Halwa tergelak saat Edzhar mengejarnya dan memekik pelan saat pria itu berhasil menangkapnya, "Mau lari ke mana, Aşkım?" tanya Edzhar dengan senyum penuh kemenangan, lalu menciumi pipi hingga turun ke leher Halwa.
"Ed! Jangan di sini!" protes Halwa dengan nafas terrngah.Edzhar langsung membopong Halwa, "Di kamar kalau begitu!" serunya sambil melangkah mantap ke dalam rumah, tanpa menyadari ada seseorang yang tengah duduk di ruang tamu mereka."Ed ... " sapa orang itu, membuat punggung Edzhar menjadi kaku seketika.Perlahan Edzhar balik badan ke arah suara itu, kini bukan hanya Edzhar yang matanya membesar saat melihat orang itu Halwa juga, ia langsung menangkup mulutnya dengan kedua tangannya."Tita!" pekik Edzhar dan Halwa secara bersamaan.Wanita itu terlihat kacau, dengan perutnya yang membuncit, serta air matanya yang mengalir keluar dari kedua matanya itu."Ed ... " isaknya sambil sesengukan karena tangisannya, j"Bahkan mereka telah membuatmu hamil seperti ini!" geramnya."Milikmu ... " desah Tita lirih."Apa maksudmu?""Yang tengah aku kandung ini adalah anakmu, Ed," ungkap Tita.Edzhar mundur beberapa langkah ke belakang, matanya menatap Tita dengan tatapan tidak percaya. Pun demikian dengan Halwa, ia menangkup mulutnya untuk menahan pekikannya. Pengakuan Tita itu seperti menaburkan garam di atas luka hatinya."Ba ... Bagaimana bisa?" tanya Edzhar tergagap, ia melirik Halwa yang tengah menatap mereka dengan sorot mata terluka, lalu segera menghampirinya, dan meremas kedua tangan Halwa yang ia satukan di atas pangkuannya,"Aşkım, aku ... ""Apa kamu lupa kita melakukan itu satu hari sebelum kamu kembali ke Turki? Tiga minggu sebelum hari ulang tahunmu!" potong Tita tajam, perhatian Edzhar kini kembali lagi padanya."Sebenarnya kedatanganku ke Turki selain ingin merayakan ulang tahunmu, juga untuk memberitahumu mengenai
"Di mana istri saya?" tanya Edzhar saat melihat asisten rumah tangganya yang membawakan minuman alih-alih Halwa."Nyonya tadi mengeluh pusing, dan mau istirahat di kamar dulu katanya, Tuan."'Halwa sakit?'Merasa khawatir, Edzhar berdiri dari pinggir tempat tidur yang tengah ia duduki tadi, baru saja kakinya melangkah ketika Tita kembali berkata,"Mama dan Papa mengusirku!" lirihnya, seketika Edzhar menghentikan langkahnya, ia kemmbali balik badan menghadap Tita,"Apa maksudmu?""Tidak lama setelah aku terbebas aku menghubungi mereka, aku menceritakan semua kesialan yang menimpaku, alih-alih bersimpati padaku mereka malah mengusirku."Tangis Tita kembali pecah, ia menangis tersedu-sedu hinga air matanya kembali membasahi bantalnya."Tidak mungkin! Aku tahu betapa khawatirnya mereka padamu, mereka yang hingga kini tidak pernah putus asa mencarimu. Dan setelah mereka mengetahui kamu masih hidup, rasanya mustahil m
Sesuai dengan dugaannya, keesokan paginya Halwa terbangun dengan lengan Edzhar yang tengah memeluknya. Entah jam berapa suaminya itu kembali ke kamar ini, Halwa tidur terlalu lelap hingga tidak menyadarinya.Leher belakang Halwa terasa hangat karena napas lembut Edzhar, yang berarti suaminya itu masih tertidur. Untuk sesaat Halwa membiarkan posisi forward bear ini lebih lama lagi, ia selalu menikmati saat-saat seperti ini. karena dengan posisi seperti itu ia merasa istimewa, ia merasa terlindungi dan dicintai. Rutinitas harian mereka ini sudah berlangsung selama tiga bulan sekarang, meski posisi forward bear ini sebenarnya adalah posisi tidur yang paling disukai Edzhar, karena pria itu dapat dengan bebas menyentuh seluruh tubuh Halwa.Dan saat mengingat kembali kehadiran sahabatnya itu di rumah ini, membuat Halwa menghela napas panjang. Berapa lama mereka berduaan saja di dalam kamar itu? Apa mereka melepas kerinduan? Apa Edzhar masih mencintai wanita itu
