiapkan pesanan.

"Mas, nanti aku jadi gendut kalau malam begini makan bakso."

"Biarin. Emang kenapa?"

"Kalau aku gendut, gimana?"

"Ya nggak papa lah. Gendut itu seksi, tanda kemakmuran."

"Tapi bajuku nanti cepet sempit, gimana, dong?"

"Ya gampang, tinggal beli. Banyak yang jual, kan? Bilang aja mau baju baru, pake alesan gendut segala."

Aku tertawa mendengarnya. Bukan maksudku minta baju baru, hanya ingat ucapan ibu.

"Besok ajak ibu, belikan sekalian, sama anak-anak juga. Oke?"

"Bener nih, ya?"

"Iya. Udah, makan mah makan aja, nggak usah mikir berat badan, ribet amat."

Kuucapkan terima kasih, bersamaan dengan diantarnya pesanan kami. Aku patuh saat ia mulai menyuapiku, tak peduli kang bakso eham ehem melihat kami.

Mas Yudha selalu bisa mencairkan suasana hati. Hal ini juga yang membuat aku jatuh hati. Ada saja hal manis yang ia lakukan untukku, seperti saat ini.

Kalau sudah begini, hilang sudah semua rasa tak nyaman di hati, termasuk perbincangan dengan Bulek Ratih beberapa saat tadi.

Setengah jam kemudian, kami telah berada di kamar, menemani anak-anak yang masih terlelap.

Ia lalu mengambil tempat di samping Dinar, setelah memberikan kecupan hangat pada Silvi.

"Mas bakal kangen banget nanti sama si kecil ini, terbayang-bayang pasti," ujarnya lirih, lalu dikecupnya dengan sayang.

Meski berat, kulepaskan juga Mas Yudha berangkat keesokan harinya.

"Hati-hati di sini, ya. Jaga hati Mas, jaga anak kita juga. Maaf, Mas harus balik dulu, nanti coba Mas lihat-lihat kontrakan, biar kamu nyaman kalau balik ke sana."

Ucapannya menenangkan aku yang semalaman tak bisa memejamkan mata, sebab pikiranku ke mana-mana.

Kuucapkan terima kasih, atas pengertiannya untuk tak menyatukan aku dan ibu dalam satu rumah.

Tanpa terasa menetes bulir bening, seiring bergeraknya mobil yang membawa ia ke terminal, hingga tak terlihat lagi olehku.

Ini tak akan mudah, sebab kami tak pernah berjauhan sebelumnya. Ia baru saja pergi dan masih ada di kota ini. Tapi rindu ini sudah datang tanpa permisi.

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status