Home / Rumah Tangga / Setelah Kamu Pilih Dia / Do’a dalam Pelukan Sunyi

Share

Do’a dalam Pelukan Sunyi

Author: Lina Astriani
last update Huling Na-update: 2025-07-29 13:42:30

Malam itu, hujan turun pelan. Rintiknya menari lembut di kaca jendela kamar mereka. Dinda duduk di tepi ranjang, tangan mengelus perutnya yang kini membulat lembut. Kehamilannya telah memasuki bulan keempat. Perubahan mulai terasa, tak hanya pada tubuh, tapi juga pada isi hati.

Rayhan keluar dari kamar mandi dengan handuk di bahu, wajahnya tampak segar. “Ngantuk?”

Dinda menggeleng pelan. “Enggak. Bayinya lagi aktif banget geraknya. Rasanya kayak ada kupu-kupu beterbangan di dalam.”

Rayhan tersenyum, lalu duduk di sampingnya. Tangannya perlahan menyentuh perut Dinda, penuh takzim. “Masya Allah… itu berarti dia senang. Mungkin dia tahu ayahnya lagi di dekatnya.”

Dinda tertawa kecil. “Atau mungkin dia protes karena tadi aku makan sambel.”

Rayhan mengernyit. “Kamu makan pedas lagi? Dinda…”

“Cuma sedikit. Lagian katanya boleh asal nggak berlebihan.”

Rayhan mendesah, tapi tak melanjutkan. Ia hanya mencium kening Dinda, lalu menyandarkan dagunya di pundak istrinya. Dalam diam mereka saling m
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Di Antara Detak dan Doa

    Minggu pagi datang dengan angin lembut yang membelai jendela kamar mereka. Dinda duduk di depan cermin sambil menyisir rambut pelan. Kehamilannya masuk bulan ketujuh, dan tubuhnya sudah sering merasa letih. Tapi hari itu, wajahnya justru terlihat lebih cerah dari biasanya.Di meja rias, ada selembar foto USG yang dia bingkai sendiri. Hitam-putih, kabur, tapi bagi Dinda, itu adalah lukisan paling indah yang pernah dia lihat.Rayhan masuk sambil membawa nampan berisi segelas susu dan roti panggang. “Sarapan buat dua orang—kamu dan calon jagoanku.”Dinda tersenyum, menyambutnya dengan pelukan singkat. “Hari ini kita ke rumah Ibu, ya? Katanya mau ngasih sesuatu.”“Ngasih atau ngetes kita lagi?” Rayhan terkekeh. “Tapi ya udahlah, aku udah siap mental.”Mereka pun berangkat. Mobil melaju pelan melewati jalan-jalan kecil yang mulai ramai. Musik instrumental mengalun lembut di radio. Di sela sunyi, Rayhan meraih tangan Dinda dan menciumnya perlahan.“Aku masih nggak nyangka kita sampai di tit

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Nama yang Akan Kupanggil Seumur Hidupku

    Pagi itu, matahari masih malu-malu mengintip di balik tirai langit. Dinda membuka mata pelan, lalu menoleh ke samping. Rayhan masih tertidur lelap, satu tangannya melingkar protektif di pinggang Dinda, seolah tak mau membiarkan dunia menyentuh istrinya walau hanya lewat mimpi.Dinda tersenyum. Kehamilannya memasuki bulan kelima, dan meski kadang tubuhnya terasa lelah, hati Dinda selalu penuh. Ada rasa syukur yang tak bisa diukur dengan apapun setiap kali dia sadar bahwa hidupnya kini penuh makna. Bahwa luka masa lalu itu, kini hanya jejak samar.Ia mengelus perutnya yang mulai membesar, lalu membisik pelan, “Hari ini kita cari nama, ya?”⸻Seusai sarapan, Rayhan mengajak Dinda jalan-jalan pagi di taman dekat apartemen. Ia membawa termos berisi teh hangat dan roti keju kesukaan Dinda.“Kamu yakin nggak terlalu capek?” tanya Rayhan khawatir.Dinda mengangguk. “Tenang aja. Selama ada kamu, aku kayak punya tenaga dua kali lipat.”Rayhan tertawa, menggenggam tangan istrinya. “Jadi… soal na

