Share

Penyelamat

Author: Si Nicegirl
last update Huling Na-update: 2025-03-17 13:07:13

"Kenapa menamparku?!" tanya Halwa sambil memegang pipinya.

Alih-alih menjawab wanita lainnya kembali menampar Halwa, kali ini mendarat di pipi kirinya.

"Apa salahku pada kalian?" tanya Halwa lagi, matanya sudah mulai kabur akibat dua tamparan keras di pipinya.

Ketiga wanita itu hanya tertawa, Halwa berteriak minta tolong sambil memegang jeruji besi itu, tapi tidak ada satupun yang peduli dan menolongnya.

Hingga pukulan demi pukulan ia terima dari ketiga wanita itu, hingga Halwa jatuh terduduk, ia menatap nanar ketiga wanita itu, wanita yang menyiksanya, yang ia yakini atas suruhan Edzhar.

Hanya pria itulah yang mampu melakukan semua ini, tidak ada yang mampu melawan perintahnya, mau seperti apapun Halwa berteriak minta tolong, semua pasti akan tetap diam, bahkan anginpun akan ikut membisu.

Air mata Halwa kembali mengalir, ia kembali terisak sambil menyembunyikan wajahnya di kedua lututnya. Ia tidak pernah membayangkan akan berada di dalam situasi seperti ini.

Merenggut kehormatannya secara paksa tidak membuat Edzhar puas, kini ia membayar wanita-wanita itu untuk menyiksa Halwa, menyiksanya atas dosa yang tidak pernah ia lakukan.

Seseorang menariknya hingga berdiri, dan yang lainnya menarik rambut panjangnya hingga kepala Halwa terdongak ke belakang,  

"Lepaskan! Somebody help me!" teriak Halwa meski terdengar sia-sia.

Belum juga hilang rasa sakit di kepalanya akibat jambakan wanita itu, wanita lainnya sudah mendaratkan tinjunya ke ulu hati Halwa, hingga membuatnya kehilangan kesadaran.

“Help me!!” teriak Halwa sambil terduduk dengan napas tersengal, keringat dingin sudah membanjiri tubuhnya, matanya membelalak lebar, ia benar-benar merasa ketakutan.

Kejadian dua bulan lalu benar-benar menyisakan trauma yang mendalam untuknya, tiada hari ia lewati tanpa bermimpi buruk tentang kejadian itu, atau tentang penyiksaan di ruang tahanannya.

"Kamu sudah sadar?" tanya suara lembut seseorang di sampingnya.

Dengan panik Halwa mengalihkan perhatiannya ke orang itu, alih-alih Edzhar, yang ia lihat malah sosok sahabat Edzhar, yang sedang duduk santai di salah satu sofa kulit di kamar ini.

"Vi ... Victor!" seru Halwa sambil beringsut di tempat tidurnya, ia merasa takut dengan kehadiran pria itu, sama halnya dengan ketakutannhya dengan kehadiran Edzhar.

"Tidak perlu takut, aku baru saja menyelamatkanmu," ujarnya dengan suara yang terdengar menenangkan.

"Menyelamatkan, Argghh!" pekik Halwa saat ia menggerakkan tangannya, dan ia baru menyadari perban yang membungkus lengannya itu.

Halwa kembali teringat pada usahanya untuk bunuh diri, dan juga penyebab dari tindakan putus asanya itu. Ternyata Tuhan memberikannya kesempatan untuk hidup lagi, entah ia harus merasa senang atau sedih.

"Kenapa kamu menyelamatkanku? Kenapa kamu tidak membiarkan aku dan calon anakku mati saja? Percuma kamu menyelamatkan kami, kalau pada akhirnya Edzhar akan membunuh kami juga," desah Halwa lirih.

Ia tidak pernah menyangka sedikitpun kalau Edzhar bisa bersikap begitu kejam padanya. Memfitnahnya, lalu memperkosanya, dan meminta tahanan lain untuk menyiksanya. Semua karena kesalahan yang sama sekali tidak ia lakukan.

"Edzhar tidak akan menemukanmu. Apa kamu tidak lihat di mana kamu berada sekarang?" 