"Kamu tidak perlu menamparku, Wa. Cukup bicarakan baik-baik saja padaku," lanjutnya membuat kerutan di kening Halwa semakin dalam,"Aku ti ... ""Ed!" jerit Tita sambil berlari melewati Halwa, membuat Halwa langsung balik badan dan melihat Tita yang tengah memeluk Edzhar.Kini ia mengerti, kenapa Tita tiba-tiba berubah menjadi lembut seperti itu, ternyata wanita itu telah menyadari kehadiran Edzhar."Halwa menamparku, Ed! Padahal aku cuma ingin menyiapkan sarapan pagi kesukaanmu itu," isak Tita sambil terus memeluk Edzhar, Halwa benar-benar muak melihat aktingnya itu."Benarkah itu, Wa?" tanya Edzhar.Alih-alih menjawab Halwa malah melipat kedua lengannya di depan dadanya,"Aku tidak mau menjawabnya, kamu bisa melihatnya sendiri ada tidaknya memar pada permukaan kulitnya, serta bengkak pada jaringan dibawah kulitnya, atau dislokasi pada sendi rahangnya akibat dari tamparanku!" seru Halwa sebelum melangkah meninggalkan me
Sementara Halwa dan Edzhar tengah menikmati babymoon dadakan mereka, Tita tengah berjalan mondar-mandir di kamarnya, sejak siang tadi ia menunggu Edzhar dan Halwa yang belum juga kembali, entah sedang berada di mana mereka sekarang.Tita kembali menghubungi nomor ponsel Edzhar yang ia dapat dari salah satu pengawalnya yang berhasil ia ancam tadi, tapi tidak aktif. Begitu juga dengan ponsel Halwa, keduanya sama-sama tidak mengaktifkan ponsel mereka, dan itu membuat Tita semakin dipenuhi dengan amarah."Sial kau Ed! Beraninya kau mengabaikanku demi Halwa!" geramnya sambil menjatuhkan semua yang berada di atas meja nakas di samping tempat tidurnya, termasuk juga lampu tidurnya."Dan kamu, Wa! Jangan harap kamu bisa menang dariku lagi!"Tita semakin membenci sahabatnya itu, atau ia yang berpura-pura menjadi sahabat Halwa. Wanita itu selalu saja lebih unggul segalanya dari Tita. Dari mulai orang tuanya yang perhatian padanya, maupun dari nilai akademis
"Kurang dari dua bulan lagi kamu akan melahirkan, apa kamu sudah menyiapkan nama untuk putra dan putri kita ini, Aşkım?" tanya Edzhar sambil mengelus lembut perut Halwa. Wanita itu tengah berbaring di sofa panjang di balkon kamar mereka yang menghadap langsung ke laut hitam, dengan paha Edzhar sebagai bantalan kepalanya, sambil menatap taburan bintang-bintang yang menghiasi langit malam itu. Semilir angin yang menghembus lembut, seolah menina bobokan Halwa, membuatnya setengah mengantuk di tengah percakapan mereka. "Belum, kamu?" Halwa balik nanya. "Apa kita tetap menunggu orang tua kita yang memberikan nama untuk anak-anak kita ini?" "Terserah kamu, Ed." "Kalau terserahku, aku mau putra kita bernama Edson untuk nama tengahnya, terserah untuk nama depannya." "Edson?' "Ya Edson, kependekan dari Edzhar son." "Aaah, aku mengerti, lalu apa nama tengah u
Halwa terbangun saat merasakan hembusan hangat napas Edzhar di pipinya ketika suaminya itu mengecupnya. Halwa yang semula berbaring miring, kini terlentang sambil merenggangkan badannya dan menguap lebar."Maaf membuatmu terbangun, Aşkım. Tidurlah lagi aku tahu kamu masih lelah," ujar Edzhar sambil tersenyum lembut.Dengan kedua matanya yang masih terasa berat untuk membuka, Halwa melirik jam di dinding kamarnya, Semalam setelah mendapatkan telepon dari Yas, Edzhar dan Halwa langsung kembali ke rumah ini, membuat Halwa kurang tidur."Baru jam enam, Ed. Kenapa pagi-pagi sekali kamu ke kantornya?" tanyanya.Edzhar duduk di sisi tempat tidur, lalu meletakkan telapak tangannya di atas perut Halwa, "Seperti yang aku jelaskan semalam, Aşkım. Ada sedikit masalah di perusahaanku. Dan aku memilih untuk memajukan rapat direksinya pagi-pagi sekali, supaya sebelum makan siang aku sudah bisa pulang dan mengajakmu makan siang di luar," jawabnya.
