Tok! Tok! “Masuk!” Sesaat pertengkaran antara Louis dan Rindu terjeda. “Bu Rindu. Ada Tua Mike datang mencari Anda.” Seketika wajah Rindu berubah. Keningnya mengernyit kuat. Kedua manik matanya menatap wajah tampan kekasihnya. Louis yang mendapat ekspresi seperti itu sedikit menegangkan wajahnya. “Panjang umur,” gumamnya lirih namun terdengar jelas di telinga Rindu. “Peka sekali pria ini. Baru diomongin sudah muncul saja.” Kali ini giliran Rindu yang berkata. Namun hanya di dalam hati. Kedua orang itupun saling berpandangan saat terdengar pintu ruangan tersebut dibuka. “Rindu. Apa perusahaan kamu baik-baik saja? Aku lihat saham perusahaan kamu anjlok di urutan paling bawah. Sebenarnya apa yang sudah terjadi?” Baik Rindu dan Louis kembali saling menatap wajah. Jujur mereka sedikit terkejut mendengar kalimat yang dilontarkan sosok Mike yang sudah hadir di dalam ruangan itu. “Bukan Mike, lantas siapa?” Bersamaan dalam hati kedua orang tersebut membatin. Kedua mata
“Dasar wanita jalang! Pelacur! Tak menyangka kamu belum berubah juga. Aku cuma kamu jadikan alat untuk menyakiti Rindu. Sudah seharusnya kamu mati!” Wajah Sahira bukan lagi memucat namun kali ini dengan seketika napasnya berhenti. Dadanya membludak sesuatu yang sangat menyakitkan. “Tan-tara-ma. Kamu menya-kitiku. A-ku nggak bi-sa berna-pas.” Dengan suara tersendat dan terputus-putus, Sahira mencoba melepaskan diri dari cekikan tangan Tantrama yang sudah gelap mata. “Le-paskan a-ku,” ucapnya sekali lagi dengan napa di ujung maut. Buk! “Agrrh!” Tubuh Tantrma seketika melambung. Melayang ke udara mundur menjauh dari tubuh Sahira dan akhirnya jatuh terkapar di sudut ruangan hotel itu. “Kamu yang pantasnya mati!” Kalimat itu terdengar menggelegar di ruangan tersebut. Membuat Tantrama mendongak dan melihat siapa yang sudah membuatnya terkapar tak berdaya. “Mike! Kamu memang bukan manusia. Dasar iblis!” Suara tawa menggema dahsyat di ruangan tersebut. Membisingkan suasan
Rindu menatap jendela kaca yang menampakkan pemandangan di luar sana. Siang itu tidak terik. Mendung dan gerimis yang sebentar lagi akan turun hujan deras. Namun hati Rindu sama sekali tidak adem. Wanita dewasa itu mengepalkan kedua telapak tangannya dengan kuat. Tatapan matanya yang tadinya terlihat sangat teduh kini mendadak jadi garang dan beringas penuh dengan dendam membara. “Sahira,”desisnya tajam. “Aku akan membalasmu. Tak peduli siapa kamu dan apa statusmu denganku. Kalian berdua akan menerima akibatnya. Tak akan kubiarkan lagi mengusik dan mengganggu kehidupanku. Termasuk melenyapkan kalian berdua selama-lamanya dari dunia ini!” Bom! Sebuah ekspresi sikap yang gak terduga sama sekali. Sosok Rindu yang gak pernah sekalipun membenci apalagi menyimpan dendam pada orang lain kini seperti diselimuti oleh iblis. “Jadwalkan pertemuanku dengan Tuan Tantrama, Silvia!” Perintah itu membuat sosok sekretaris cantik itu sedikit terkejut. “Baik, Bu,” jawab Silvia. Hari ini
Kelima jemari Mike mengetuk meja kerjanya dengan nada berlarian. Tak menyangka kalau kejadian itu terduga itu mampu membuatnya menyelamatkan wanita dan pria tersebut. “Bodoh!” makinya entah pada siapa. Lantas ada hembusan napas kasar nan panjang. “Anda memanggil saya, Tuan.” Mike mendongak sekaligus menoleh. “Seperti rencana awal, Zan.” Pria yang dipanggilnya dengan nama Zan itu mengangguk pelan lantas pergi setelah mendapat perintah dari sang bos besar. Tuk! Tuk! Langkah kaki itu mampu membuat Mike melirik sadis ke arah pintu. Bahkan dia bisa menghitung dari angka sepuluh bahwasannya pintu uang kerjanya akan segera terbuka. Dan benar adanya. Tepuk tangan itu terdengar setelah beberapa menit pintu terbuka. Mike terpaku. Terdiam dan menatap sosok yang baru saja datang. “Kenapa kamu menolong dan menggagalkan rencana yang sudah kamu buat sendiri, Mike?” Mike kembali mendongak. Kalo ini menatap wanita tinggi yang terlihat sangat anggun dan cantik itu. “Tidak tega? Atau cint
Mike mengawasi kedua orang tersebut. Matanya menatap penuh selidik. Rasanya ada gemuruh dada yang sangat cekat mengalir saat melihat pakaian Rindu terkoyak. Berbeda dengan Louis yang memasang senyum Penuh kemenangan. Pria tampan itu merapikan kemejanya yang sepertinya terlepas dari kancingnya. Mike yakin dengan apa yang sudah terjadi. Rasanya dia ingin marah dan melampiaskan semuanya. Sayangnya hal itu gak bisa dia lakukan setelah menyadari posisi dirinya yang sesungguhnya. Hanya mata dan wajah Mike tak bisa dibohongi bahwa pria tampan itu sangat murka. Rindu yang mengetahui itu terlihat menunduk. Menyadari semua kesalahannya. “Mike.” Suaranya bergetar saat memanggil nama itu. Mike hanya menaikkan matanya ke arah sang wanita. “Makan malam sebentar lagi. Dokter tadi menghubungi aku. Mengatakan bahwa kesehatanku sudah membaik dan bisa kembali ke Indo secepat mungkin.” Binar mata bahagia itu bukan hanya milik Rindu saat mendengar apa yang disampaikan oleh Mike. Sosok Louis
Ceklek! Rindu menatap sosok yang sudah berdiri di hadapannya. Tampak wajah teduh dan pandangan begitu dalam itu meluluhlantakkan hati dan debar di dada Rindu. Seolah merasakan chamestry di antara mereka berdua Rindu tanpa mempersilakan sosok itu masuk ke dalam apartemen Mike berjalan masuk kembali ke ruangan utama. “Apa aku mengangguk?” Terdengar suara itu begitu lembut dan halus. Membuat sosok Rindu tertegun sebentar sebelum menghenyakkan tubuhnya ke sofa empuk. “Apa sebelumnya kita pernah dekat?” Dengan cepat Louis, sosok pria tampan yang masih berdiri di hadapan Rindu itu mengangguk. “Sangat dekat,” ulang pria itu tanpa mengedipkan mata. Rindu menatap sedemikian rupa ke arah Louis. “Seberapa dekat?” Tanpa sadar Rindu menanyakan sesuatu yang sepertinya tak perlu ditanyakan. “Sedekat ini bahkan lebih,” bisik Louis yang tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya di hadapan Rindu. Seketika wanita dewasa itu sangat terkejut. Matanya mengerjap liat dan cepat mencoba menghindari deng