Home / Romansa / Jerat Ambisi Penguasa Kejam / Iblis Berwajah Malaikat

Share

Iblis Berwajah Malaikat

Author: Si Nicegirl
last update Last Updated: 2025-03-17 13:00:20

Dua bulan kemudian ...

"Tuan, wanita itu di rawat di rumah sakit!" seru Yas pada Edzhar, yang sedang fokus melihat layar laptopnya.

"Wanita mana?" tanya Edzhar tanpa mengalihkan perhatiannya.

"Nona Halwa," jawab Yas.

"Kenapa bisa masuk rumah sakit? Saya sudah bilang kasih wanita itu pelajaran, tapi tidak perlu sampai masuk rumah sakit!" geram Edzhar.

"Nona Halwa hamil, Tuan." jelas Yas.

"Hamil? Wanita sialan itu hamil?”

"Ya, Tuan."

Apa Halwa sedang mengandung anakku? Halwa masih suci saat itu, dan aku langsung menjebloskannya ke dalam penjara, jadi tidak mungkin dia bersama dengan pria lain.

"Perintahkan untuk menghentikan sementara menyiksa batin wanita itu, sampai saya benar-benar yakin anak yang dikandungnya itu adalah benar anak saya!"

"Baik, Tuan."

"Segera siapkan mobil, sudah saatnya saya melihat wanita itu!”

Sejurus kemudian mereka sudah sampai di bangsal rumah sakit, terlihat Halwa dengan wajah pucat dan di penuhi dengan memar itu tengah tertidur pulas. Sesekali terdengar rintihan pelan dari bibirnya yang penuh luka sobek, seperti sedang menahan sesuatu, yang Edzhar bisa tebak, pastilah itu rasa sakit akibat penyiksaan dari teman sekamarnya.

Edzhar menatap sinis Halwa, merasa penderitaan wanita itu belum seberapa jika dibandingkan dengan penderitaan Tita, hingga kekasihnya itu memutuskan untuk bunuh diri.

Dengan dipenuhi perasaan kesal, Edzhar menggoyangkan kaki Halwa dengan kasar,  "Bangun!" serunya.

Pelan-pelan Halwa membuka matanya, dan langsung memekik ketakutan saat melihat Edzhar. Ia menarik selimutnya hingga bawah dagunya dan mencengkramnya dengan erat.

Sementara sorot matanya yang biasa terlihat berbinar ceria, kini tampak kuyu dan dipenuhi dengan bayangan kelam. Dua bulan yang menyiksa itu telah merubah Halwa yang cantik dan ceria, menjadi Halwa yang terlihat kusam dan menyedihkan.

"Ma ... Mau apa kamu ke sini?" tanyanya dengan suara serak sambil menarik-narik tangannya yang diborgol di ranjang rumah sakit itu.

"Apa ada pria lain yang bersamamu selain aku?" tanya Edzhar dingin, dengan sorot mata yang tidak terbaca.

"Apa maksudmu?" 

"Milik siapa itu?" tanya Edzhar lagi sambil menunjuk ke arah perut Halwa, sontak Halwa langsung memeluk perutnya, seolah-olah ingin melindunginya dari siapapun yang berniat menyakitinya.

‘Kalau aku bilang ini adalah anaknya, apa dia akan memisahkanku dengan anakku? Aku tidak akan sudi memberikan anakku pada iblis berwajah malaikat itu!’

"Bukan! Janin ini milik salah satu sipir penjara," jawab Halwa sambil memalingkan wajahnya.

Rasa takutnya pada pria itu menghilang, berganti dengan kekecewaan dan sakit hati, karena sekali lagi Edzhar tidak mempercayainya.

Edzhar tertawa hambar,  "Cih, apa kau pikir saya akan mempercayainya?" 

Halwa mengangkat bahunya lalu meringis pelan saat merasakan sakit, bahunya itu terkilir akibat ketiga wanita yang selalu menyiksanya itu, dan masih membengkak hingga sekarang.

"Aku menyerahkan tubuhku, supaya bisa mendapat makanan enak. Makanan narapidana terasa hambar."

Dan dalam hitungan detik, tangan Edzhar sudah berada di lehernya, menekan leher Halwa hingga ia kesulitan bernapas,

"Aku tidak menyangka kau akan bersikap serendah itu!" Geram Edzhar

"Semurah itu kau jual tubuhmu!" lanjutnya.

