Home / Romansa / Setelah Kau Pergi / 6. Rahasia Bayu

Share

6. Rahasia Bayu

Author: El Nurien
last update Last Updated: 2022-09-17 05:01:59

Anita berjalan pelan. Ia mempertajam pendengarannya ketika sampai di samping pintu kamar mandi. Tidak salah lagi. Suara orang menangis di dalam. Namun, bukan Karin. Siapa?

 "Pak Bayu?" Anita menutup mulutnya. 

Anita segera kembali ke ranjangnya. Langkahnya terjingkat ketika merasakan perih di kakinya.  

Ketika sampai di ranjang ia langsung mengangkat kakinya, terlihat plester ukuran jumbo menempel di kaki kanannya. 

Tak lama Bayu keluar sambil menggosok kepalanya dengan handuk.

"Sudah bangun?" Bayu merapatkan piama mandinya ketika menyadari Anita sudah duduk di tepi ranjang.

Bayu menyalakan ponsel, memeriksa pesan lalu mengetik suatu pesan. Kemudian mengeluarkan pakaiannya dari koper kecil dan kembali ke kamar mandi. 

Hanya beberapa menit, Bayu keluar dengan wajah terlihat lebih segar. Namun, Anita melihatnya, ada duka di balik wajah itu dan baru kali ini Anita melihatnya. 

Bayu menggeser sofa satu dudukan, lalu  duduk menghadap Anita. 

"Sekarang bagaimana keadaanmu? Sudah agak baikan?"

Anita mengangguk. "Terima kasih, Pak. Maaf, telah merepotkan Bapak."

"Bapak lagi?"

"Maaf." 

Tiba-tiba Anita teringat jam. "Jam berapa sekarang?"

Bayu mengangkat tangannya yang berarloji. "Hampir jam dua belas."

"Kira-kira travel ada ga jam segini?"

"Mau ke Banjarmasin? Ini sudah lari larut malam, Nit." 

"Izza tidak pernah ditinggalkan. Khawatir sangat merepotkan Acil Imah." 

"Tapi kamu juga harus istirahat. Lihat tanganmu. Dokter sampai memberi infus," gerutu Bayu. 

"Tapi …."

"Begini saja, aku telpon Acil Imah, oke."

"Apa tidak terlalu malam?!"

Bayu mengambil ponselnya. "Acil Imah selalu mengangkat telponku, kapanpun itu," ucap Bayu, sambil menyentuh ikon daftar panggilan. 

Hanya beberapa detik, sudah ada sahutan dari seberang. "Hallo …. Pak?"

Bayu menyerahkan ponselnya pada Anita. 

"Cil, saya Anita. Bagaimana Izza? Dia sudah tidur? Dia nangis tidak? Pasti merepotkan Acil."

Terdengar tawa dengan rentetan pertanyaan Anita. 

"Izza sudah tidur. Dia pintar ko. Sekarang tidur sama neneknya."

"Nenek Izza?"

"Iya. Tak lama kamu berangkat, neneknya datang." 

"Baiklah, kalau begitu. Makasih, Cil."

"Sama-sama."

"Ya sudah, saya tutup, ya Cil. Assalamualaikum."

Anita memutuskan panggilan setelah terdengar jawaban salam dari Acil Imah. 

Anita termangu. Ponsel Bayu masih dipegangnya. 

"Siapa yang datang?" tanya Bayu.

"Neneknya," jawabnya, lalu menyerahkan ponsel Bayu. Anita kembali melamun. 

"Nit," panggilan Bayu memecah lamunan Anita.

"Ya, Pak?"

"Boleh aku ngomong sesuatu padamu?"

Anita mengangguk lemah. Kedatangan orang tua Ridwan memenuhi ruang pikirannya. 

"Apa pun permasalahanmu, cobalah bersikap tenang."

Ia mengangkat wajahnya, menatap Bayu. 

"Permasalahan rumah tanggamu memang rumit, tapi jangan sampai mempengaruhi dalam merawat Izza. Jangan sampai Izza merasakan dampaknya."