Tidak mau berada terlalu dekat dengan Tita membuat Halwa perlahan-lahan mundur, hingga punggungnya menyentuh dinding kamarnya, dan Tita memanfaatkannya dengan menekan leher Halwa,"Sepertinya aku harus menyingkirkanmu selamanya!" desisnya dengan tatapan keji, tidak mempedulikan lagi Halwa yang sudah mulai kesulitan bernapas itu."Ti ... Ta ... " Halwa mencoba bicara tapi tekanan tangan Tita malah bertambah kencang menekan lehernya, dengan sisa tenaga terakhirnya Halwa menepis tangan Tita, lalu mendorongnya hingga Tita mundur beberapa langkah ke belakangnya.Sambil terus bersandar pada dinding dan terbatuk-batuk, badan Halwa merosot hingga terduduk di lantai, begitu juga dengan Tita, wanita itu langsung terduduk sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya, isak tangisnya memenuhi kamar Halwa."Maafkan aku ... Kenapa kita jadi seperti ini, Wa?" tanya Tita di sela isak tangisnya."Kamu tahu kan kalau aku begitu mencintai Edzhar.
Halwa terjaga dari tidurnya saat sayup-sayup terdengar suara tangisan anak kecil, membuatnya seketika itu juga terjaga sepenuhnya.Ia merasa lega saat melihat Edson masih ada, dan dadanya berdegup kencang saat tahu Vanessa tidak ada di sisi satunya lagi.Dengan cepat Halwa melompat turun, lalu menghidupkan lampu kamarnya. Perutnya terasa mencelos saat ia melihat Vanessa yang tengah duduk di samping pintu kamar sambil memeluk kedua lututnya tempat wajahnya menempel, membuat rambut panjangnya menutupi sebagian kakinya."Vanes ... " panggil Halwa dengan lembut sambil mendekati putrinya itu.Tapi Vanessa menghindar saat Halwa menyentuhnya,"Anne bohong ... Baba bohong ... " isaknya tanpa mengangkat kepalanya dari lututnya.Halwa merasakan hujaman menyakitkan di hatinya saat putrinya bukan hanya tidak mau ia sentuh, tapi juga tengah marah padanya.Ia tahu, saat ini Vanessa pasti sedang kecewa, karena Babanya tidak kunjung dat
"Amma ... Poppa!!" teriak Edson, anak itu langsung lari keluar villa saat melihat Halwa dan Victor yang baru saja turun dari mobil.Victor bergegas menghampiri Edson ketika langkah anak itu terhenti saat melihat Halwa yang kembali berpaling ke dalam mobil untuk menuntun Vanessa turun."Edson, Dedek Vanessa sudah datang, ayo sambut dia!" seru Victor.Untuk sesaat, baik Edson maupun Vanessa saling bertukar pandang, sebelum akhirnya Edson yang terlebih dahulu menghampirinya,"Dede Vanes udah sembuh?" tanya Edson.Vanessa mengangguk, lalu melepaskan tangannya dari Halwa, "Kak Eson?" tanyanya.Lalu tiba-tiba Edson memeluk adikknya itu dengan erat, "Iya ... " jawabnya.Halwa memandang penuh haru ke arah Vanessa dan Edson yang telah terpisah selama tiga tahun itu. Delapan bulan mereka selalu bersama di dalam kandungan Halwa, yang terpisah beberapa saat setelah dilahirkan karena tangan-tangan jahat yang memisahkan mer