Halwa memandang ke sekelilingnya, alih-alih berada di rumah sakit, ia malah berada di rumah entah milik siapa, rumah yang kemungkinan besar adalah rumah Victor.

"Di ... Dimana ini?" tanyanya.

"Penthouseku. Untuk sementara waktu kamu aman di sini, dan aku akan mengeluarkanmu dari kota ini setelah kesehatanmu kembali pulih," jawab Victor.

Halwa mendesah pelan sambil menundukkan kepalanya, bagaimana bisa keluar dari negara ini, passportnya saja masih ditahan Edzhar,

"Aku seorang narapidana, Vic. Aku tidak akan bisa keluar dari kota ini, tidak sampai Edzhar mencabut tuntutannya padaku ... "

"Kamu bukan lagi narapidana sekarang Halwa, kamu sudah bebas, dan aku yang membebaskanmu," jelas Victor.

"Membebaskanku? Bagaimana bisa? Dan kenapa kamu mengambil resiko dengan menentang Edzhar? Sahabatmu sendiri?" tanya Halwa dengan napas tercekat.

Siapapun yang berani menentang Edzhar, pria itu akan langsung menghabisinya, dan Halwa tidak mau seseorang harus terluka atau dihancurkan perusahaannya, hanya karena membantu Halwa. Termasuk juga pria yang sekarang berada di depannya ini.

"Harus ada di antara kami yang melakukan itu, atau Edzhar akan terus menggila dan menyalahkanmu untuk semuanya. Aku tidak mau Edzhar mengambil keputusan yang salah, yang pada akhirnya akan membuatnya menyesal seumur hidupnya," jawab Victor dengan nada santai,

"Dan kamu tenang saja, karena aku merahasiakan identitas penjamin kebebasanmu itu, Edzhar tidak akan mengetahuinya, mau sekeras apapun usaha Asistennya Yas untuk mengorek informasinya," lanjutnya.

"Terima kasih," desah Halwa lirih, air matanya kembali berlinang, ia tidak menyangka pada akhirnya ia terbebas dari siksaan itu, ia bukan lagi narapidana, dan yang terpenting ia dapat menyelamatkan bayi di dalam kandungannya.

Teringat akan tindakan nekatnya yang nyaris saja merenggut nyawanya dan juga nyawa bayi tidak berdosa ini, Halwa kembali mendesah pelan. Ia akan membalas kesalahannya ini dengan memberikan cinta kasihnya yang tanpa batas pada anak ini nantinya.

"Aku sudah mengabari orang tuamu. Mereka sudah bersiap-siap, hanya tinggal menunggu instruksi dariku, dan kalian akan bertemu di tempat yang sudah aku tentukan." 

Halwa kembali terisak, Ia begitu merindukan kedua orang tuanya itu, "Mereka pasti mengkhawatirkanku," isaknya.

"Tidak lagi, Aku tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada mereka, aku hanya bilang kamu sedang tertimpa masalah di sini ... Nanti kamu saja yang menjelaskan pada mereka apa yang terjadi denganmu selama di sini, atau kamu tidak perlu menjelaskannya pun tidak masalah, semua terserah padamu." 

"Kenapa kamu baik sekali?" 

"Aku hanya tidak bisa membiarkan ketidak adilan berjalan begitu lama, sampai membuatmu ingin mengakhiri hidupmu. Kamu pasti sudah putus asa sekali saat itu. Dan aku tahu bukan kamu dalang dibalik kejadian tragis Tita, sedikitpun aku tidak percaya kamu bisa bersikap sekejam itu dengan sahabatmu ... "

"Terima kasih karena sudah mempercayaiku," isak Halwa.

Tapi kenapa? Kenapa Edzhar tidak sedikitpun mempercayainya? Pria itu bahkan menyiksanya lahir batin, tanpa menyelidikinya terlebih dahulu.

Dua bulan ... Dua bulan hidupnya bagai di neraka, karena pria itu, dua bulan masa mudanya terbuang dengan sia-sia.