Air mata Anita mulai menganak sungai. Ia tak yakin bisa bersikap tidak terjadi apa-apa di depan Izza. 

"Bertahanlah."

 Anita menatapnya tangannya yang digenggam Bayu. Ia tau, ia tidak boleh disentuh laki-laki bukan suaminya, tapi ada sisi lain yang menahannya. Ia sangat lemah saat ini. Ia butuh seseorang yang menopangnya. Seseorang yang memberinya kekuatan.

"Berjanjilah padaku, agar selalu bersikap tenang dan tegar demi Izza."

Anita mengangguk. 

Bayu tersenyum. "Kamu tau, Izza anak yang paling kusayangi. Kalau dia kenapa-napa, aku tidak memaafkanmu."

Anita tercenung. Tatapannya lekat pada manik hitam milik Bayu. Anita yakin, Bayu tadi menangis di kamar mandi.

 "Bolehkah kita saudaraan?" 

Sebelah alis Bayu terangkat. 

"Supaya Izza punya paman, yang selalu peduli padanya."

"Tentu saja boleh. Aku sangat berterima kasih dan bahagia memiliki keponakan seperti Izza."

Anita tersenyum. Kembali ia menatap manik hitam milik Bayu. Ia tak menyangka di balik mata indah, teduh dan teguh itu, bersemayam kesedihan yang tidak diketahui oleh siapapun. 

 

Anita mengangguk. "Kalau begitu, bisakah cerita padaku, mengapa kamu tadi menangis di kamar mandi?"

Bayu terkesiap. Ia tak menyangka tangisannya sampai didengar Anita. 

"Aku tau ini terlalu lancang, tapi kita sudah saudara, meski tidak sedarah. Kamu juga memiliki banyak kebaikan kepada kami, apa salahnya jika kami ikut menanggung beban yang kamu rasakan?"

Bayu masih tak bersuara. Seorang laki-laki ketahuan menangis, baginya tentu ini sangat memalukan. 

"Apa kamu teringat adikmu?" tanya Anita pelan. 

Bayu tercengang. 

"Dari mana kamu tau? Siapa yang cerita?" selidik Bayu.

"Dari Acil Imah. Acil Imah bilang, dulu kamu punya adik yang meninggal disebabkan kanker. Mungkin karena itulah kamu begitu sayang kepada anak-anak kanker."

"Hanya itu?" 

Anita mengangguk. 

Bayu menghela napasnya. "Iya, betul. Adikku memang meninggalkan disebabkan kanker. Dan itu meninggalkan trauma bagiku. Karena itu, aku mohon, jagalah Izza selalu. Melihatnya, aku seperti melihat adikku sendiri."

Anita menatap lekat. Ia tau, masih ada yang disembunyikan Bayu.

"Aku janji. Demi izza, apapun akan aku lakukan."

"Bagus." Bayu tersenyum puas. Ia mengeluarkan selembar kartu dan meletakkannya ke tangan Anita. 

"Apa ini?" Anita mencermati kartu ATM yang sekarang ada di tangannya.

"Sebagai paman, saat ini, hanya ini yang bisa kulakukan. Belikan herbal, vitamin, nutrisi atau apapun yang menunjang kesembuhan dia. Penuhilah segala keperluan dan permintaannya. Ya."

Anita tertawa kecil. Matanya berair. "Kalau semua permintaannya dipenuhi, dia jadi manja."

"Aku percaya Izza. Dia tidak akan seperti itu."

Anita sekali lagi memperhatikan kartu ATM itu. Ia tidak nyaman menerimanya, kebaikan Bayu padanya dan Izza sudah terlalu banyak. Tidak akan pernah bisa membalasnya. Namun, ia sendiri yang memulai untuk bersaudara. Sebagai saudara tentu harus saling terbuka, memberi dan menerima. 

"Baiklah, kalau begitu. Terima kasih, ya."