"Kamu bicarakan dulu berdua sama Edzhar, yaa ... " bujuk Victor setelah menceritakan niat Edzhar tadi."Tapi, Vic ... ""Ay ... Bagaimanapun juga kalian harus tetap membahas masalah pengasuhan Edson dan Vanessa. Daripada terus menundanya lebih baik kalian selesaikan sekarang, biar kalian sama-sama enak."Halwa mendesah pelan, ia melirik Edzhar yang tengah berbincang serius dengan anne Neya, sementara Vanessa sedang disuapi suster Mia."Aku takut Edzhar akan membujukku lagi seperti semalam, Vic.""Ya, Edzhar sudah mengatakannya padaku. Dan kamu tenang saja, niatnya sudah bulat untuk tidak mengusik hubungan kita, dan bersedia menyerahkan hak asuh penuh anak-anak padamu.""Benarkah?" tanya Halwa, dan Victor menganggukkan kepalanya tanpa keraguan sedikitpun."Baiklah aku percaya padamu.," ujarnya.Setelah matanya bertemu mata dengan Edzhar, lewat isyarat matanya, Halwa meminta pria itu untuk ikut ke balkon bersamany
"Apa yang ingin kau bicarakan, Ed?" tanya Victor sesampainya mereka di Balkon.Sahabatnya itu terlihat sangat kacau, tidak Edzhar yang selama ini ia kenal, yang selalu terlihat rapi dan penuh percaya diri. Malam ini, pria itu jauh lebih kacau dari saat di Villa tadi.Kedua tangan Edzhar berpegangan pada pagar balkon, sementara matanya menatap nanar ke arah Menara Eiffel, yang menampakkan cahaya warna-warni. Efek jingga keemasan yang sangat indah terlihat dari tigaratus tigapuluh enam lampu sorot natrium yang dipasang di struktur menara itu.Ya, itulah Paris ... Terlihat jauh lebih indah dan romantis saat malam hari. Romantis bagi mereka yang sedang dimabuk cinta, tapi terasa hampa bagi Edzhar, pria yang akan menyerahkan dua orang wanita yang paling ia cintai itu pada sahabatnya, Victor."Ed ... " panggil Victor lagi.Dengan enggan Edzhar mengalihkan perhatiannya dari icon Paris itu ke sahabatnya, ia menguatkan dirinya saat mengatakan deng
"Bisa kita bicara di kamarmu, Neya?" tanya mommy Rycca.Anne Neya melirik sekilas Edzhar yang masih termenung di balkon sambil melihat icon Paris itu, sebelum akhirnya mengangguk."Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanyanya setelah menutup pintu kamarnya."Aku yang telah membocorkan pertunangan Halwa denganputraku pada Edzhar," aku mommy Rycca sambil duduk salah satu sofa santai yang berada di dalam kamar itu.Sambil mengerutkan keningnya, anne Neya bergegas menghampiri dan duduk di sofa sebelahnya,"Jadi kamu yang mengirim pesan itu? Kenapa?" tanyanya lagi.Mommy Rycca mengurut keningnya sambil menyandarkan punggungnya di sofa, ia pun masih tidak habis pikir dengan tindakan impulsifnya itu,"Entahlah ... " hanya itu jawaban yang keluar dari mulutnya."Jangan bilang kamu sebenarnya tidak merestui hubungan putramu dengan Halwa?" tebak anne Neya sambil menyipitkan kedua matanya.Melihat sahabatnya yang tida
Kontak skin to skin, dan dekapan lembut Halwa itu memiliki efek psikologis menenangkan, dan memberikan rasa nyaman pada Vanessa, hingga putrinya itu pun tidur dengan sangat nyenyaknya.Ibu dan anak itu sama-sama tertidur lelap hingga Halwa terbangun karena sentuhan tangan lembut seseorang di pipinya,"Anne ... " sapa Vanessa saat Halwa membuka kedua matanya.Selama ini Vanessa hanya bisa melihat foto-foto Halwa yang terpajang di rumahnya saja. Dan saat bisa melihat Annenya itu secara langsung, membuat anak itu terlihat ragu-ragu, antara Halwa nyata ada atau hanya ia bermimpi seperti biasanya saja.Kedua bola matanya seketika berkaca-kaca saat melihat senyum hangat Halwa,"Hai, cantik ... " sapa Halwa dengan suara parau, dan seketika itu juga tangis Vanessa pecah,"Anne ... Anne ... " isaknya sambil memeluk erat Halwa, seolah-olah takut kalau ia melepasnya Halwa akan kembali menghilang."Iya, Sayang. Ini Anne ... " ujar
