Share

Pembalasan Pertama.

Author: Winarsih_wina
last update Last Updated: 2024-01-22 08:32:05

"Sudah berapa lama kalian bekerja di perusahaan ini? Apa begini cara kerja kalian? Pantas perusahaan ini tak berkembang. Ternyata hanya memberi gaji buta pada kalian."

Hari pertama Amara bekerja, sudah membuat Bram dan Rudi malu luar biasa. Amara berteriak di tengah-tengah para pegawai yang hendak pergi makan siang. Tadi saat Amara memasuki ruangannya sudah membuat Bram dan Rudi terkejut, siangnya baru mereka paham Wanita yang mirip Amara ini kejam dan tidak punya perasaan.

"Membuat laporan seperti ini, anak kecil juga bisa. Kalian berdua perbaiki ini, sebelum pulang aku mau sudah ada di atas mejaku!" pekiknya.

Bram dan Rudi saling menatap. Mereka tak percaya harus mengulang membuat laporan itu, mana harus selesai sebelum pulang pula. "Siapa sih yang menerima mereka bekerja, Mas? Menyusun laporan saja masih berantakan. Heran saja perusahaan sebesar ini memiliki pekerja seperti mereka."

Bram dan Rudi terus menerus menarik napas panjang, karena Amara terlihat marah-marah. Meski melalui ponsel, mungkin dia sedang bicara dengan saudaranya yang berada di lantai atas. "Kalau tak karena kecantikannya, aku pasti akan membunuhnya." Rudi berucap lirih nyaris tak terdengar. Namun Bram yang di sampingnya, bisa mendengar ucapan pria itu.

"Jangan berpikir macam-macam, Rud. Pikirkan saja keluarga yang butuh makan, jangan berbuat bodoh yang akan membuatmu menyesal," ujar Bram yang juga menahan kesal.

"Cepat selesaikan, kalau tidak kalian boleh pergi sekarang juga dari perusahaan ini!" pekik Amara setelah melihat Bram dan Rudi saling berbisik.

Amara mengebrak meja karena mendengar Bram dan Rudi berbisik-bisik. Dia tau kedua pria itu tengah membicarakan dirinya. "Dasar bodoh, bukannya kerja kalian justru ngerumpi seperti wanita. Apa perlu aku belikan daster sekalian?"

Amara terlihat kesal, dia segera pergi setelah melihat wajah Bram dan Rudi. Dia takut tak bisa mengontrol emosinya. "Perempuan sial, dia terus saja menganggu kita. Sedangkan perusahaan begitu besar, kenapa hanya kita yang dia kerjai?"

Rudi mulai emosi, pria yang menjadi penyebab Amara keguguran itu terlihat sangat kesal, karena tak bisa melawan Amara yang menyamar menjadi Maura. "Aku juga heran, kenapa hanya kita yang dia ganggu. Apa mungkin dia memang Amara?"

"Cukup Bram, jangan menambah beban pikiranku. Apa yang membuatmu begitu yakin dia Amara. Aroma tubuhnya pun berbeda jangan macam-macam."

Rudi terlihat sangat marah, sehingga dia tak melihat tatapan mata Bram yang terlihat curiga. Pria itu mencengkram leher Rudi dengan kasar.

"Apa yang kau lakukan pada Amara? Kenapa kau bisa tau aroma tubuh istriku?!" tanya Bram sembari menarik kerah baju Rudi. Rudi terdiam, dia baru sadar kalau kelepasan bicara, membuat Bram semakin emosi melihatnya.

Bug ... Bug ....

Kedua pria itu saling memukul. Tanpa memperdulikan keadaan ruangan yang mulai berantakan. "Apa yang kalian lakukan?!" Teriak Maura.

Wanita itu berteriak, membuat para pegawai yang baru kembali dari makan siang berlarian. Mereka melihat Bram dan Rudi sudah babak belur. "Kalian mau berhenti atau aku pecat sekarang juga!" pekik Maura karena kedua pria itu masih saling pukul.

Amara mengepalkan tangan, dia sudah sangat marah melihat Rudi dan Bram. Sedangkan kedua pria itu akhirnya berhenti, lalu menunduk karena malu dan juga takut.

"Ada apa ini?" tanya Rizwan. Dia yang baru datang terkejut kemudian menatap Maura, Namun wanita itu tak menjawab, hanya menunjuk pada Bram dan Rudi mengunakan dagunya. "Aku sudah tak bisa lagi, memberi kalian kesempatan kedua. Sekarang juga kemasi barang kalian dan tinggalkan perusahaan ini."

Rudi dan Bram terkejut, mereka tak menyangka akan di pecat. Mereka ingin bicara untuk membela diri, namun Rizwan mencegahnya dengan mengunakan telapak tangan. "Aku sudah banyak memberi kalian kesempatan, tapi tak kalian hargai. Sekarang kalian hampir menghancurkan perusahaan ini, jadi tak ada lagi kesempatan kedua."