"Tuan, tahan diri anda! Nona Halwa bisa mati!" seru Yas.

Edzhar langsung menjauhkan tangannya, disusul dengan suara batuk Halwa, saat oksigen kembali masuk ke dalam paru-parunya.

Edzhar terus menatap Halwa dengan sorot matanya yang terlihat tajam itu, sorot mata yang siap membunuh, sorot mata yang dipenuhi dengan kebencian.

"Kenapa? Kenapa kau melakukan itu?" tanyanya.

Halwa balas menatap tajam mata Edzhar, sakit diseluruh tubuhnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan sakit hatinya. Halwa bukanlah orang yang mudah jatuh cinta, tapi sekalinya ia jatuh cinta, justru pada iblis bertopeng malaikat itu.

Hatinya sakit karena tidak sedikitpun pria itu mempercayainya, tidak saat Halwa menjelaskan kalau bukan Halwa yang menjebak Tita, tidak pula saat Halwa mengandung anaknya, dan pria itu dengan santai malah bertanya milik siapa anak ini?

"Kenapa tidak? Kehormatanku sudah hancur, dan aku butuh makan. Ketiga wanita itu selalu menghabiskan jatah makananku, setidaknya sipir itu bersikap lembut saat melakukannya, tidak sepertimu!" jawab Halwa santai.

Hatinya menjerit saat ia mengucapkan kebohongan itu. Tapi ia harus tetap melanjutkannya, atau ia bukan hanya kehilangan kehormatannya, tapi juga anaknya.

"Kau!"

"Tuan, kendalikan dirimu. Kita sedang berada di rumah sakit."  Yas kembali menenangkan Edzhar.

"Kirim dia kembali ke sel, dan lanjutkan lagi permainannya! Kali ini dengan lebih keras lagi sampai dia kehilangan anak itu! Supaya dia juga dapat merasakan, sakitnya kehilangan seseorang yang dia cintai!" perintah tegas Edzhar sebelum balik badan dan meninggalkan ruang rawat Halwa, dan Yas pun menganggukkan kepalanya, lalu mengekor di belakang Edzhar.

Ya Tuhan ... Pria itu benar-benar jelmaan iblis!

Halwa menggelengkan kepalanya untuk mengusir kenangan buruk itu dari ingatannya, tapi ia malah teringat akan ancaman Edzhar tadi, membuat dirinya diliputi oleh rasa takut. Ia tidak mau mengalami kesakitan itu lagi.

Membayangkan dirinya kembali ke sel dan kembali mendapatkan siksaan lagi, kali ini siksaan itu akan membuat dirinya keguguran, membuat Halwa kehilangan semangat hidupnya. Ia segera menekan tombol untuk memanggil perawat.

"May i help you?" tanya perawat yang datang dalam bahasa Inggris, karena mereka tahu, Halwa tidak bisa berbahasa Turki.

"I need to pee!" jawab Halwa.

"Wait a minute."

Perawat itu berbicara pada dua orang polisi wanita yang berjaga di depan pintu kamarnya, lalu salah satunya masuk dan membuka borgol sebelum menuntun Halwa ke toilet, kemudian berjaga di depan pintu toilet itu selama Halwa berada di dalamnya.

Halwa menatap pantulan dirinya di depan cermin kecil, wajah putih mulusnya kini dipenuhi dengan memar dan guratan kecil, bekas cakaran kuku ketiga wanita itu. Entah akan meninggalkan bekas permanent di wajahnya atau tidak.

Seluruh tubuhnya pun tidak jauh berbeda dengan wajahnya, kecuali area perutnya. Setelah mengetahui ia telat dari jadwal haidnya, Halwa sudah curiga kalau ia tengah hamil. Dan sejak saat itu, ia selalu menghindari perutnya dari pukulan wanita itu, hingga wajahnya yang menjadi imbasnya.

Halwa mwngusap lembut perutnya, "Maafkan Mommy, Sayang. Mommy sudah berusaha menjagamu, tapi kalau akhirnya kamu harus pergi karena siksaan itu, lebih baik kita pergi bersama-sama saja, yaa,” ujarnya lirih.

Dengan menggunakan jet shower washer, Halwa memecahkan kaca kecil itu, dan polisi wanita yang berjaga di depan pintu langsung menggedor-gedor pintunya, sambil berteriak memanggilnya, tapi Halwa mengabaikan mereka.

