Share

Bab 2. Fakta Baru.

Setelah kejadian di balai desa, tak ada yang ganjil dengan sikap Mas Harto. Dia juga memperlakukanku seperti biasa. Namun, kebiasaan begadangnya tak berhenti. Di dalam rumah pun ia kerap tidur larut malam di depan TV yang menyala. 

Pagi itu, kulihat ada beberapa pesan masuk pada aplikasi W******p di gawai Mas Harto. Ia sedang berada di kamar mandi. Penasaran, kucoba untuk membuka dan memeriksanya. Tertera nama pengirimnya hanya diberi inisial “S”.

[Mas aku kangen!] pesan pertama yang kubaca. 

[Mas kapan kita ketemu lagi!]

Jiwa detektif seorang istri menuntunku untuk mencari tahu lebih banyak lagi. Kubuka percakapan mereka satu persatu. Betapa terkejutnya, saat kuperiksa percakapan mereka dua hari yang lalu. 

Ternyata, perempuan gatal itu mengirim sebuah video, yang berisi dirinya tanpa sehelai benang pun tengah berpose tidak senonoh. Ekspresi wajahnya menunjukkan seperti orang yang sedang ingin bercinta. 

Kubuka semua percakapan mereka, ternyata hubungan mereka lebih dari yang kukira. Ada sebuah foto mereka tersenyum sambil berpelukan tanpa busana dalam satu ruangan. Menjijikkan!

Seketika, tanganku terasa lemas dan lunglai. Telepon genggam suamiku terjatuh. Kuambil perlahan sembari melihat ke arah kamar mandi, takut jika Mas Harto memergoki. 

Aku berdiri dan menghampiri cermin usang yang berada di dalam kamar. Teringat kembali, bagaimana suamiku memelas dan memohon ibaku untuk tidak melaporkannya pada polisi dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. 

Namun, apa yang dilakukannya di belakangku? ia tetap berhubungan dengan wanita itu.

Prank!

Aku memukul cermin usang itu hingga pecah dan tak berbentuk. Melampiaskan amarah dan kekecewaan di dada. Badanku gemetar dan tanganku mengepal erat. Aku tidak merasakan sakit sedikit pun meski cucuran darah mulai mengalir di tangan. Dengan sisa kesadaran yang ada, aku berjalan menjauh dari rumah. 

“Ni ... Aini ….” Aku berlari sambil memanggil keponakanku. Rumah adikku berselang dua rumah ke arah selatan, cukup dekat. “Ni ….” 

Keponakanku pun langsung ke luar rumah dan menghampiriku. “Ada apa, Bude?” 

“Lihat ini! Ini video apa?” Dengan nada bergetar, kuberikan telepon genggam milik Mas Harto. 

“Astaghfirullah, De! Ini video gak bener! Ini Siti, perempuan yang kemarin kena masalah sama Pakde.”

Langitku runtuh, dunia seakan gelap. Tak ada sinar. Tuhan, inikah balasan atas kesetiaan dan pengorbananku selama ini? Tidakkah dia masih mencintaiku? Rumah tangga yang sudah kubangun hingga berpuluh tahun, apakah cuma panggung sandiwara baginya? batinku.

Aku berjalan terhuyung sembari membawa telepon genggam Mas Harto menuju ke rumah Pak RT, akan kuadukan perbuatannya agar dunia tahu ia telah ingkar dengan janjinya. 

Dulu, sifatnya yang temperamental saat mabuk, membuatku takut untuk berpisah darinya. 

Namun, kini tekadku sudah bulat. Aku tidak dapat memaafkannya lagi. Kali ini, ia tak akan bisa berkutik karena banyak bukti dan saksi yang mendukung. 

“Ya, Allah …,” ratapku, mengiba pada siapa saja yang mendengar. Mencoba mengeluarkan rasa sesak di dada.

Dalam kebingungan, air mataku tak henti berderai. Ternyata, sudah sejauh ini yang ia lakukan dengan perempuan lain. Ada tangisan yang lebih menyayat tapi tak bersuara, sakit tapi tak berdarah. Hatiku!

Kupercepat langkah, beberapa kali kutengok belakang. Kawatir jika Mas Harto, mengetahui gawainya tidak ada dan mencoba mencariku.

Saat sebuah janji diingkari, dan kata maaf hanya tinggal kata tanpa pembuktian. Masihkah kita rela bertahan?Sudikah hati memaklumi?

Bukan untuk sekali ini, hatiku tersakiti. Namun baru kali ini, mataku benar-benar menjadi saksi. Namamu tinggi kuagungkan, namun teganya kau jatuhkan aku, hingga remuk redam ke lembah paling dalam.

Seperti orang kebingungan, aku mengetuk pintu rumah Pak RT dengan keras dan cepat. Beberapa kali mengucap salam dengan nada tinggi. Tak berapa lama seorang lelaki membuka pintu dan mempersilakan aku masuk untuk duduk. Tak kurasa darah yang masih menetes di tangan. 

Melihat tangan yang berlumuran darah, pria bersarung motif kotak-kotak ini memanggil istrinya. 

