"Saudara Bramantyo, anda sudah terlalu banyak Meminta ijin cuti. Sehingga banyak pekerjaan yang terbengkalai, saya harap anda mulai memperbaiki kinerja di perusahaan ini, kalau tidak dengan terpaksa anda kami pecat."
Bram menarik napas saat mendengar ucapan HRD. Dia memang sering cuti sejak kepergian Amara, sehingga pekerjaannya menjadi berantakan."Baik pak, saya akan memperbaiki kinerja saja. Terima kasih telah memberi saya kesempatan kedua."Bram segera keluar setelah diijinkan untuk pergi. Dengan langkah lemas dia menuju ke meja kerjanya, namun saat di lorong ia bertemu seorang wanita yang sama persis dengan Amara."Sayang, kau kemana saja, syukurlah kau mau menemui aku lagi."Plak ...plak ....Bram menyentuh kedua pipinya yang terasa perih. Setelah melepas pelukan di tubuh wanita yang mirip Amara, dia di hadiahi dua kali tamparan."Kurang ajar, berani sekali orang miskin sepertimu menyentuhku!" teriak wanita ituBram terkejut dia sampai mundur. Dia melihat tatapan jijik dari wajah wanita itu, dia masih tak percaya kalau Amara bisa menamparnya."Lihat baik-baik dengan matamu itu. Kau pikir aku selevel dengan pria sepertimu, dasar pria tak berguna, membuatku sial saja bertemu denganmu," umpat wanita itu lagi.Wanita yang mirip Amara itu berkata dengan nada ketus. Dia hendak pergi, namun sebuah teriakan menghentikan langkahnya."Ara kau mau kemana lagi? Papa sudah mengirim-mu kemari, jangan mencoba untuk kabur lagi," pekik seorang pria yang bertugas menjaga Amara selama berada di perusahaan itu.Maura atau Amara sudah masuk ke perusahaan tempat Bram bekerja. Ikhram sudah berhasil membantunya untuk balas dendam, Maura menarik napas seolah kesal, setelah mendengar teriakan seseorang yang berperan sebagai kakak lelakinya.Brak ...."Minggir dasar miskin!"Amara yang menyamar sebagai Maura, mendorong Rudi, orang yang pernah mencoba memperkosanya. Rudi yang baru datang terkejut melihat wanita yang dia kenali sebagai Amara.'Jadi benar dia teman kerjamu Bram? Bagus, tunggu pembalasan dariku,' ujar Amara dalam hati.Rudi segera menghampiri Bram. Setelah melihat wanita itu menampar Bram tadi, dia memegang pinggangnya, karena cukup keras menghantam meja saat di dorong Amara yang menyamar menjadi Maura. Bram meringis karena merasa sakit di pinggangnya."Kau jangan berbuat kejam pada pegawai, Ra. Mereka bisa mati di tanganmu," bisik pria yang Bram dan Rudi kenali sebagai pimpinan perusahaan tempat mereka bekerja. Meski berbisik tapi Bram dapat mendengar ucapan pria itu. Bram terkejut, karena pangilan wanita itu sama persis dengan pangilan Amara."Ya, jelas sama kan namanya Maura. Sudahlah jangan bermimpi terlalu tinggi, sudah jelas mereka berdua sangat berbeda, seperti langit dan bumi. Meski Amara cantik tapi Maura jauh lebih cantik."Bram terkejut, dia menatap Rudi yang baru saja bilang kalau Amara itu cantik. Ada rasa cemburu mendengarnya, meski dia tau tak mungkin Rudi pernah bertemu dengan istrinya."Darimana kau tau Amara cantik? Bertemu saja kau tak pernah kan, terus darimana kau tau nama wanita itu Maura?" tanya Bram lagi.Rudi terlihat gugup, namun masih bisa menutupinya. Membuat Bram tak melihat perubahan wajah rekan kerjanya."Aku tak perlu melihatnya untuk bilang kalau istrimu cantik. Dari ceritamu sudah cukup untuk menyimpulkan, kalau Amara memang cantik dan seksi juga pastinya, soal Maura tadi ada orang bagian HRD membicarakan namanya."Bram terdiam, dia benar-benar tak melihat seringai di wajah Rudi. Namun senyum menjijikan itu terlihat jelas oleh Amara, yang menyamar menjadi Maura. Dari dinding kaca itu bisa melihat keluar, tapi di luar tak bisa melihat kedalam. "Tenangkan dirimu, Ra. Akan ada waktunya, kau