Ia mengambil pecahan kaca itu dan mulai mengarahkan ke nadi tangannya, air matanya yang mengenang di pelupuk matanya, mulai mengaburkan pandangannya.

Lalu sambil memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya, ia mulai mengiris tangannya, hingga ia merasa darah yang mulai membasahi tangannya, dengan bau khas darah yang memenuhi indera penciumannya.

Badan Halwa mulai melemah hingga ia jatuh terduduk, ia membuka kedua matanya saat kedua lengannya terkulai di sisi tubuhnya, dan matanya menatap kosong pada bayangan masa lalunya.

Bayangannya saat tertawa dan becanda dengan Tita, bayangan saat pertama kali bertemu Edzhar, lalu bayangan kedua orang tuanya, yang selalu menyambut kepulangannya dengan pelukan hangat mereka.

"Maafkan Halwa Ma … Pa ... " bisiknya lirih sebelum dunianya menjadi gelap, dan Halwa semakin hanyut ke dalam kegelapan itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Penyelamat

    "Kenapa menamparku?!" tanya Halwa sambil memegang pipinya.Alih-alih menjawab wanita lainnya kembali menampar Halwa, kali ini mendarat di pipi kirinya."Apa salahku pada kalian?" tanya Halwa lagi, matanya sudah mulai kabur akibat dua tamparan keras di pipinya.Ketiga wanita itu hanya tertawa, Halwa berteriak minta tolong sambil memegang jeruji besi itu, tapi tidak ada satupun yang peduli dan menolongnya.Hingga pukulan demi pukulan ia terima dari ketiga wanita itu, hingga Halwa jatuh terduduk, ia menatap nanar ketiga wanita itu, wanita yang menyiksanya, yang ia yakini atas suruhan Edzhar.Hanya pria itulah yang mampu melakukan semua ini, tidak ada yang mampu melawan perintahnya, mau seperti apapun Halwa berteriak minta tolong, semua pasti akan tetap diam, bahkan anginpun akan ikut membisu.Air mata Halwa kembali mengalir, ia kembali terisak sambil menyembunyikan wajahnya di kedua lututnya. Ia tidak pernah membayangkan akan berada di dalam situasi seperti ini.Merenggut kehormatannya s

    Last Updated : 2025-03-17
  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Halwa Bebas?

    "Ya, kalau butuh sesuatu jangan sungkan-sungkan untuk meneleponku, kau lihat ponsel di atas meja itu ... "Halwa mengalihkan perhatiannya ke atas meja kecil di samping tempat tidurnya, terlihat di sana sebuah ponsel keluaran terbaru, dan Halwa langsung mengangguk sambil kembali menatap Victor."Ada nomor ponselku di sana. Jangan ragu-ragu untuk meneleponku, Ok?" "Iya, terima kasih, Vic.""Ah, ya. Jangan menghubungi orang tuamu dengan ponsel itu, takutnya Edzhar nanti akan melacaknya saat dia tahu kamu sudah bebas dan keluar dari Turki.""Iyaa ... ""Dan jangan khawatir, aku tidak akan memberitahu Edzhar," ujarnya seolah mengerti apa yang sedang di khawatirkan Halwa saat ini."Terima kasih," ucapnya lagi"Istirahatlah, aku tidak akan lama ... " Dan setelah Halwa mengangguk, Victor kembali melangkahkan kakinya keluar dari kamar itu. Halwa tidak dapat menghentikan air matanya, ia terharu dengan kebaikan Victor yang mau membebaskannya dari neraka itu, juga menyelamatkan nyawanya dan ju

    Last Updated : 2025-03-17
  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Cinta Pada Pandangan Pertama

    Setahun yang laluHalwa dan Tita duduk di barisan kursi terdepan, mereka terpisah dari teman-teman satu fakultasnya, untuk memudahkan prosesi wisuda, karena mereka termasuk wisudawan berprestasi.Tepat pukul delapan, rektor dan jajaran rektorat masuk dan duduk di tempat yang sudah disiapkan untuk mereka.Setelah semua rektor dan jajarannya sudah menempati posisi mereka masing-masing, pemimpin paduan suara keluar dari barisannya, disusul dengan suara MC yang meminta seluruh peserta untuk menyanyikan lagu kebangsaan secara bersama-sama.Hingga akhirnya nama-nama wisudawan yang berprestasi dari tiap fakultas, dipanggil satu persatu untuk naik ke atas panggung, untuk menerima ijasah langsung dari rektor.Tempat duduk mereka yang berada di barisan terdepan dekat panggung, membantu prosesi berjalan sangat cepat dan mulus, hingga akhirnya MC menyebut nama Halwa."Aira Halwatuzahra!" "Semangat!" seru Tita sambil meremas tangan Halwa sebelum ia berdiri dan naik ke atas panggung.Dengan arahan

