Share

Bab 3

Author: Maggie
Saat Melina menuruni tangga, banyak orang tengah berkumpul di ruang tamu. Di pusat kerumunan itu berdiri sosok yang baru kemarin dia lihat di televisi.

“Melina, kok baru turun sekarang?”

Melati bangun dari sofa dan menarik Melina mendekat. Gerakannya tidak lembut, bahkan terdengar menegur, “Tadi sudah aku suruh mbak naik memanggilmu. Kamu pasti tidur lagi, ‘kan? Calon kakak iparmu sudah lama menunggumu di bawah!”

Benar. Perempuan yang mendadak muncul di rumah Keluarga Boslin hari ini bukan orang lain, melainkan tunangan yang baru saja diumumkan Kevin, putri Keluarga Hoston, Celine Hoston.

Mungkin karena sedang dimabuk cinta, hari ini pun Celine tetap mengenakan sepatu kaca yang kemarin Kevin berikan padanya di depan para wartawan.

Dilihat dari jauh, dia seperti angsa kecil yang anggun. Wajahnya yang manis dengan mata bulat juga memberi kesan lugu dan kekanak-kanakan seperti anak kecil.

Kevin duduk di sampingnya dalam setelan warna terang, memakai kacamata bingkai tipis. Entah karena tertutup lensa, ekspresinya tampak datar dan tenang.

Ketika Melati menyebut calon kakak ipar, Kevin tidak membantah.

Detik berikutnya, suara Celine yang malu-malu sekaligus manja mengalun, “Tante Melati, jangan bilang begitu. Kevin menemaniku di bawah dari tadi, jadi sebenarnya aku sudah cukup senang kok.”

“Tapi Melina, kok kamu tega membuat kami semua menunggu selama ini?” Celine berkedip, mata jenakanya berkilat, nada bicara berubah total.

Kontrasnya mencolok, tegas dan tanpa sungkan.

Orang-orang selalu bilang putri Keluarga Hoston berbeda dari yang lain, sepertinya memang bukan sekadar rumor.

Melina menggenggam ujung jari yang terasa dingin, memaksa bibirnya melengkung tipis. “Maaf, Nona Celine.”

“Hanya minta maaf begitu, sepertinya kurang niat?”

Celine menoleh pada Kevin. “Kebetulan ini kunjungan pertamaku ke rumah Keluarga Boslin. Bagaimana kalau Melina saja yang mengajakku berkeliling?”

Selesai bicara, Celine sudah berdiri dan langsung meraih lengan Melina.

Sebagai tamu yang pertama kalinya datang, apalagi sebagai pacar Kevin dan calon nyonya muda Keluarga Boslin, permintaan Celine untuk berkeleling rumah jelas terdengar wajar.

Masalahnya, kaki Melina sedang cedera. Dia sama sekali tidak kuat menemani Celine berkeliling seluruh rumah. Tadi saat turun tangga pun jalannya menyisakan jejak timpang, betapapun dia mencoba menahannya agar tak terlihat.

Melina tak tahu apakah Celine benar-benar tidak menyadari atau pura-pura tidak tahu saja.

Refleks, Melina hendak menolak. Namun sebelum dia menjawab, suara Kevin yang lembut tak memberi ruang bantahan sudah terdengar, “Melina, Celine mau ditemani kamu berkeliling rumah, temani saja.”

Dada Melina seperti ditusuk. Dia menoleh pada Kevin dengan tak percaya.

Permintaan Celine sudah dikabulkan, alhasil dia pun bersorak kecil, lalu menyeret Melina setengah berlari menuju taman.

Lanskap rumah Keluarga Boslin ditata oleh desainer ternama. Tidak seperti vila biasa yang serba rapat, tanah mereka luas, dengan bebatuan hias dan kolam koi buatan yang indah memanjakan mata. Sekali putaran saja paling tidak butuh setengah jam.

Sejak semalam, nyeri di kaki Melina tak kunjung reda. Baru lima menit berjalan bersama Celine di luar, keringat dingin sudah membasahi pelipis. Balutan perban terasa lembap, mungkin lukanya kembali terbuka.

Celine seolah tak tahu apa-apa, asyik berceloteh saja.

