Home / Rumah Tangga / Setelah Kamu Pilih Dia / Yang Tidak Pernah Pergi

Share

Yang Tidak Pernah Pergi

Author: Lina Astriani
last update Last Updated: 2025-07-10 18:57:23

Hujan turun sejak subuh. Rintiknya jatuh pelan di jendela apartemen, mengiringi pagi yang sepi. Rayhan masih terlelap, sementara Dinda duduk sendirian di ruang tamu dengan secangkir kopi yang sudah setengah dingin.

Ia menatap layar laptopnya yang menampilkan draft akhir bukunya.

Bab terakhir.

Satu bab yang terasa paling sulit ditulis.

Bukan karena tidak tahu mau menulis apa, tapi karena ia tahu—begitu kalimat terakhir diketik, itu artinya ia akan benar-benar menutup satu bab dalam hidupnya. Bukan hanya dalam tulisan, tapi juga dalam hati.

Ia menarik napas panjang, lalu mulai mengetik.

“Beberapa hal dalam hidup tidak pernah benar-benar pergi. Mereka tetap tinggal di sudut-sudut hati, bukan untuk menyakiti, tapi sebagai pengingat. Bahwa kita pernah mencintai sekuat itu. Pernah terluka sedalam itu. Pernah bertumbuh dari kehilangan sebesar itu.”

“Aku tidak lagi ingin melupakan. Karena yang sudah pernah ada, tidak bisa dihapus. Tapi aku belajar berdamai. Menerima bahwa tidak semua yang kit
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Yang Tidak Pernah Pergi

    Hujan turun sejak subuh. Rintiknya jatuh pelan di jendela apartemen, mengiringi pagi yang sepi. Rayhan masih terlelap, sementara Dinda duduk sendirian di ruang tamu dengan secangkir kopi yang sudah setengah dingin.Ia menatap layar laptopnya yang menampilkan draft akhir bukunya.Bab terakhir.Satu bab yang terasa paling sulit ditulis.Bukan karena tidak tahu mau menulis apa, tapi karena ia tahu—begitu kalimat terakhir diketik, itu artinya ia akan benar-benar menutup satu bab dalam hidupnya. Bukan hanya dalam tulisan, tapi juga dalam hati.Ia menarik napas panjang, lalu mulai mengetik.“Beberapa hal dalam hidup tidak pernah benar-benar pergi. Mereka tetap tinggal di sudut-sudut hati, bukan untuk menyakiti, tapi sebagai pengingat. Bahwa kita pernah mencintai sekuat itu. Pernah terluka sedalam itu. Pernah bertumbuh dari kehilangan sebesar itu.”“Aku tidak lagi ingin melupakan. Karena yang sudah pernah ada, tidak bisa dihapus. Tapi aku belajar berdamai. Menerima bahwa tidak semua yang kit

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Tidak Perlu Sempurna Untuk Bahagia

    Matahari belum tinggi saat Dinda membuka matanya. Cahaya pagi menyusup lewat sela tirai, menghangatkan dinding kamar. Ia menoleh ke samping. Rayhan masih tertidur dengan posisi miring, satu tangannya menggenggam tangan Dinda bahkan saat terlelap.Sesederhana itu. Tapi cukup untuk membuat hati Dinda terasa penuh.Dulu, ia sering berpikir bahwa cinta harus berbunga-bunga, selalu penuh kejutan, penuh degup-degup jantung yang liar. Tapi sekarang ia tahu, cinta yang ia butuhkan bukan yang selalu memompa adrenalin, melainkan yang menenangkan. Yang tidak membuatnya terus bertanya, “Aku cukup nggak?” melainkan berkata, “Kamu sudah cukup.”Dengan hati-hati, Dinda melepaskan genggaman tangan Rayhan dan turun dari tempat tidur. Ia menuju dapur, menyalakan air, dan mulai menyiapkan sarapan sederhana: roti panggang, telur mata sapi, dan teh manis.Tak lama kemudian, Rayhan muncul, rambut acak-acakan dan mata masih sayu. “Kok bangun lebih dulu?”Dinda tersenyum sambil menuang teh ke dalam dua cangk