    Last Updated : 2025-03-17
  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Kosong

    Turki, negara transkontinental, satu negara seribu rasa. Negara yang penuh dengan kekontrasan, tempat bertemunya tradisi Timur dan Barat, dimana pemandangan reruntuhan dan bangunan kuno bersanding dengan dunia modern, serta kehidupan sekuler dan religius yang berjalan berdampingan. Negara yang ingin sekali Halwa kunjungi, itu makanya ia tidak menolak saat Tita mengajaknya ke negara ini, untuk merayakan ulang tahun kekasihnya, Edzhar. Kini, nyaris tiga bulan Halwa berada di negara ini, dan sekarang adalah malam terakhirnya di negara ini.Halwa menatap ke luar jendela kamarnya, menatap nanar ke pemandangan kota Istanbul ini, yang pamornya tak kalah impresif dibandingkan dengan ibu kota Turi, Ankara. Satu-satunya kota di dunia yang berada di dua benua. Hanya dengan menaiki kapal ferry, kita sudah bisa berpindah dari Benua Asia ke Benua Eropa."Kamu sudah siap?" tanya Victor.Halwa balik badan menghadap pria yang sudah menyelamatkannya itu, "Ya," jawabnya, lalu melangkah mundur saat Vic

    Last Updated : 2025-03-28
  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Depresi

    Halwa sudah membayangkan kalau pertemuannya dengan kedua orang tuanya akan mengharu biru. Tapi ternyata lebih dari itu.Kini Halwa terduduk di lantai, dengan kepalanya yang ia rebahkan di atas pangkuan mamanya, dengan papanya yang duduk di sebelahnya, yang tangan tuanya kini sedang mengusap lembut kepala Halwa.Segala kepahitan dan penderitaan hidupnya selama tiga bulan ini, Halwa curahkan semuanya kepada kedua orang tuanya itu, sambil sesengukan ia menceritakan semuanya, tidak ada satupun yang ia sembunyikan."Aku sudah hancur sekarang, Ma, Pa. Pria itu sudah menghancurkan masa depanku," isak Halwa, airmatanya masih terus membasahi celana pajang mamanya.Orang tua mana yang tidak akan bersedih mendengar nasib malang yang menimpa putrinya, tidak terkecuali dengan mama dan papanya Halwa.Halwa dapat merasakan tetesan air mata mamanya yang jatuh ke kepala Halwa, tapi Halwa tetap bergeming, ia tetap merebahkan kepalanya di atas pangkuan mama

    Last Updated : 2025-03-28
  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Kenangan Yang Berbahaya

    "Kenapa aku harus ke Psikiater?" tanya Halwa keesokan harinya. Mama merangkul pundak Halwa, "Untuk membantumu supaya lebih cepat pulih dari trauma itu, Sayang. Dan bukan di sini, kamu akan memulai konsultasi saat sudah berada di Spanyol nanti," jawabnya. "Dimana Victor? Aku belum melihatnya pagi ini?" tanya Halwa. "Dia dan Papa sedang mengurus dokumen kepindahan kita. Beruntung kamu menemukan pria sebaik dia Aira," jawab mama sambil merapikan rambut Halwa, "Mau Mama kuncir?" tanyanya dan Halwa menganggukkan kepalanya. Kini ia tidak bisa mengangkat tangan kirinya tinggi-tinggi, bahkan hanya sekedar untuk mengikat rambutnya. Akibat dari tendangan keras di bahunya hingga menyebabkan tulang lengan atas bergeser dari soket bahunya. "Tunggu sebantar, Mama ambil sisir dan ikat rambut dulu," ujar mamanya sambil berdiri, lalu melangkah ke dalam kamar Halwa. Bosan hanya duduk-duduk saja sejak tadi, Halwa melangkahkan kakinya dengan pelan ke halaman rumahnya. Desanya ini berada d

    Last Updated : 2025-03-28
  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Jebakan