Bayu tersenyum sempurna. Sesaat Anita terkesiap. Ia baru menyadari, kalau ia bisa berbicara dengan laki-laki dermawan sedekat ini. 

Anita meneguk ludah. Ia baru tahu, kalau Bayu ternyata sangat tampan. Mata teduh dipayungi alis tebal dengan ukiran indah, di selanya bertengger hidung mancung. Kulit putih, bersih, menjadi sempurna dihiasi bibir merah. 

Anita mengerjap. Anita beristigfar dalam hati. Ia menyesal meminta Bayu menjadi saudara. Ini fitnah. 

Bunyi ketukan pintu terdengar. Bayu berdiri membuka pintu. Muncul seorang karyawan hotel membawa meja dorong yang di atas beberapa buah tudung saji dari stainless.  Bayu menyambutnya, mengucapkan terima kasih, lalu menutup pintu.

"Makanlah, kamu pasti lapar." Bayu meletakkan meja dorong itu di samping Anita. "Setelah itu istirahatlah. Pastikan kamu istirahat yang cukup, supaya lebih segar ketika bertemu Izza."

"Kamu tidur di mana?" tanya Anita ketika langkah melihat Bayu mengarah keluar.

Langkah Bayu terhenti. Ia mengangkat alisnya, menatap Anita. 

"Maksudku, kamar ini kan kamu yang nyewa."

"Oh, aku bisa menyewa satu lagi. Tenang saja." Bayu menggerakkan gagang pintu. "Jangan lupa kunci pintunya."

***

Sekitar jam enam Karin masuk ke kamar Anita bersama seorang dokter. Setelah memastikan Anita sudah membaik, dokter itu melepaskan infus di tangan Anita. 

"Bersiap-siaplah! Pak Bayu sudah menunggu di bawah. Kita sarapan bersama," ucap Karin, setelah dokter itu keluar. 

Anita mengangguk. "Karin, dokter itu …?"

Karin mengerutkan kening. "Ooh. Itu dokter perusahaan. Jangan khawatir."

Anita mendesah. "Aku terlalu merepotkan Pak Bayu."

Karin hanya merespon dengan senyuman tipis.

Setelah Karin keluar, Anita mengeluarkan ponselnya yang ada di dalam tas. 

Ia menyalakan ponselnya. Menatap ikon daftar panggilan yang masih kosong notifikasi.

"Jika masih punya hati nurani, seharusnya kamu menanyakan keberadaanku," gumam Anita. 

Jarinya menyentuh ikon aplikasi warna hijau yang sudah muncul angka merah 99 .

Jari Anita terus menscroll melewati pesan beberapa group, sampai akhirnya pada pesan dari seseorang yang membuat jantungnya melompat tinggi. Darah mendesir. Emosi meluap. Matanya berkaca-kaca. 

Dari Rana, sahabat, sekarang jadi madunya.

[Aku tak perlu minta maaf, karena kamu juga menganiayaku]

[Asal kamu tahu, Ridwan itu mantanku. Jadi aku hanya mengambil apa yang pernah kumiliki]

[Oh tidak. Aku tidak mengambilnya. Aku hanya meminta sedikit waktu dan perhatiannya]

[Seharusnya kamu bersyukur dan berterima kasih padaku. Uang yang sering Ridwan transfer padamu, itu juga uangku. Coba mikir, bagaimana bisa Ridwan bisa rutin mentransfer sebanyak itu dalam kondisi keuangan toko yang kolaps]

Gleg. Apa yang terjadi? Batin Anita. Ia tidak tahu kalau suaminya sebenarnya mantan sahabatnya. Ia tidak tahu kalau sebenarnya dirinya yang merebut Ridwan dari Rana. Dan apa maksudnya uang yang ditransfer suaminya adalah uang Rana? Keuangan toko kolaps? 

Dan beberapa rentetan pertanyaan yang membuat kepala Anita mendadak jadi pusing.