“Melina, aku tahu kamu anak yang dibawa Tante Melati saat beliau menikah lagi. Aku penasaran sekali, bagaimana orang tuamu bisa berpisah?”

“Ayahku meninggal... ” Melina menunduk. “Waktu aku tujuh tahun, beliau kecelakaan. Ibu membesarkanku sendiri, sampai tahun berikutnya bertemu Om Robert, lalu menikah.”

“Jadi, kamu bisa dibilang beruntung di balik musibah?”

Celine meliriknya. “Memang kamu kehilangan ayah, tapi selama ini tinggal di rumah Keluarga Boslin, semua orang memperlakukanmu dengan baik. Bukankah itu juga sebuah kebahagiaan?”

“Aku dengar kamu lulusan seni patung, ya? Tapi setelah lulus, tak ada karya darimu yang benar-benar menonjol. Kamu hanya sesekali jadi relawan di museum. Tidak seperti aku, sejak kecil Ibu menuntutku untuk unggul. Begitu lulus, aku langsung masuk Grup Hoston sebagai direktur, memimpin tim mengerjakan proyek.”

“Oh ya, aku dan Kevin bertemu karena setahun lalu kami bekerja sama dalam suatu proyek. Lalu lama-lama dekat dan saling jatuh cinta.”

Celine terkekeh. “Coba kalau aku seperti kamu, di rumah saja tanpa melakukan apa-apa, mungkin aku tak akan pernah bertemu Kevin, ‘kan?”

Melina tidak menjawab. Wajahnya yang sedari tadi pucat karena menahan sakit kini bertambah suram.

Celine menatapnya dari atas ke bawah. “Melina, apa kamu marah? Tapi meski kemampuanmu pas-pasan, wajahmu lumayan kok. Aku dengar, kakakku masih berutang satu budi besar padamu!”

Kakakku...

Celine tidak menyebut nama. Namun, sosok pria dingin dari Keluarga Hoston itu muncul begitu saja di kepala Melina. Itu pria anggun yang bahkan tanpa dukungan keluarga sekalipun, posisinya tetap tak tergoyahkan.

Leon Hoston.

Sama seperti Kevin, Melina mengenalnya sejak kecil. Satu pertolongan kecil dari Melina membuat Leon selalu mengingatnya.

Bagi Melina, itu bukan sesuatu yang penting. Jadi, dia tak pernah menceritakannya pada orang lain, bahkan bertekad tak akan menagih budi itu seumur hidup.

Tapi jelas Celine sudah menyelidikinya.

Melina berhenti melangkah, tak lagi berkeliling. “Nona Celine, sebenarnya apa yang ingin kamu sampaikan?”

“Aku nggak bermaksud menyampaikan apa-apa.” Celine tersenyum, suaranya menipis tajam di akhir kalimat. “Aku cuma heran, kenapa semua orang begitu memanjakanmu?”

Seketika, dia menanggalkan sepatu kaca dari kakinya.

“Sudah. Kamu pergi saja. Aku mau bermain air di tepi kolam koi ini.”

Nada Celine terdengar seperti menghalaunya layaknya anjing peliharaan. Dia lalu berjalan jinjit dengan jemari kaki putihnya, duduk di tepi kolam, mengusik ikan-ikan.

Melina berdiri termangu sejenak. Dia melirik sepatu kaca yang berkilau di atas rerumputan, lalu berbalik tanpa menoleh lagi. Apa yang dia inginkan hanya satu, yaitu pergi sejauh mungkin dari Celine.

Di kamar, dia membuka perban. Benar saja, luka yang rapuh itu terbuka lagi. Darah merembes menembus kasa, tampak pemandangan yang membuat mual.

Melina menggigit giginya rapat-rapat. Pandangannya hampir menggelap oleh rasa sakit sebelum akhirnya dia berhasil membalut ulang lukanya.

Saat itu juga, ketukan yang familiar terdengar di pintu. Kali ini Melati sendiri yang naik, suaranya tergesa.

“Melina, sepatu kaca Nona Celine hilang! Cepat turun, kami perlu bertanya padamu!”

Apa maksudnya?

Melina terpaku sejenak. Dia menyangga tubuhnya dan membuka pintu. “Sepatu kaca Celine hilang, kenapa harus tanya aku?”