    Desa Albarracin, Spanyol. Salah satu desa terindah di dunia. Desa yang menyajikan panorama abad pertengahan yang sangat kental, rumah-rumah di desa ini rata-rata dibangun di atas bukit, dengan material-material yang ringan, begitu juga dengan rumah peristirahatan Victor ini. Dari jendela kamarnya Halwa dapat melihat ke sekeliling desa itu, dan ia merasa seperti tinggal di abad pertengahan, dengan banyaknya benteng batu yang menghiasi sudut kota, dan bukit-bukit tandus yang mengelilingi desa yang berada di wilayah tengah Aragon ini, meski demikian udaranya terasa sejuk. Di gang-gang sempit desa ini terdapat jalur-jalur yang berliku, yang mengarah ke menara-menara batu kuno, istana-istana dan juga kapel-kapel, serta situs bersejarah lainnya. "Kamu tidak istirahat, Aira?" tanya mama, "Tidurlah sebentar, kamu tidak tidur selama di pesawat." Halwa "Aku takut, Ma. Aku selalu merasa ketakutan saat akan beranjak tidur. Aku takut mimpi buruk lagi," jawab Halwa. "Besok Victor akan men

    Last Updated : 2025-03-28
  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Jangan Sakiti Mereka

    Dengan kedua telapak tangan bersandar pada kaca besar ruang kerjanya, Edzhar terlihat seperti sedang menikmati pemandangan ibu kota, yang dipenuhi dengan gedung-gedung bertingkat, dan kendaraan yang padat merayap. Tapi sebenarnya pikirannya sedang tersita pada sosok wanita yang ia cari-cari selama ini. Sudah satu bulan lebih anak buah Edzhar belum bisa menemukan keberadaannya, Halwa. Wanita yang sudah menyebabkan kekasihnya bunuh diri. Kedua matanya masih menyala-nyala dengan api dendam. Ia belum puas memberi pelajaran pada wanita itu, tapi seseorang telah berhasil mengeluarkannya dari dalam penjara. Edzhar selalu bertanya-tanya di dalam hatinya, siapa sosok yang sudah berani menantangnya itu? Dan sampai kini pun ia belum menemukan para pria yang sudah melecehkan kekasihnya itu. Semua yang terlibat di dalam insiden itu seperti menghilang di telan bumi, termasuk Halwa. "Sampai aku bisa menemukanmu, habis kau Halwa!!" geram Edzhar sambil mengepalkan kedua tangannya. Sesaat kemudian

    Last Updated : 2025-03-28

Latest chapter

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Dilema

    "Bisa kita bicara di kamarmu, Neya?" tanya mommy Rycca.Anne Neya melirik sekilas Edzhar yang masih termenung di balkon sambil melihat icon Paris itu, sebelum akhirnya mengangguk."Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanyanya setelah menutup pintu kamarnya."Aku yang telah membocorkan pertunangan Halwa denganputraku pada Edzhar," aku mommy Rycca sambil duduk salah satu sofa santai yang berada di dalam kamar itu.Sambil mengerutkan keningnya, anne Neya bergegas menghampiri dan duduk di sofa sebelahnya,"Jadi kamu yang mengirim pesan itu? Kenapa?" tanyanya lagi.Mommy Rycca mengurut keningnya sambil menyandarkan punggungnya di sofa, ia pun masih tidak habis pikir dengan tindakan impulsifnya itu,"Entahlah ... " hanya itu jawaban yang keluar dari mulutnya."Jangan bilang kamu sebenarnya tidak merestui hubungan putramu dengan Halwa?" tebak anne Neya sambil menyipitkan kedua matanya.Melihat sahabatnya yang tida

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Apa Aku Egois?

    Kontak skin to skin, dan dekapan lembut Halwa itu memiliki efek psikologis menenangkan, dan memberikan rasa nyaman pada Vanessa, hingga putrinya itu pun tidur dengan sangat nyenyaknya.Ibu dan anak itu sama-sama tertidur lelap hingga Halwa terbangun karena sentuhan tangan lembut seseorang di pipinya,"Anne ... " sapa Vanessa saat Halwa membuka kedua matanya.Selama ini Vanessa hanya bisa melihat foto-foto Halwa yang terpajang di rumahnya saja. Dan saat bisa melihat Annenya itu secara langsung, membuat anak itu terlihat ragu-ragu, antara Halwa nyata ada atau hanya ia bermimpi seperti biasanya saja.Kedua bola matanya seketika berkaca-kaca saat melihat senyum hangat Halwa,"Hai, cantik ... " sapa Halwa dengan suara parau, dan seketika itu juga tangis Vanessa pecah,"Anne ... Anne ... " isaknya sambil memeluk erat Halwa, seolah-olah takut kalau ia melepasnya Halwa akan kembali menghilang."Iya, Sayang. Ini Anne ... " ujar