bisa membalaskan sakit hatimu."Rizwan sahabat baik Ikhram, dia yang bertugas untuk melindungi Amara saat menjadi Maura. Mereka sudah merencanakan semuanya. "Kau akan bekerja di sini sebagai pimpinan mereka. Pergunakan kesempatan baik ini, untuk menghancurkan mereka. Ikhram sudah menceritakan semuanya, aku akan membantumu, Maura."Amara tersenyum, dia menatap Bram dan Rudi dari kejauhan. Dua orang yang sangat ingin dia hancurkan. "Baiklah aku terima tawaran kalian bekerja disini. Akan aku buktikan pada mereka berdua, kalau aku bisa menghancurkan keduanya," ujar Amara.Amara mengepalkan tangannya. Dia sangat ingin menghajar Bram dan Rudi, tapi dia harus bersabar terlebih dahulu. Amara memejamkan mata saat teringat pesan Ikhram dan bapaknya tadi."Kau harus bersabar, Ara. Jangan gegabah, ingat pembalasan dendam harus lebih menyakitkan, dari apa yang kau terima selama ini. Rizwan akan membantumu, ikuti saja semua ucapannya." Ikhram yang menghubungi lewat telpon memberi peringatan, agar wanita itu menahan diri, Karena mereka punya rencana besar untuk menghancurkan Bram dan Rudi."Melihat wajah mereka saja, sudah sangat menyebalkan, Mas. Kau masih ingin aku bersabar lagi," dengus Amara. Wanita itu terlihat sangat kesal, tapi demi rencana Ikhram dia harus kuat. Walau ingin rasanya membunuh Bram dan Amara."Ikhram benar, Ara. Membunuh mereka akan membuat mereka senang, sedangkan kau akan mendekam di penjara."Husin menasehati anaknya melalui ponsel ikhram yang di lonspeker, agar bertahan menatap kedua pria yang sudah menghancurkannya. Dia ingin Amara bisa membalaskan dendamnya. "Baiklah aku akan melakukan apa yang mas Ikhram dan bapak katakan. Jika tiba waktunya jangan cegah aku untuk menyiksa mereka.Husin dan Ikhram saling mengangguk. Mereka rasa cukup asal Amara bisa mengontrol emosinya, saat berhadapan dengan Bram dan Rudi. "Sudah siap menuju meja kerjamu, Ra?" tanya Rizwan setelah Amara mematikan panggilan dari Ikhram. Amara menarik napas lalu menganggukkan kepalanya, "Ayo pergi, aku antar kesana," ajak Rizwan.Bagi orang tua hidup sudah lebih dari cukup asal ada anak dan cucu. Setelah memastikan aku dan Ikhram akan membawa anak-anak mengunjungi mereka saat liburan, kakek Ikhram membujuk mama Ikhram agar setuju pergi ke perkebunan teh kami. Meski terlihat tak ikhlas, tapi mama Ikhram akhirnya setuju. Aku dan Ikhram membawa anak-anak mengantar mereka langsung ke perkebunan, awalnya mau menaiki pesawat tapi anak-anak malah mau naik mobil. Alhasil kami membutuhkan tiga hari perjalanan untuk sampai ke perkebunan. Kemudian kami menghabiskan waktu yang tersisa hingga weekend baru kami kembali. Kali ini kami kembali menaiki pesawat, meski tak tega tapi aku menguatkan hati saat meninggalkan kakek dan mama Ikhram. "Mama masih belum menyerah, beberapa hari ini dia mencoba membuatmu merasa bersalah. Untungnya istriku sudah lebih cerdas jadi tidak tertipu lagi, kalau tidak aku akan pusing memikirkan cara menyadarkan mama." Ikhram memelukku, sembari berjalan ke dalam ruang tunggu. Sedangkan di depan
Melihat istri dan anak hampir celaka, di depan mata dan tanpa bisa berbuat apa-apa membuat Ikhram trauma. Setiap kali memejamkan mata dia akan bermimpi buruk, hal itu sudah terjadi selama dua hari ini.Merasa tertekan dan tidak beristirahat dengan tenang, semakin membuatnya frustasi. Hasilnya dalam jangka waktu singkat Ibu kota gempar, dua perusahaan besar dan dua keluarga kelas atas jatuh dalam sekejap. ARTAMA grup mengeksekusi perusahaan Sam dan kakek Ikhram. Tentu saja hal itu menambah masalah baru, namun itu justru membuat Ikhram merasa puas. Aku hanya bisa melihat kepuasannya, karena aku tau rasa sakit yang dia rasakan selama ini."Apa kau yakin akan bertarung dengan kakek dan juga ... Mama?" tanyaku lagi saat menemaninya istirahat, di kamar yang ada dalam ruang kerjanya."Jangan lupa ada Sam juga, kalau merasa iba kau bisa mengatakannya sekarang." Ikhram menyentuh daguku, lalu memberi kecupan di bibir dengan lembut. Mendengar nama Sam di sebut membuatku bingung, "Ada hubungan