🍒

Terima kasih ❤️

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rema Melani
inget Rana,.. ada hukum karma ya,..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Setelah Kau Pergi   71. Ending

    Mata Anita masih mengerjap. Kesadarannya belum sepenuhnya pulih. "Kita di mana?" "Di rumah sakit. Syukurlah. Akhirnya kau sudah sadar," ucap sambil menciumi tangan Anita. "Maaf. Aku telah mengganggumu malam pertamamu," lirih Anita.Bayu menggeleng. "Jangan ingatkan aku dengan perkawinan itu! Kau membuatku ketakutan." Bayu terisak. Anita mengelus kepala Bayu. "Maaf. Jangan menangis! Aku sudah tidak apa-apa. Bagaimanapun kau mempunyai dua keluarga, kau harus kuat," ucap Anita tertatih. Entah kenapa ia merasakan kebas rasa. Tak punya tenaga, meski hanya untuk cemburu.Bayu merebahkan kepalanya, menjadikan tangan Anita sebagai alas. "Aku tidak menginginkan itu. Aku hanya ingin menjadi bayimu. Selamanya."Anita tersenyum. "Dasar, Baygon. Pulanglah!""Jangan memaksaku!""Aku hanya tidak ingin kau jadi laki-laki tidak adil." "Justru tidak adil, jika aku di sana, sedang di sini kau terkulai lemas di sini.""Bayu, malam ini ….""Ah tunggu, kita panggil dokter dulu."Bayu langsung memence

  • Setelah Kau Pergi   70. Part 10 Season 2

    "Nit! Anit!" Tidak ada jawaban. Bayu mempercepat ketukannya. Senyap. Abbas muncul dari kamar lain dengan wajah kusut. Ketukan dan panggilan Bayu mengusik tidurnya. Karin juga keluar. "Ada apa, Pak?" tanya seorang karyawan."Istri saya ada di dalam, bisa minta kartu kunci duplikat?""Sebentar, ya Pak," ucap karyawan dengan sedikit bingung. Sesaat ia sempat menoleh Karin yang masih berpakaian pengantin. Cahya bergegas melihat Bayu berlalu di depan kamar Anita. Qori dan Huda juga mempercepat langkah mereka. Karyawan datang membawakan cardlock duplikat lalu langsung membukakan pintu. Bayu langsung menerobos. Cahya, Huda dan Qori ingin masuk, tetapi Abbas mencegah mereka. "Biarkan Papa Bayu melihatnya."Di dalam kamar gelap. Bayu membuka lampu. Anita tidak terlihat. Bayu terperanjat ketika melihat telapak kaki Anita tergeletak di lantai. "Nit!" Bayu bergegas meraih kepala Anita lalu mengguncangnya. "Nit!" Tidak ada respon. "Huda, Qori!" teriak Bayu panik. Ia segera mengangkat

  • Setelah Kau Pergi   69. Part 9 Season 2

    "Tapi Kakak yang paling terluka di sini.""Ini takdirku, Cahya. Seberapa besar pun aku berusaha melepaskan diri takdir ini, selalu muncul bagian diriku yang tidak tega meninggalkannya." "Jika itu keputusan Kakak, aku dukung." Cahya meraih bahu Kakaknya. Air mata Anita kembali merembes. "Seberapa pun aku menyiapkan diri, tetap saja hati ini getir. Yang lebih nelangsa, aku tidak boleh menangis di depannya, dan kedua anakku. Aku harus kelihatan lebih tegar agar mereka juga bisa kuat." "Allah tidak akan menguji seseorang melebihi kemampuan. Jika Allah buka hati Kakak untuk tetap di sisi Kak Bayu, Allah pasti memberikan kekuatan lain pada Kakak yang mungkin saat ini tidak Kakak sadari."Di luar sepasang mata sendu mengalirkan air mata antara haru dan pilu. Ia tidak menyangka memiliki istri setulus Anita. Ia sempat menilai berprasangka buruk pada Anita karena tiba-tiba meminta lebih dari separuh hartanya. Ia tetap memberi Anita, karena perasaannya yang terlanjur mencinta.Beberapa menit