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Tolong Beri Satu Kesempatan Lagi

    Edzhar menahan pintu kamar tempat Vanessa tertidur, dengan plester kompres demam yang menempel pada keningnya. Dengan langkah pelan dan kedua mata yang sudah dibanjiri air matanya itu, Halwa mendekati putrinya yang entah kenapa terlihat rapuh itu,"Vanessa ... " gumamnya lirih.Halwa nangis sesengukan sambil berlutut di samping tempat tidur Vanessa, tangannya yang gemetar meraih tangan mungil putrinya itu, yang terlihat jauh lebih kecil dari tangan putranya, Edson."Vanessa, putriku ... " desahnya sambil menciumi punggung tangan putrinya itu yang masih terasa hangat.Ia menempelkannya di pipinya, merasakan hawa panas yang mengalir dari telapak tangan Vanessa ke pipinya. Sementara tangan lainnya membelai lembut rambut putrinya itu.Tadi di sepanjang jalan Halwa sudah menyiapkan dirinya untuk tidak nangis, untuk terus terlihat kuat saat bertemu dengan putrinya nanti. Karena seorang anak bisa merasakan juga kesedihan ibunya, terutama anak ba

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Pertemuan Halwa dan Vanessa

    "Membicarakan apa? Menjelaskan apa?" tanya Halwa bingung."Vanessamu dan Edzhar masih hidup, Ay ... "Halwa mengerutkan keningny, ia merasa sangat bingung, luar biasa bingung. Ia menatap penuh mata tunangannya itu,"Vic, jangan becanda ini tidak lucu!" keluhnya.Meski bibirnya mengeluarkan keluhan itu, jantungnya mulai berdebar dengan sangat cepat selama ia menunggu balasan dari tunangannya itu."Apa aku terlihat tengah becanda, Ay? Apa aku pernah becanda jika menyangkut orang yang aku kasihi? Yang kamu sayangi?" tanya Victor dengan nada lembut, tidak sedikitpun ia marah dengan kecurigaan Halwa padanya.Halwa menggelengkan kepalanya, ia munduru beberapa langkah ke belakangnya,"Itu tidak mungkin ... Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri vanessaku itu sudah tidak bernapas, Vic!" sangkalnya, ia menangkup mulutnya dengan kedua mata yang membola,"Itu tidak mungkin ... " lanjutnya, air mata mulai membasahi kedua

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Vanessamu dan Edzhar Masih Hidup

    "Poppa ... Aku punya dedek!" pekiknya dengan riang dan Victor mengangguk, ia pun menghapus air mata di sudut matanya. Ia dan juga sahabatnya yang lain, sama terharunya saat melihat pertemuan ayah dan anak itu yang mengharu biru. Edson kembali ,mengalihkan perhatiannya ke Edzhar, "Jadi kapan aku bisa ketemu sama dedek Vanessa?" tanyanya dengan nada tidak sabar. "Secepatnya ... " jawab Edzhar. Ia tidak bisa menjanjikan kapannya, karena ia juga belum tahu Halwa bersedia bertemu dengannya atau tidak. Tapi seandainya pun Halwa tidak mau bertemu dengannya, ia akan tetap mempertemukan Edson dengan saudarinya, meski putranya itu tidak mengetahui kalau Vanessa adalah adik kandungnya. Edzhar mengangkat dan menggendong Edson, lalu beralih menatap Victor, "Apa Halwa bersedia bicara denganku?" tanyanya. "Satu-satu, Ed. Membawa Edson padamu saja sudah membuatku d