"Bu, ambilkan perban dan obat merah sekalian." Setengah berteriak ia memanggil istrinya yang berada di dalam rumah.

"Bagaimana, Mbak Hening, apa yang bisa saya bantu?" 

Pikiranku sungguh kalut, bibirku terasa berat digerakkan. Bingung harus dari mana aku memulai berbicara. Hanya air mata yang menetes.

"Mbak Hening …?" Lagi suara berat pria muda di depanku memanggil. 

"To-tolong, sa-saya ingin pisah saja. Saya gak kuat lagi!" kataku terbata, derai air mata kian deras mengalir.

Erna, --istri Pak RT-- duduk di sampingku. Ia menyodorkan segelas air putih. Kemudian mengambil tanganku yang terluka, perlahan melumurinya dengan obat merah. Lalu membalut dengan kasa tipis. Tangannya mengelus-ngelus pundak. Mencoba menenangkan.

"Diminum dulu, mbak!" ucapnya pelan.

Kuraih segelas air putih itu, lalu menenggaknya hingga habis tak bersisa. Berjalan ke rumah Pak RT sambil menangis membuat tenggorokanku kering, kehausan.

Kupandang gawai Mas Harto di genggaman, jika aku membeberkan bukti-bukti foto serta video perselingkuhan mereka, aku dengan mudah dapat bercerai. Namun, di sisi lain aku membuka aib suamiku sendiri. Ada rasa kasihan, yang timbul seketika. Ada rasa berdosa karena mengumbar aib suamiku.

Namun, semua orang juga sudah tahu peristiwa penggerebekan itu. Beritanya sudah menyebar dengan cepat sampai ke desa lain. Buat apa aku mengasihaninya, jika ia terang-terangan tega berselingkuh.

Benarkah ini akhirnya? Yakinkah aku dengan keputusan yang kubuat saat emosi? Sudah sejauh ini, aku bertahan.  Haruskah, memaklumi dan berpura-pura tak terjadi sesuatu, sedang hati porak poranda. 

Kutaruh gawai Mas Harto, di atas meja kaca. Kudorong lebih mendekat pada Pak RT.

"Tolong ... bantu dan lindungi saya. Anda pasti tahu Mas Harto, seorang pemabuk dan tempramental. Ia juga tidak segan bertindak kasar saat mabuk. Saya takut, keputusan sepihak bercerai ini membuatnya kalap dan mengamuk!" kataku mengiba pada Pak Rt, berharap ia mengerti dan mau menolong.

"Tenang saja, Mbak. Sebenarnya saat di Balai desa pun, Mas Harto sudah mengakui kesalahannya dan juga sudah menandatangani surat perjanjian, bersedia menceraikan, Mbak jika mengulangi perbuatannya," jelas Pak RT, yang juga hadir di Balai Desa saat itu.

"Benarkah, Pak? Kok dia tidak bilang apa-apa dan saya juga tidak menemukan surat perjanjian itu?" tanyaku memburu.

"Saya tidak tahu masalah itu, mungkin kertasnya dibuang atau disembunyikan, Pak Harto," jawabnya kemudian.

"Bagaimana kalau besok, Pak Harto saya undang ke rumah Bapak Kepala Desa, disana Mbak Hening, silahkan memberi keputusan. Dengan adanya banyak orang yang menjadi saksi, semoga Pak Harto bisa menerima keputusan Mbak Hening untuk berpisah," usul Pak RT lagi.

Aku mengangguk tanda setuju. Semoga rencana Pak RT berjalan lancar besok.

💔💔💔

"Sudahlah, Ning, jangan dipikirkan lagi. Sana tidur, pasti badanmu lelah menghadapi masalah bertubi-tubi seperti ini." 

Aku menolehnya sekilas, lalu menatap langit-langit kamar. Lilik -- Adik perempuanku-- menyerahkan selimut.

Ada air mata yang akan luruh jika tak cepat-cepat kualihkan pandangan ke langit-langit kamar, berharap air mata ini tak menetes.


Malam ini, aku tak pulang ke rumah. Kuputuskan untuk menginap di rumah adikku.

"Apa di dalam hatinya sudah tidak ada cinta lagi untukku? Sekian lama berumah tangga, kenapa ia tega menduakanku?


"Ya Allah, sakit, rasanya sakit sekali," ratapku dengan air mata berderai.

"Sabar … sabar!" Lilik menepuk-nepuk pundakku.

"Sa-sakit sekali rasanya!" jawabku dengan nada bergetar.


"Hukum karma itu ada, walaupun bukan sekarang. Pasti akan dibalas setiap perbuatan kita. Bersabarlah!" Sambil memelukku, ia melanjutkan kata-katanya. 

Tak ada seorang wanita pun yang bercita-cita menjadi janda. Namun jika  bertahan akan terus tersakiti, maka berpisah dan hidup sendiri adalah jalan yang akan diambil para wanita. 

Sekalipun kami makhluk lemah, kami tak akan gentar menghadapi masalah.

Bersambung ...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Diana Chaniago
hadir, ceritanya menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status