Victor baru akan membuka mulutnya lagi ketika ponselnya berbunyi, dan nama Edzhar yang tertera di layar ponselnya.

"Edzhar!" seru Victor sambil meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya, mengisyaratkan Halwa untuk diam.

Bahkan hanya dengan mendengar namanya saja, sudah membuat Halwa ketakutan, reflek ia langsung memegang perutnya. Ia tidak akan bersuara sedikitpun, bahkan hanya untuk bernapas saja ia sudah terlalu takut.

"Ya!" sapa Victor.

"Ke tempat biasa, sekarang juga!" seru Edzhar.

"Ok." 

Victor langsung bangkit dari kursinya, lalu melangkah mendekati Halwa,

"Istirahatlah, pulihkan dirimu supaya bisa segera bertemu dengan orang tuamu," ujarnya sebelum melangkah keluar kamar.

"Vic," panggil Halwa ragu-ragu.

"Ya?" sahut Victor.

Apa aku bisa mempercayaimu? Itulah yang ingin Halwa tanyakan pada Victor, tapi lidahnya terasa kelu, kata-kata itu tidak mau keluar dari tenggorokannya,

"Hati-hati." hanya itulah yang bisa ia katakan pada akhirnya.

"Ya, kalau butuh sesuatu jangan sungkan-sungkan untuk meneleponku, kau lihat ponsel di atas meja itu ... "

Halwa mengalihkan perhatiannya ke atas meja kecil di samping tempat tidurnya, terlihat di sana sebuah ponsel keluaran terbaru, dan Halwa langsung mengangguk sambil kembali menatap Victor.

"Ada nomor ponselku di sana. Jangan ragu-ragu untuk meneleponku, Ok?"

"Iya, terima kasih, Vic."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Bonchap

    Pesta pernikahan itu di adakan di sebuah hotel bintang lima milik keluarga Covaz, yang kini berada langsung di bawah pengawasan Victorino yang mengelolanya dengan sangat baik. Tidak seperti pernikahan mereka sebelumnya, kali ini pesta pernikahan mereka di adakan secara besar-besaran, dengan semua media baik cetak, online maupun elektronik diundang untuk meliput pernikahan putra kedua dari salah satu bangsawan tertua di negara itu. Sekaligus memperkenalkan putra kedua yang selama ini disembunyikan identitasnya demi keamanannya itu kepada khalayak ramai. Juga mengumumkan kalau Victor kini akan ikut andil dalam bisnis keluarganya bersama dengan kakaknya, Victorino Duque de Neville. Pesta itu dihadiri berbagai macam kalangan, dari mulai pengusaha besar, artis dan model papan atas, hingga para pejabat tinggi yang tidak mau membuang kesempatan langka mereka untuk bertemu langsung dengan penerus ke

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Ending

    "Apa kamu senang, Sayang?' tanya Victor pada Lilian yang masih terus mengagumi dekorasi rofftop malam itu. "Aku jadi ingin membuat rooftop seperti ini, Vic. Kita bisa berbincang-bincang sambil menatap langit malam penuh bintang!" Lilian terlihat sumringah, dan sudah pasti Victor akan mengabulkan keinginan wanikta pujaan hatinya itu. Ia merapatkan dirinya pada Lilian saat berbisik, "Kita bisa main juga di rooftop itu, ya kan? Di tempat gterbuka seperti itu pasti rasanya akan jauh lebih nikmat lagi, karena adrenalin yang terpacu akan lebih besar." Lilian menjauhkan dirinya untuk menatap galak Victor, atau awalnya ia ingin menegur suaminya itu. Tapi alih-alih menegur Lilian malah terkikik geli karenanya, "Vic, kamu kenapa jadi seperti ini sih?" tanyanya. "Kamu tidak suka? Kamu lebih suka aku yang dulu? Aku yang mengacuhkan dan mengabaikanmu?"