“Justru kamu yang harus jelaskan ini!”

Wajah Melati memucat, nadanya panik dan marah. “Sepatu itu hadiah spesial dari Kevin sebagai simbol pertunangan mereka. Tadi saat Celine minta diantar berkeliling, cuma kamu yang menemaninya. Di tengah jalan, kamu malah pergi lebih dulu. Sekarang sepatunya entah ke mana... ”

“Cepat keluarkan sepatunya, lalu turun dan minta maaf yang benar pada Celine!”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Setelah Putus, Aku Jadi Kakak Iparnya!   Bab 100

    Sayangnya, kali ini percuma Novi kembali ke Kota Livia.Zara menggenggam setir sambil tersenyum pada Melina. “Sekarang Leon sudah menikah denganmu. Kalau Novi paham situasi dan menghilang, kita lupakan saja. Tapi kalau dia masih nekat, kita hajar bareng!”Dengan status keluarga Zara, menghadapi Celine memang agak berat, tapi menumbangkan Novi dari Keluarga Lesley jelas hanyalah hal sepele seperti melawan anak kecil.Mendengar itu, Melina tak menahan tawa, tapi juga tidak menolak.Meski dia dan Leon bukan suami-istri sungguhan, sebagai rekan kerja sama, dia boleh mengabaikan perempuan lain di sekitar Leon, tetapi tidak dengan Novi. Dia akan menghajarnya tanpa ragu.“Semoga kalau dia memang cerdas, dia akan menyerah,” ucap Melina tulus.Zara tidak menanggapinya. Di lubuk hatinya, dia merasa harapan Melina besar kemungkinan akan pupus.Kebetulan mobil sudah masuk ke pelataran Hotel Skylounge.Sebelum benar-benar pindah ke rumah baru untuk tinggal bersama Leon, Melina tetap menginap di sin

  • Setelah Putus, Aku Jadi Kakak Iparnya!   Bab 99

    “Nggak apa-apa… Pokoknya jangan bilang Leon berniat nakal lagi, dia tidak berbuat apa-apa…”Melina buru-buru mengipasi wajahnya yang merona merah, lalu berusaha mengalihkan topik. “Omong-omong, bukankah kamu mau cerita tentang kemenanganku?”"Kamu sudah bilang tentang Kevin, lalu bagaimana dengan Celine?”Tadi setelah menampar Celine, Melina langsung meninggalkan aura konferensi. Jadi, sekarang dia sangat penasaran apakah Celine dan Sinta akan membalas dendam padanya.Mendengar itu, Zara malah tertawa makin riang.“Mel, aku sengaja menaruh cerita tentang Celine di bagian terakhir karena ceritanya terlalu seru!”“Bagaimanapun dia adalah anggota Keluarga Hoston, jadi kebanyakan berita tentangnya sudah diblokir. Sayangnya, tetap saja sudah pada tahu. Aku dengar-dengar di grup sosialita, katanya pada akhirnya Celine diseret pulang oleh pengawal berbaju hitam yang diperintahkan Santo Hoston. Dia bahkan diikat dengan tali.”“Sekarang di vila Keluarga Hoston, lampu menyala terang benderang, t

  • Setelah Putus, Aku Jadi Kakak Iparnya!   Bab 98

    “Urusan terpenting hari ini tentu saja adalah perihal kemenanganmu!”Zara berseru riang.Hari ini dia tidak datang ke konferensi pers untuk menyaksikan langsung di tempat tidak lain adalah karena Keluarga Boslin khawatir dia akan berpihak pada Melina, jadi sengaja tidak mengundangnya.Demi kelancaran rencana Melina, Zara pun menahan diri untuk berpura-pura tidak tahu dan tidak muncul.Meski tubuhnya tak hadir, matanya sudah menebar ke setiap sudut.“Mel, kamu pasti belum tahu. Begitu kabar kamu adalah istri Leon tersebar keluar, semua hujatan tentangmu di media sosial seketika hilang tanpa jejak. Para warganet yang sebelumnya dibutakan oleh Kevin dan percaya kamu adalah pelakor pun seketika bungkam. Mereka beramai-ramai minta maaf padamu, lalu berbalik memaki Kevin tidak tahu malu. Saham Grup Boslin pun ikut merosot.”Kevin memang baik, tapi Leon terlalu istimewa.Tak ada perempuan waras yang akan meninggalkan Leon untuk bisa bersama Kevin.“Awalnya memang ada segelintir warganet yang