  • Setelah Kau Pergi   78. Part 8 Season 2

    Sesaat Abbas menatap isi cangkir yang masih mengepulkan asap. "Haruskah dia kubawa kembali ke Balikpapan?" Bayu menarik cangkir di tangannya, lalu meletakkan ke atas meja. Ia memilih duduk di sofa satu dudukan."Jika itu pilihannya dan bisa membuatnya bahagia," tantang Bayu.Abbas mengerutkan kening. Menatap wajah Bayu yang terlihat tenang. Diam-diam Abbas mengagumi sikap Bayu. Tenang, tetapi tegas.Dua sifat inilah yang mengantarkan Bayu bisa setinggi sekarang ini. Abbas duduk di sofa panjang. Refleks ia mengambil cangkir yang tadi diletakkan Bayu. "Tapi kau harus berbalik dan memulainya dari awal, sama seperti kau mengambil kopi itu. Tapi Anita bukan cangkir, bukan pula kopi. Ia memiliki pilihannya sendiri." "Aku tidak rela kau menduakannya.""Kau pikir aku rela? Aku pun berpikir keras bagaimana supaya pernikahanku dengan Karin tidak terjadi.""Haruskah aku yang menikahi Karin?" Bayu tertawa. "Dari mana kau mendapatkan kepercayaan diri setinggi ini?"**"Pak!" Karin tersenyum

  • Setelah Kau Pergi   77. Part 7 Season 2

    Hari pernikahan Bayu dengan Karin sudah ditentukan. Undangan sudah disebarkan. Atas permintaan Acil Imah rencana perkawinan mereka diselenggarakan cukup mewah. Karena Karin anak Acil Imah satu-satunya. Baru beberapa hari undangan disebarkan, Anita semakin merasa tertekan. Berbagai pandangan mengarah kepadanya. Tatapan kasihan, meremehkan bahkan menghina menjadi santapannya beberapa hari terakhir. Sedang beberapa gadis lainnya semakin terang-terangan mendekatinya. Sebuah minuman dalam gelas plastik mendarat di atas mejanya. Ia mencermati nama kafe yang tertulis di gelas itu. Lalu menengadahkan kepala, menatap si pemberi. "Kafe baru buka di dekat sini. Kebetulan aku mampir, jadi aku pesan aja dua. Sekalian buat Bu Anita."Anita terdiam. Mengamati perempuan di depannya. Dibanding Adilia, kali ini pakaian dan tutur katanya lebih sopan. Hanya saja, Anita tetap tidak bisa membuang kecurigaan. "Hallo, Nit." Tiba-tiba seorang laki-laki datang. Dengan santainya ia mengambil gelas itu dan

  • Setelah Kau Pergi   76. Part 6 Season 2

    Bayu tersenyum. Ia mengecup sekilas sepasang merah ranum di wajah Anita. "Memangnya apa yang kau inginkan?""Aku ingin 52% saham dan semua harta dari yang kau miliki."Bayu terperanjat. Ia terdiam, mengamati setiap partikel manik hitam istrinya. Ia memang pebisnis handal, tapi bukan sebagai seorang laki-laki. Meski begitu, ia perlu mencerna setiap situasi. Memprediksi berbagai kemungkinan. Satu hal yang harus ia sadari, pemikiran perempuan lebih rumit daripada struktur perusahaan. Ia curiga ini bukan sekadar permintaan materi, melainkan sebuah ujian. Bukan sekadar dipenuhi atau tidak, melainkan bom waktu. Tak peduli memilih kabel yang mana, keduanya berisiko meledak.Mata Anita bergerak-gerak, menunggu keputusan Bayu. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia merasa jawaban Bayu adalah hidup matinya. Iya atau tidak, keduanya berisiko tebasan nyawa.Semenit dua menit berlalu. Keduanya masih terdiam. HeningBayu mempertimbangkan banyak hal. Jika tidak dikabulkan, jawabannya s