Rizwan masuk ke ruangannya diikuti oleh Maura. Rudi mengepalkan tangan, saat melihat senyum sinis Maura. 'Aku akan menuntut balas padamu, tak bisa merasakan Amara, kau pasti lebih menggairahkan.' Rudi berkata dalam hati, dia akan menghancurkan Maura yang mirip Amara.

'Dia sudah masuk dalam perangkap. Sebentar lagi aku akan bisa menghancurkannya.' Amara juga berkata dalam hati saat melihat Rudi menjilat bibirnya. Meski marah Amara mencoba tenang, untuk menghadapi Rudi yang membuatnya kehilangan bayi dalam kandungannya.

"Langkah pertama berhasil, kita akan membuat langkah kedua. Mulai sekarang kau harus berhati-hati, Rudi pasti akan membalas dendam." Rizwan terlihat mencemaskan Amara. Entah kenapa dia jadi memperhatikan wanita itu, wanita yang menyamar sebagai adiknya.

"Kau tak perlu cemas, Mas. Bapak dan mas Ikhram sudah bersiap untuk menghadapi Rudi, dia tak akan sadar kalau kita sudah membuat rencana untuk menjebaknya," ujar Amara pelan. "Apa kau punya hubungan dengan Ikhram, Ra?"

Amara atau Maura menatap Rizwan. Dia belum tau apa maksud pertanyaan pria itu, dia memang tak punya hubungan serius dengan Ikhram, tapi itu bukan urusan Rizwan juga. "Hubungan kami hanya sekedar teman saja, Mas. Entah kalau nanti, tak ada yang tau kan?" jawab Amara lirih.

Amara mengakhiri pembicaraan, saat melihat Rudi dan Bram berjalan gontai meninggalkan meja kerjanya. Dia tersenyum puas melihat wajah tak berdaya itu. 'Ini Langkah pertama, Bram. Akan ada saatnya kau hancur, karena telah menyakiti hatiku,' ujar Amara dalam hati.

Amara tersenyum sinis saat melihat betapa putus asanya Bram saat ini. Dia tau Bram dan keluarganya tak akan bisa hidup tanpa uang.

'Aku ingin tau reaksi keluargamu, Bram. Saat mereka tau kau tak lagi kerja. Apa masih memujamu seperti raja atau malah sebaliknya."

Rizwan menatap Amara yang baru saja bergumam dengan lirih, namun dia masih bisa mendengar, karena posisi mereka sangat dekat Itu tanpa pun tanpa di sadari oleh Amara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Berani Menyentuh Keluargaku Rasakan Akibatnya..

    Bagi orang tua hidup sudah lebih dari cukup asal ada anak dan cucu. Setelah memastikan aku dan Ikhram akan membawa anak-anak mengunjungi mereka saat liburan, kakek Ikhram membujuk mama Ikhram agar setuju pergi ke perkebunan teh kami. Meski terlihat tak ikhlas, tapi mama Ikhram akhirnya setuju. Aku dan Ikhram membawa anak-anak mengantar mereka langsung ke perkebunan, awalnya mau menaiki pesawat tapi anak-anak malah mau naik mobil. Alhasil kami membutuhkan tiga hari perjalanan untuk sampai ke perkebunan. Kemudian kami menghabiskan waktu yang tersisa hingga weekend baru kami kembali. Kali ini kami kembali menaiki pesawat, meski tak tega tapi aku menguatkan hati saat meninggalkan kakek dan mama Ikhram. "Mama masih belum menyerah, beberapa hari ini dia mencoba membuatmu merasa bersalah. Untungnya istriku sudah lebih cerdas jadi tidak tertipu lagi, kalau tidak aku akan pusing memikirkan cara menyadarkan mama." Ikhram memelukku, sembari berjalan ke dalam ruang tunggu. Sedangkan di depan

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   pembalasan Ikhram.

    Melihat istri dan anak hampir celaka, di depan mata dan tanpa bisa berbuat apa-apa membuat Ikhram trauma. Setiap kali memejamkan mata dia akan bermimpi buruk, hal itu sudah terjadi selama dua hari ini.Merasa tertekan dan tidak beristirahat dengan tenang, semakin membuatnya frustasi. Hasilnya dalam jangka waktu singkat Ibu kota gempar, dua perusahaan besar dan dua keluarga kelas atas jatuh dalam sekejap. ARTAMA grup mengeksekusi perusahaan Sam dan kakek Ikhram. Tentu saja hal itu menambah masalah baru, namun itu justru membuat Ikhram merasa puas. Aku hanya bisa melihat kepuasannya, karena aku tau rasa sakit yang dia rasakan selama ini."Apa kau yakin akan bertarung dengan kakek dan juga ... Mama?" tanyaku lagi saat menemaninya istirahat, di kamar yang ada dalam ruang kerjanya."Jangan lupa ada Sam juga, kalau merasa iba kau bisa mengatakannya sekarang." Ikhram menyentuh daguku, lalu memberi kecupan di bibir dengan lembut. Mendengar nama Sam di sebut membuatku bingung, "Ada hubungan

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Hampir Celaka.