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Halwa Cemburu

    Kalau pemandangan pagi hari yang disuguhkan dari rooftop hotel mereka adalah beraneka warna balon udara yang menghiasi langit, malam harinya rooftop itu menyuguhkan landscape Cappadocia yang diterangi dengan bermacam cahaya lampu dari rumah-rumah penduduk, hotel dan fasilitas umum lainnya. Mungkin jika di tempat lainnya cahaya lampu akan terlihat biasa, tapi tidak di Cappadocia yang terlihat seperti sebuah batu yang menyala karena cahaya lampu yang terpantul pada dinding-dinding yang terbuat dari batu itu. Dan entah karena setiap malam desain rooftop selalu berubah atau hanya khusus untuk malam ini saja, karena rooftop itu kini di desain dengan begitu indahnya layaknya desain sebuah pesta pernikahan, dengan banyaknya buket bunga dan taburan kelopak mawar merah di lantainya. "Apa kita salah masuk, Vic? Mungkinkah seseorang akan mengadakan pesta di sini?" tanya Lilian yang masih terus bergandengan tangan den

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Aku Maunya Kamu

    Meski balon udara yang mereka naiki berhenti lumayan jauh dari titik perhentian yang sang pilot rencanakan karena arah angin berubah, mereka tetap besyukur karena balon yang mereka naiki itu mendarat dengan aman. Karena menurut yang pernah Victor dengar ada balon udara yang salah landing di perkebunan seseorang hingga harus menabrak beberapa pohon, entah karena sang pilot yang kurang cakap dalam mengendalikannya, atau arah angin yang membawa balon udara itu ke arah pohon. Meski keranjang balon udara itu terlihat kokoh dan tidak akan menyebabkan masalah serius jika menabrak pohon, tapi Victor tetap waspada, dan yang pasti, Victor tidak pernah sekalipun melepas Lilian sampai balon udara yang mereka naiki itu berhasil mendarat dengan sempurna, meski beberapa kali istrinya itu berontak ingin melepaskan diri dari pelukannya. "Kamu terlalu protektif!" sungut Lilian smabil memberengut kesal. "Itu karena aku sangat mengkhawatirkanm

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Cappadocia

    Meski lokasinya lumayan jauh dari Istanbul, tapi landscape yang dipenuhi dengan perbukitan uniik di sepanjang mata memandang, membuat Halwa dan Lilian tak henti-hentinya berdecak kagum. Awalnya suami-suami mereka ingin mereka naik balon udara yang berbeda, tapi Halwa dan Lilian menolaknya. Mereka ingin menikmati keeksotisan Cappadocia itu bersama-sama, membuat Edzhar dan Victor memberengut kesal karenanya. Bagaimanapun juga, jika mereka naik di balon yang sama, tidak akan ada privasi untuk mereka. Sementara Edzhar dan Victor berniat mencium istri mereka saat balon udara itu telah mencapai ketinggian. "Aku tahu yang apa yang menyebabkan kerutan dalam di keningmu itu," bisik Victor sambil melihat Lilian dan Halwa yang masih asik menikmati pucuk-pucuk pilar batu raksasa yang terlihat mempesona. JIka dilihat dari ketinggian ini, bentuknya menyerupai kerucut, persis sekali dengan rum

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Kehilangan Kendali Diri

    "Selain pintar menghindar, sekarang kamu sudah mulai pintar mengalihkan pembicaraan juga yaa ... " kekeh Edzhar saat melepaskan c1uman mereka. Halwa membuka satu-persatu kancing kemeja Edzhar, "Aku belajar banyak darimu, Ed," akunya sambil menjatuhkan kemeja suaminya itu ke lantai. "Aku masih merindukanmu ... Dan aku hanya mau kita berdua saja sekarang di kamar ini, well mungkin dengan calon anak kita juga, karena kita belum bisa membujuknhya untuk bermain di luar," lanjutnya. Halwa memekik pelan saat tiba-tiba Edzhar membopongnya, "Aku mau mulai permainan itu sekarang!" serunya. "Iya, tapi turunkan aku dulu, aku bisa jalan sendiri, Ed." "Kamu harus menghemat tenagamu untuk berjaga-jaga kalau rasa mual itu kembali lagi. Jadi biar aku isi lagi tenagamu itu dulu!" elak Edzhar. "Ak

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status