  • Setelah Kau Pergi   75. Part 5 Season 2

    "Kalian, ngomong apa? Siapa yang menderita? Mama tidak mengerti." Sekuat tenaga Anita menahan bendungan yang hampir jebol di matanya. "Kalau itu bukan penderitaan, Mama tidak akan pisah dengan Ayah Izza," tukas Huda."Itu beda kasus, Huda. Jangan sama Papa dengan Ayah Izza," sahut Anita."Pada akhirnya Mama diduakan 'kan? Huda tahu, ini juga berat buat Papa karena Papa juga mencintai Mama, tetapi Mama tidak perlu berkorban sejauh itu."Lidah Anita kelu. "Jika Mama ingin pergi dari sini, jangan ragu. Kami akan menjaga Mama.""Huda?!""Ma, ada yang nawar lukisan Huda lagi. Mama jangan khawatir! Huda sudah punya tabungan. Huda akan terus bisa menghasilkan uang."Anita tertawa. Air matanya merembes. "Huda, kamu tidak perlu berbuat sejauh itu. Huda punya ibu kandung yang harus dilindungi. Lagi pula Mama bisa menjaga diri, masih bisa bekerja. Jangan khawatir. Mama tetap stay di sini, itu pilihan Mama."Huda terdiam. Ia mencermati manik hitam milik Anita. "Lihatlah, Mama menangis. Jangan p

  • Setelah Kau Pergi   74. Part 4 Season 2

    "Artinya kau tetap bersamaku?"Hatinya remuk melihat mata Anita yang basah. Egois, jika tetap mempertahankan Anita, sementara dirinya akan mendua. Akan tetapi, dalam satu biduk pun ia tidak bisa jauh dari wanita itu.Bagaimana nanti jika biduknya bertambah lagi? Menambah rumah tangga tak semudah menambah perusahaan. Menambah perusahaan berisiko kerugian materi yang tidak sedikit, tetapi menambah biduk berisiko luka yang mungkin tidak akan sembuh dengan seratus perusahaan.Ia semakin membutuhkan Anita.Anita mendesah. "Entahlah. Aku tidak berani berjanji. Memikirkannya hanyalah membuatku lelah. Kenyataannya aku tidak bisa berbuat apa-apa, selain mundur."Anita menenggelamkan wajahnya ke dada Bayu. Betapa ia sangat menyukai aroma itu, pelukan yang kokoh dan hangat. Betapa ia ingin Bayu selalu di sisinya seumur hidup."Kita nikmati saja hari ini. Biarkan hari ini tanpa memikirkan besok. Hari ini kau milikku, itu sudah lebih dari cukup." Bayu mengecup pucuk kepala istrinya. "Haruskah kit

  • Setelah Kau Pergi   63. Part 2 Season 2

    "Sebaiknya ceraikan saja aku."Bayu tersedak. Anita segera memberikan gelas miliknya. "Pelan-pelan," ucapnya. Bayu menurunkan gelasnya. Susah payahnya ia menelan sisa-sisa cake di mulutnya. Ia meraih tangan Anita. "Kumohon tetap stay di sisiku. Bagiku kamu segala-galanya. Mungkin suatu saat badan ini telah terbagi, tapi percayalah, hati ini hanya untukmu."Anita menggeleng. "Aku percaya padamu. Tapi aku tak percaya pada takdirku.""Nit?!" "Dulu aku berlepas dari Ridwan karena tidak ingin dimadu, ternyata aku mengalami hal serupa denganmu.""Nit, jangan samakan aku dengan Ridwan!" "Aku percaya cintamu. Tapi aku tak percaya pada diriku sendiri." Anita mengangkat wajahnya, menatap Bayu. "Aku sangat mencintaimu. Sangat. … melebihi diri ini. Kau pasti tau, cinta yang berlebihan, akan merasakan sakit yang tidak tertahankan jika terluka.""Nit!" Bayu meremas kedua tangan istrinya. "Aku khawatir nanti akan menyakitimu. Kau tau sifatku yang sewaktu-waktu bisa meledak. Aku tidak ingin bom

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status