  • Setelah Putus, Aku Jadi Kakak Iparnya!   Bab 97

    “Kamu dan Leon hanyalah hubungan kerja sama.”“Dia jadi suami palsu untuk membantumu keluar dari Keluarga Boslin dan menangkis ulah Celine, sementara kamu jadi istri palsu untuk membendung segala rintangan licik dari Keluarga Hoston dan mencegah perempuan lain menempelinya.”Oleh karena itu, malam ini Kevin marah sebenarnya hanya karena Melina rela memakai cara apa pun untuk meninggalkannya, bukan karena Melina sudah nikah dengan Leon.Namun, tadi pikirannya tiba-tiba berubah.“Mel, kalau kamu mau pergi untuk menenangkan diri di luar, aku hargai pilihanmu, supaya kamu tak lagi merasa aku mengekangmu. Tapi, masalah ini belum selesai.”“Cepat atau lambat, pernikahan palsumu dengan Leon akan berakhir. Nantinya, kamu pasti akan kembali ke sisiku.”Kevin mengenakan kembali kacamata bingkai emasnya yang berkilat dingin. Suaranya lembut dan serius.Wajah Melina menggelap. Meski sudah berusaha menahan diri, dia tetap tersulut. “Kevin, jangan terlalu percaya diri! Pernikahan palsu? Itu cuma dug

  • Setelah Putus, Aku Jadi Kakak Iparnya!   Bab 96

    Walau meminta penjelasan dari Kevin, sebenarnya Melina juga tak berharap akan dapat kata-kata yang layak didengar.Hanya saja, dia tidak menyangka bukan saja tak ada kata baik, Kevin malah mulai memerintah dan menyanderanya seolah itu memang hak Kevin.Padahal Melina tak pernah berhutang apa pun pada Kevin, juga bukan pengikutnya. Dia berhak pergi, berhak memilih bersama siapa dirinya tinggal. Kevin sama sekali tidak punya hak untuk ikut campur.Usai menegaskan dengan dingin, Melina menarik resleting koper hingga rapat dan siap berangkat.Detik berikutnya, daun pintu di hadapannya dibanting tertutup. Dari belakang, Kevin menahan gagang pintu.Suaranya rendah dan sarat bayang gelap. “Mel, kamu sudah berubah. Kamu tidak lagi seperti dulu.”“Tak ada manusia yang tak berubah! Kamu sebut aku berubah hanyalah karena kamu tak lagi bisa mengambil untung dariku, tak lagi bisa memakai dalih cinta untuk memerintahku tunduk!” Melina berkerut kening dan berusaha melepaskan diri. Tubuhnya terjepit d

  • Setelah Putus, Aku Jadi Kakak Iparnya!   Bab 95

    Melina kembali melirik Kevin. Dia tidak menyangka sampai pada titik ini pun Kevin masih bisa mengatakan hal seperti itu padanya.Dia pun menghentikan semua gerak-geriknya, lalu bertanya dengan serius, “Kevin, apakah kamu salah paham? Kenapa aku nggak berani menghadapimu? Memangnya aku pernah berbuat salah padamu?”“Benar. Kamu mengkhianati perasaanku dan mengingkari janji untuk tidak pernah meninggalkanku.” Kevin melepas kacamata bingkai emas dan menampakkan sorot mata yang merosot tak terkendali.Melina tidak tahu setelah dia dan Leon pergi, Celine langsung ditangkap para pengawal berpakaian hitam atas perintah Santo untuk dibawa pulang.Celine baru sadar dirinya telah membuat masalah besar. Kalau sampai dibawa pulang, nasibnya pasti buruk. Alhasil, dia menangis dan menjerit minta maaf. Dia bahkan menggigit seorang pengawal untuk melepaskan diri.Robert dan Melati sibuk menenangkan Celine yang kalap.Kevin tahu seharusnya dia tetap tinggal, tapi dia memilih untuk diam-diam pulang ke r

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status