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Pelukan pertama

    Edson baru akan menghampiri Victor ketika Halwa menggendongnya, dan tanpa repot basa-basi lagi, ia langsung membawa putranya itu kembali masuk ke dalam Villa. "Aku akan bicara dengan Aira sebentar!" seru Victor lalu berdiri dan segera menyusul tunangannya itu. "Ay, tunggu Ay!" Halwa menghentikan langkahnya, ia memberikan tatapan dongkolnya pada Victor, "Kenapa pria itu masih berada di sini? Kenapa kamu bersikap baik padanya?" cecarnya. "Kalian di sini rupanya? Tamu-tamu sudah mencari kalian, ayo ke belakang lagi!" seru mama sambil menarik lengan Halwa. "Poppa ... " rengek Edson mengangkat kedua tangannya minta digendong Victor. "Berikan Edson padaku, kamu temani tamu-tamu saja terlebih dahulu yaa," bujuk Victor. "Sebentar, Ma. Ada yang ingin aku bicarakan pada Victor dulu," ujar Halwa sambil melepaskan lengannya dari genggaman mamanya itu. "Tapi tamu-tamu ... "

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Kenapa Merahasiakannya?

    "Jadi insiden kapal pesiar itu sengaja direncanakan Tita untuk menjebak Aira?" tanya Victor setelah Edzhar selesai menceritakan semuanya.Tragedi itulah awal dari penderitaan Halwa. Ia lolos dari perangkap jahat Tita, tapi malah jatuh ke dalam jerat Edzhar. Victor yakin betul, saat mengetahui semua kebenaran itu, pasti Edzhar tersiksa oleh rasa bersalahnya.Bagaimana tidak? pria itu dengan kejam telah melakukan hal buruk pada Halwa, membuat Halwa tersiksa lahir dan batin, menjadikan dua bulan hidup wanita itu laksana berada di dalam neraka."Ya ... Kalian pasti menertawakan kebodohanku, ya kan? Tertawa dan hina saja aku, kalian tidak salah, aku memang terlalu mudah dibodohi wanita itu," desah Edzhar sambil menatap sendu satu-persatu sahabatnya itu."Tidak ada satupun dari kami yang akan menertawakanmu, Ed. Di banding orang lain, kami yang paling tahu betapa pandai dan cakapnya kau dalam hal apapun, ya kecuali dalam hal asmara. Kau pintar dengan se

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Vanessa Masih Hidup

    "Halwa ... " panggil seseorang dari arah belakangnya, membuat langkah Halwa terhenti.Aroma yang pernah sangat Halwa kenali dulu menyeruak masuk memenuhi indra penciumannya, membuat Halwa seolah-olah Tersihir hingga punggungnya seketika itu juga membeku."Aku sangat merindukanmu," ujar Edzhar setelah sampai di samping Halwa."Edzhar ... " desah Halwa. Ia menatap penuh wajah yang tidak pernah ia lihat lagi selama tiga tahun ini, lalu hatinya kembali merasa sakit, hingga Halwa bergegas meninggalkannya.Halwa berpikir setelah bertahun-tahun terlewati, ia akan bisa menatap Edzhar tanpa merasakan kesakitannya yang dulu, dan menganggap pria itu layaknya sahabat Victor yang lainnya.Tapi ternyata ia salah ... Cukup melihat wajah itu satu kali, dan luka di hatinya langsung kembali terbuka lebar. Pria itu adalah sumber dari segala kesakitannya."Halwa tunggu!" cegah Edzhar sambil menahan lengannya."Lepas, Ed!" teriak Halwa samb

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Pesta Pertunangan 2

    Pagi itu seperti biasa, selesai sarapan pagi Edzhar mengajak Vanessa main di halaman belakang. Membiarkan putrinya itu berlarian kesana-kemari mengejar kupu-kupu, sambil terus mengawasinya. Tidak lama kemudia terdengar notif pesan singkat di ponselnya, kedua matanya membulat saat membaca pesan singkat itu. 'Besok pagi Halwa dan Victor akan bertunangan di Paris. Tepatnya di X Villa!' Edzhar segera menghubungi nomor asing itu, tapi tidak tersambung, sepertinya siapapun yang memberi informasi ini menggunakan nomor sekali pakai untuk menghubunginya. "Yas!" teriak Edzhar, lalu menatap suster Mia, "Kamu, jaga Vanessa sebentar!" serunya dan suster Mia mengangguk. "Ya, Tuan?" "Majukan jadwal ke Parisnya hari ini! Halwa dan Victor akan bertunangan besok!" perintahnya. "Bertunangan? Anda kata siapa, Tuan?" tanya Yas. Alih-alih menjawab, Yas malah menyerahkan p

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status