    Waktu bersantai bagi seorang wanita yang sudah menikah dan punya anak adalah hal yang paling mewah. Satu atau dua jam untuk menenangkan diri, itu sudah lebih dari cukup bagi mental yang kadang sedikit tertekan. Setelah menyingkirkan Ikhram, akhirnya aku bisa memuaskan diriku dengan belanja dan makan enak. Setelah dua jam menjelajahi jalanan, akhirnya aku pergi ke perusahaan Ikhram dengan membawa satu cup besar boba dan satu kotak besar aneka kue potong. Aneka kue dengan bermacam-macam cream. Ada cream coklat, stroberi dan juga moka, aku tertarik melihatnya jadi membelinya. Siapa sangka ternyata jumlahnya cukup banyak, sebelum Ikhram melihatnya aku akan menyimpannya di pantry saja. Sore baru aku bawa pulang, tentu saja tanpa sepengetahuan suamiku itu. Setelah sampai depan lobby aku celingak-celinguk untuk melihat situasi, jangan sampai kepergok Ikhram yang kadang muncul macam jelangkung itu. Dia kadang bisa muncul kapan saja dan dimana saja, tanpa bau dan tanpa suara pas kan

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Dijadikan Pion melawan Ikhram.

    Melihat orang gila di rumah sakit jiwa lebih baik, daripada melihat mertua yang mengila, karena tidak bisa melawan menantunya. Aku hanya diam saat melihat mertuaku menangis seperti anak kecil, melihatnya seperti itu membuatku berpikir, apa aku benar-benar tertipu oleh penampilannya ketika pertama kali bertemu. Saat itu mertuaku itu terlihat begitu menderita, dengan wajah pucat yang seperti kurang darah, namun sekarang penampilannya terlihat berubah drastis. Ibarat Kucing telah berubah menjadi Singa, tatapannya juga lebih tajam dan juga kejam. "Aku mamamu, wanita yang melahirkanmu. Apa pantas kau perlakukan seperti ini, hanya demi wanita yang baru kau nikahi?" tanya mama Ikhram dengan sinis. "Aku sudah lama menikahinya, Ma. Dia juga orang yang berdiri di sampingku saat terpuruk dulu, andai tak ada dia aku tak akan berdiri tegak seperti ini di depan mama saat ini." Ikhram memegang tanganku dengan erat. Aku menepuk punggung tangannya agar dia tenang, saat ini kami benar-benar d

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Tidak Belajar Dari Pengalaman.

    Ujian pernikahan setiap orang berbeda, ada yang diuji dengan anak, suami bahkan dari sang istri. Sedangkan aku, ujian pernikahanku masih sama, baik pernikahan pertama ataupun yang kedua, aku diuji dengan mertua dan wanita kedua. Ujian itu kembali datang, mungkin karena di pernikahan pertama aku gagal mengatasinya. Sedangkan di pernikahan kedua ini, aku bertekad untuk melawan ujian itu, tentu saja dengan dukungan suamiku Ikhram. Sedangkan di pernikahan pertamaku dulu, Bram tidak hanya membantuku mengatasi ujian tersebut, tapi dia justru membuatku putus asa. Sehingga aku menyerah dan memilih bercerai. "Berjuanglah jika memang sudah memilih untuk bertahan, bapak juga setuju jika kau melawan orang yang ingin menghancurkan pernikahanmu. Begitu juga ketika Ikhram tidak lagi mendukungmu, kami bersedia menerimamu kembali pulang," ujar bapak dengan mantap. Ikhram memeluk pinggangku dan berjanji pada bapak dan ibu, bahwa dia tidak akan membiarkan aku berjuang sendiri. Dia bahkan berani

  • Setelah Istriku Berkata Lelah.   Ikhram Melihat Kebusukan Ibunya.

    Ketenangan, sepertinya menjadi sebuah hal yang paling berharga, sehingga begitu sulit untuk aku dapatkan. Hanya dalam waktu seminggu akhirnya wanita itu datang tanpa diundang. Dengan wajah angkuhnya dia menatap, rumah yang aku tempati sekarang. Senyum sinis juga terukir di bibirnya, lalu mulutnya pun mulai berkicau dengan nada penuh penghinaan. "Pantas kau begitu percaya diri, saat meninggalkan rumah putraku. Ternyata kau memiliki cadangan, untuk hidup senang dengan menumpang pada seorang pria. Sudah berapa lama kau bersamanya, jangan-jangan kalian sudah bersama ketika masih bersama dengan Ikhram?" tanyanya sinis. "Aku rasa Kau tidak perlu tahu sejak kapan aku bersamanya, sama seperti ketika kau pergi dan melupakan putramu. Waktu yang kau perlukan untuk pergi cukup banyak, tapi mengapa baru sekarang kau kembali. Apa mungkin tiada paksaan saat itu, jangan marah karena kenyataannya hanya kau yang tahu apa yang terjadi saat itu," ujarku tak mau kalah. "Kau benar-benar wanita kura

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status