Waktu bersantai bagi seorang wanita yang sudah menikah dan punya anak adalah hal yang paling mewah. Satu atau dua jam untuk menenangkan diri, itu sudah lebih dari cukup bagi mental yang kadang sedikit tertekan. Setelah menyingkirkan Ikhram, akhirnya aku bisa memuaskan diriku dengan belanja dan makan enak. Setelah dua jam menjelajahi jalanan, akhirnya aku pergi ke perusahaan Ikhram dengan membawa satu cup besar boba dan satu kotak besar aneka kue potong. Aneka kue dengan bermacam-macam cream. Ada cream coklat, stroberi dan juga moka, aku tertarik melihatnya jadi membelinya. Siapa sangka ternyata jumlahnya cukup banyak, sebelum Ikhram melihatnya aku akan menyimpannya di pantry saja. Sore baru aku bawa pulang, tentu saja tanpa sepengetahuan suamiku itu. Setelah sampai depan lobby aku celingak-celinguk untuk melihat situasi, jangan sampai kepergok Ikhram yang kadang muncul macam jelangkung itu. Dia kadang bisa muncul kapan saja dan dimana saja, tanpa bau dan tanpa suara pas kan
Melihat orang gila di rumah sakit jiwa lebih baik, daripada melihat mertua yang mengila, karena tidak bisa melawan menantunya. Aku hanya diam saat melihat mertuaku menangis seperti anak kecil, melihatnya seperti itu membuatku berpikir, apa aku benar-benar tertipu oleh penampilannya ketika pertama kali bertemu. Saat itu mertuaku itu terlihat begitu menderita, dengan wajah pucat yang seperti kurang darah, namun sekarang penampilannya terlihat berubah drastis. Ibarat Kucing telah berubah menjadi Singa, tatapannya juga lebih tajam dan juga kejam. "Aku mamamu, wanita yang melahirkanmu. Apa pantas kau perlakukan seperti ini, hanya demi wanita yang baru kau nikahi?" tanya mama Ikhram dengan sinis. "Aku sudah lama menikahinya, Ma. Dia juga orang yang berdiri di sampingku saat terpuruk dulu, andai tak ada dia aku tak akan berdiri tegak seperti ini di depan mama saat ini." Ikhram memegang tanganku dengan erat. Aku menepuk punggung tangannya agar dia tenang, saat ini kami benar-benar d
Ujian pernikahan setiap orang berbeda, ada yang diuji dengan anak, suami bahkan dari sang istri. Sedangkan aku, ujian pernikahanku masih sama, baik pernikahan pertama ataupun yang kedua, aku diuji dengan mertua dan wanita kedua. Ujian itu kembali datang, mungkin karena di pernikahan pertama aku gagal mengatasinya. Sedangkan di pernikahan kedua ini, aku bertekad untuk melawan ujian itu, tentu saja dengan dukungan suamiku Ikhram. Sedangkan di pernikahan pertamaku dulu, Bram tidak hanya membantuku mengatasi ujian tersebut, tapi dia justru membuatku putus asa. Sehingga aku menyerah dan memilih bercerai. "Berjuanglah jika memang sudah memilih untuk bertahan, bapak juga setuju jika kau melawan orang yang ingin menghancurkan pernikahanmu. Begitu juga ketika Ikhram tidak lagi mendukungmu, kami bersedia menerimamu kembali pulang," ujar bapak dengan mantap. Ikhram memeluk pinggangku dan berjanji pada bapak dan ibu, bahwa dia tidak akan membiarkan aku berjuang sendiri. Dia bahkan berani