Edzhar menahan pintu kamar tempat Vanessa tertidur, dengan plester kompres demam yang menempel pada keningnya. Dengan langkah pelan dan kedua mata yang sudah dibanjiri air matanya itu, Halwa mendekati putrinya yang entah kenapa terlihat rapuh itu,"Vanessa ... " gumamnya lirih.Halwa nangis sesengukan sambil berlutut di samping tempat tidur Vanessa, tangannya yang gemetar meraih tangan mungil putrinya itu, yang terlihat jauh lebih kecil dari tangan putranya, Edson."Vanessa, putriku ... " desahnya sambil menciumi punggung tangan putrinya itu yang masih terasa hangat.Ia menempelkannya di pipinya, merasakan hawa panas yang mengalir dari telapak tangan Vanessa ke pipinya. Sementara tangan lainnya membelai lembut rambut putrinya itu.Tadi di sepanjang jalan Halwa sudah menyiapkan dirinya untuk tidak nangis, untuk terus terlihat kuat saat bertemu dengan putrinya nanti. Karena seorang anak bisa merasakan juga kesedihan ibunya, terutama anak ba
"Membicarakan apa? Menjelaskan apa?" tanya Halwa bingung."Vanessamu dan Edzhar masih hidup, Ay ... "Halwa mengerutkan keningny, ia merasa sangat bingung, luar biasa bingung. Ia menatap penuh mata tunangannya itu,"Vic, jangan becanda ini tidak lucu!" keluhnya.Meski bibirnya mengeluarkan keluhan itu, jantungnya mulai berdebar dengan sangat cepat selama ia menunggu balasan dari tunangannya itu."Apa aku terlihat tengah becanda, Ay? Apa aku pernah becanda jika menyangkut orang yang aku kasihi? Yang kamu sayangi?" tanya Victor dengan nada lembut, tidak sedikitpun ia marah dengan kecurigaan Halwa padanya.Halwa menggelengkan kepalanya, ia munduru beberapa langkah ke belakangnya,"Itu tidak mungkin ... Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri vanessaku itu sudah tidak bernapas, Vic!" sangkalnya, ia menangkup mulutnya dengan kedua mata yang membola,"Itu tidak mungkin ... " lanjutnya, air mata mulai membasahi kedua
"Poppa ... Aku punya dedek!" pekiknya dengan riang dan Victor mengangguk, ia pun menghapus air mata di sudut matanya. Ia dan juga sahabatnya yang lain, sama terharunya saat melihat pertemuan ayah dan anak itu yang mengharu biru. Edson kembali ,mengalihkan perhatiannya ke Edzhar, "Jadi kapan aku bisa ketemu sama dedek Vanessa?" tanyanya dengan nada tidak sabar. "Secepatnya ... " jawab Edzhar. Ia tidak bisa menjanjikan kapannya, karena ia juga belum tahu Halwa bersedia bertemu dengannya atau tidak. Tapi seandainya pun Halwa tidak mau bertemu dengannya, ia akan tetap mempertemukan Edson dengan saudarinya, meski putranya itu tidak mengetahui kalau Vanessa adalah adik kandungnya. Edzhar mengangkat dan menggendong Edson, lalu beralih menatap Victor, "Apa Halwa bersedia bicara denganku?" tanyanya. "Satu-satu, Ed. Membawa Edson padamu saja sudah membuatku d