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Pelan Tapi Pasti

    Sudah lebih dari setahun sejak perpisahan besar itu. Kini, luka yang dulu terasa seperti jurang, telah berubah menjadi parut. Masih ada bekasnya, tapi tak lagi menyakitkan saat disentuh.Pagi itu, Dinda menerima undangan reuni kampus melalui grup WhatsApp. Sekilas, ia ingin mengabaikannya. Tapi setelah dipikir ulang, ia mengetik: “Insya Allah datang, ya.”Rayhan yang baru saja selesai menyiram tanaman, menghampiri sambil membawa dua gelas infused water. “Kamu bales undangan reuni itu?” tanyanya pelan.Dinda mengangguk. “Kayaknya… aku siap.”Rayhan tersenyum. “Kalau kamu butuh ditemenin, aku ikut.”“Enggak, aku pengin datang sendiri,” kata Dinda sambil menatap wajahnya. “Bukan karena aku nggak mau kamu ikut. Tapi karena aku pengin berdiri di tempat lama itu sebagai diriku yang baru. Yang sudah pulih, bukan yang masih takut ketemu masa lalu.”Rayhan mengangguk pelan, memahami. “Aku bangga sama kamu.”—Sabtu sore itu, Dinda melangkah masuk ke aula kampus tempat reuni diadakan. Segalanya

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Hal-Hal Kecil yang Menyembuhkan

    Sudah hampir dua bulan sejak wawancara radio itu tayang. Tak disangka, banyak yang mendengar, dan lebih banyak lagi yang menanggapi. Beberapa menulis surel. Beberapa mengirim pesan lewat media sosial, bahkan ada yang datang langsung ke toko buku tempat Dinda biasa mengisi sesi diskusi.Bukan untuk menyanjung. Tapi untuk berkata: “Kamu mewakili luka yang aku simpan bertahun-tahun. Dan sekarang aku nggak merasa sendiri.”Dinda tertegun setiap kali membaca satu demi satu cerita dari para perempuan (dan laki-laki) yang selama ini merasa suaranya tak punya tempat. Ia tak menyangka, keberaniannya berbagi justru membuka pintu untuk lebih banyak orang merangkul diri mereka sendiri.Tapi bukan hanya hidup profesionalnya yang pelan-pelan berubah. Hubungannya dengan Rayhan pun ikut tumbuh. Tak lagi penuh tanda tanya, tak lagi diliputi ketakutan masa lalu. Kini mereka belajar hal baru: hidup tenang di dalam cinta yang tidak meledak-ledak, tapi mengakar.—Suatu pagi di hari Minggu, Dinda duduk di

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Takut jadi Orang yang Berbeda

    Pagi itu, studio terasa lebih ramai dari biasanya. Asisten produksi lalu-lalang, kru lighting sibuk menyetel sorotan, dan di sisi ruang tunggu, Dinda duduk dengan naskah di tangan—tapi matanya kosong.Hari ini, ia akan tampil live untuk pertama kalinya.Selama ini, semua sesi talkshow direkam, lalu diedit sebelum tayang. Tapi mulai minggu ini, pihak media ingin memperkuat branding dengan sesi live broadcast langsung di kanal digital mereka. Judul episode: “Memaafkan Diri Sendiri” — tema yang sangat Dinda kuasai, tapi entah kenapa justru membuatnya gemetar.“Din, kamu udah siap?” suara Nadya, produser acara, membuat Dinda tersentak.“Iya… sedikit deg-degan,” akunya.Nadya tersenyum menenangkan. “Itu wajar. Tapi kamu tahu kan, kamu nggak harus jadi sempurna di kamera. Kamu cuma perlu jadi kamu.”Dinda mengangguk. Tapi dalam hati, ia bertanya: Masihkah aku jadi “aku” yang dulu? Yang sederhana, tenang, dan nggak takut gagal?Setelah sesi selesai dan acara berjalan cukup lancar, Dinda menu

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Cinta yang Diuji Bukan Oleh Luka, Tapi Perubahan

    Pagi itu, Dinda membuka email seperti biasa. Tapi matanya langsung terpaku pada satu pesan dari sebuah agensi media digital besar.Subject: Undangan Menjadi Narasumber Tetap – Program “Hidup dan Luka”Ia membaca ulang isi email itu tiga kali. Mereka menawarinya posisi sebagai kontributor tetap di program talkshow tentang mental health dan relasi, dengan kontrak selama enam bulan dan opsi perpanjangan. Gajinya jauh lebih besar dari yang pernah ia bayangkan untuk pekerjaan berbasis menulis dan bicara.Rayhan yang duduk di seberang meja makan sambil mengoles selai di roti tawarnya, memperhatikan wajah Dinda yang mendadak terdiam.“Ada apa?” tanyanya ringan.Dinda menoleh, setengah bingung. “Aku baru dapet email… dari LightSpace Media. Mereka mau ajak aku jadi narasumber tetap. Program TV streaming gitu. Topiknya tentang luka, relasi, trauma. Dan—ini gila banget, Han. Aku ditawarin kontrak tetap.”Rayhan terbelalak, lalu berdiri, menghampiri Dinda. “Serius? Itu kabar bagus dong!”Dinda me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status