Ketenangan, sepertinya menjadi sebuah hal yang paling berharga, sehingga begitu sulit untuk aku dapatkan. Hanya dalam waktu seminggu akhirnya wanita itu datang tanpa diundang. Dengan wajah angkuhnya dia menatap, rumah yang aku tempati sekarang. Senyum sinis juga terukir di bibirnya, lalu mulutnya pun mulai berkicau dengan nada penuh penghinaan. "Pantas kau begitu percaya diri, saat meninggalkan rumah putraku. Ternyata kau memiliki cadangan, untuk hidup senang dengan menumpang pada seorang pria. Sudah berapa lama kau bersamanya, jangan-jangan kalian sudah bersama ketika masih bersama dengan Ikhram?" tanyanya sinis. "Aku rasa Kau tidak perlu tahu sejak kapan aku bersamanya, sama seperti ketika kau pergi dan melupakan putramu. Waktu yang kau perlukan untuk pergi cukup banyak, tapi mengapa baru sekarang kau kembali. Apa mungkin tiada paksaan saat itu, jangan marah karena kenyataannya hanya kau yang tahu apa yang terjadi saat itu," ujarku tak mau kalah. "Kau benar-benar wanita kura
Kakiku gemetar saat menuruni tangga, di bawah mertuaku itu berdiri dengan angkuhnya. Aku tertawa melihatnya, karena begitu profesional sekali dia menutupi sifat aslinya. Hingga membuatku tertipu dengan kelakuannya. Aku menyerahkan koperku dan memintanya untuk memeriksa, aku tidak mau ada yang mengatakan aku mencuri. Ikhram mengengam tanganku dengan erat, sesuai dengan kesepakatan aku akan pergi untuk menenangkan diri untuk sementara. "Kau bisa meninggalkan segalanya, tapi tidak dengan cincin pernikahan kita. Ingat kau tidak boleh pergi diam-diam, setelah aku menyelidiki masalah ini aku akan menjemputmu kembali." Ikhram mengambil koperku, lalu kembali mengengam tanganku. Dia membawaku menuju ke mobil Aska yang menunggu di luar. Kali ini dia mau berkompromi setelah aku ancam akan mengajukan gugatan cerai, tanpa menunggu melahirkan. "Pak, saya minta maaf. Saya berjanji akan menyelidiki masalah ini, saya juga berjanji tidak akan menceraikan Amara." Ikhram mengambil tangan bapak
Anak adalah buah hati orang tua, tapi ketika sudah memiliki cucu maka julukan itu sudah tidak berlaku lagi. Seperti saat ini Ikhram memijit keningnya karena diabaikan oleh ibunya. Padahal di dalam hatinya masih ada sesuatu yang belum selesai bergejolak, sama seperti yang aku rasakan. Kami saling pandang, lalu kembali menatap kedua anak kecil itu yang terhalang oleh mama dan kakek Ikhram. "Mami, Papi," rengek Rara karena dia merasa tidak nyaman, bersama mama dan kakek Ikhram. Alasan karena ini pertama kalinya mereka bertemu. "Sayang, ini nenek dan buyut kalian. Ini ibunya papi dan itu kakeknya papi, salim dulu biar kenal dan akrab." Melihatku berjongkok di depan mereka, dengan senang mereka mencium tangan mama dan kakek Ikhram. Aku tersenyum melihat mereka mulai mendekat, pada kedua orang yang baru mereka kenal itu. Bahkan mereka sudah mau duduk di sebelah mama dan kakek Ikhram dan menerima makanan yang di suap-kan ke mulut mereka. "Mami kenapa kita baru ketemu nenek dan mana k
Sebuah kejahatan besar dan dilakukan oleh seorang wanita, hebatnya lagi bisa menyembunyikannya selama bertahun-tahun. Aku merinding saat menatap Tante Rida, dia benar-benar wanita kejam yang tak boleh di sentuh, sayangnya dia telah menyingung Ikhram. Namun aku lebih merasa takjub ketika melihat perlakuan Papa Ikhram, dia bahkan memeluk Tante Rida dengan erat, meski telah mengetahui kejahatan wanita itu pada anak dan istri sahnya. Mau tak mau aku harus menahan mual di dalam perutku, andai bisa, ingin rasanya mencabik-cabik wajahnya itu. "Tidak nyaman berada di sini? Bawa mama keluar dulu dan melihat-lihat perusahaan kita." Ikhram membelai wajahku di depan banyak orang. Aku segera menolak meski perutku terasa tidak nyaman, begitu juga dengan mama Ikhram. Kami harus tau keputusan apa yang akan mereka ambil, untuk memberikan pelajaran pada Tante Rida. "Aku tidak menyangka sama sekali, kau memiliki nyali yang sangat besar. Mengirim putriku ke neraka hanya karena ucapan wanita jalan