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Do’a dalam Pelukan Sunyi

    Malam itu, hujan turun pelan. Rintiknya menari lembut di kaca jendela kamar mereka. Dinda duduk di tepi ranjang, tangan mengelus perutnya yang kini membulat lembut. Kehamilannya telah memasuki bulan keempat. Perubahan mulai terasa, tak hanya pada tubuh, tapi juga pada isi hati.Rayhan keluar dari kamar mandi dengan handuk di bahu, wajahnya tampak segar. “Ngantuk?”Dinda menggeleng pelan. “Enggak. Bayinya lagi aktif banget geraknya. Rasanya kayak ada kupu-kupu beterbangan di dalam.”Rayhan tersenyum, lalu duduk di sampingnya. Tangannya perlahan menyentuh perut Dinda, penuh takzim. “Masya Allah… itu berarti dia senang. Mungkin dia tahu ayahnya lagi di dekatnya.”Dinda tertawa kecil. “Atau mungkin dia protes karena tadi aku makan sambel.”Rayhan mengernyit. “Kamu makan pedas lagi? Dinda…”“Cuma sedikit. Lagian katanya boleh asal nggak berlebihan.”Rayhan mendesah, tapi tak melanjutkan. Ia hanya mencium kening Dinda, lalu menyandarkan dagunya di pundak istrinya. Dalam diam mereka saling m

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Pelindung yang Tak Terlihat

    Dinda duduk di tepi jendela kamar sambil memegang hasil USG yang baru diambil pagi tadi. Cahaya matahari menyelinap melalui tirai, memantulkan bayangan halus di pipinya yang mulai sedikit membulat. Di tangannya, kertas abu-abu itu bergetar pelan—bukan karena takut, tapi karena haru.Sosok kecil yang terlukis samar di sana bukan lagi sekadar mimpi. Itu nyata. Ada kehidupan yang tumbuh di dalam dirinya, dan itu membuatnya lebih kuat dari sebelumnya.Rayhan masuk ke kamar membawa semangkuk buah potong. Ia menaruhnya di meja kecil lalu duduk di samping Dinda. Tatapannya jatuh pada kertas di tangan istrinya. “Boleh aku lihat lagi?”Dinda menyerahkannya sambil tersenyum. “Kamu udah lihat tadi pagi.”“Belum puas,” gumam Rayhan sambil menatap gambar itu seolah itu adalah peta menuju harta karun.Ia mengusap perut Dinda yang masih datar, lalu mendekatkan bibirnya dan berbisik, “Hai kamu di dalam sana. Ini ayahmu. Kamu jaga ibu baik-baik, ya.”Dinda mengerjap, air mata tanpa izin mengalir dari

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Saat Kabar Itu Sampai ke Rumah

    Minggu pagi itu, udara Jakarta masih segar saat Rayhan dan Dinda tiba di rumah orang tua Rayhan. Dinda menggenggam jemarinya erat, seolah meminta keberanian tambahan. Perutnya belum terlihat membesar, tapi hatinya sudah dipenuhi dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.Di ruang tamu, ibunda Rayhan tengah menyiram bunga-bunga hias di pojok ruangan. Begitu melihat mereka datang, wajah wanita paruh baya itu langsung berseri.“Dinda, Rayhan! Tumben pagi-pagi banget ke sini,” ucapnya sambil mengelap tangan.Rayhan menarik napas pelan. Ia menoleh ke Dinda sejenak, seolah meminta izin. Kemudian, dengan suara tenang tapi penuh getar, ia berkata, “Bu, kami mau kasih kabar baik.”Ibunya berhenti sejenak. “Kabar apa?”Dinda mengeluarkan satu amplop kecil dari tasnya, lalu menyerahkannya. Di dalamnya, ada salinan hasil tes laboratorium dan satu foto kecil hasil USG yang belum terlalu jelas, tapi cukup untuk membuat seorang ibu mengerti.Sesaat hening. Mata ibunya berkedip-kedip

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Dua Garis yang Mengubah Selamanya

    Pagi itu, Dinda terbangun dengan rasa aneh di tubuhnya. Kepalanya sedikit pening, perutnya mual, dan indera penciumannya tiba-tiba sangat sensitif — bahkan bau kopi kesukaan Rayhan yang biasanya ia nikmati, kini membuat perutnya bergejolak.Rayhan yang baru saja keluar dari kamar mandi, menatapnya heran. “Din, kamu nggak apa-apa? Mukamu pucat.”Dinda hanya mengangguk sambil menutupi mulut dengan tangan. Ia buru-buru menuju kamar mandi. Sesampainya di sana, ia memuntahkan semua isi perutnya. Untuk sesaat ia mengira mungkin hanya masuk angin biasa. Tapi saat tubuhnya bersandar di dinding kamar mandi, ia teringat sesuatu.Siklus bulanan. Terakhir kali datang… kapan ya?Setelah membersihkan diri, Dinda berdiri di depan cermin, menatap wajahnya yang pucat. Hatinya berdegup tak karuan. Ia mengambil ponsel dan membuka aplikasi kalender.Dua minggu terlambat.Dengan tangan sedikit gemetar, Dinda mengambil kunci motor dari meja, lalu berkata cepat, “Aku keluar sebentar, Han.”Rayhan mengerutka

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status