Share

Bab 2

Penulis: Anna Smith
Malam itu aku tak tidur sama sekali.

Setiap kali aku memejamkan mata, aku terbangun sambil menangis. Saat fajar, aku hanya duduk di sana sambil memeluk lututku dan menatap kegelapan hingga langit menjadi kelabu.

Ketika Dirga pulang keesokan paginya, aku pura-pura tidur.

Dia menanggalkan mantelnya, menunggu dingin dari tubuhnya hilang, lalu menarikku ke dalam pelukannya. Aku bisa merasakan detak jantungnya, stabil dan kuat, terasa menempel di punggungku.

"Sayang, lihat ini," katanya pelan sambil membuka ipadnya.

Sebuah gambar pulau muncul di layar, dengan pasir putih dan air biru, seperti surga yang digambarkan orang-orang dalam cerita.

"Aku baru membelinya," katanya dan suaranya hampir seperti anak kecil. "Ini untuk anak kita. Dan bukan cuma itu, aku sudah mulai membangun taman bermain di seluruh negeri."

"Setiap taman akan memakai nama anak kita. Kalau kita akhirnya punya anak, aku akan mengadakan pesta seratus hari. Satu kota akan datang merayakan."

Dia terlihat begitu bangga, begitu penuh rencana untuk masa depan yang aku tahu tidak akan pernah datang.

Dia terus bicara sampai menyadari bahwa aku tidak mengatakan sepatah kata pun.

Lalu dia mendengar aku tersedu-sedu.

Dia menoleh ke arahku dan terdiam. Wajahku basah oleh air mata.

"Hei, ada apa?"

Dia langsung panik. Dirga Valendra, pria yang pernah menatap penembak keluarga saingan tanpa berkedip, sekarang gemetar hanya karena aku menangis.

Seakan sedikit saja rasa sakitku, dia akan menanggungnya berkali-kali lipat. Itulah dia atau setidaknya itulah yang kupikir tentangnya.

Aku memaksa tersenyum kecil dan mengusap air mataku.

"Tidak apa-apa," kataku. "Aku baru nonton film. Suaminya selingkuh dari istrinya."

Dia lega, dan senyum kecil muncul di bibirnya. "Kalau begitu kamu tidak perlu khawatir. Semua orang di dunia bisa selingkuh, tapi aku tidak. Tidak akan pernah."

Dia memegang wajahku.

"Aku akan temani kamu seharian. Katakan saja apa yang ingin kau makan. Aku yang akan masak."

Aku menggeleng. "Tidak usah. Aku mau makan siang bersama beberapa teman. Kamu sebaiknya pergi bekerja."

Dia ragu, tapi Dirga tidak pernah suka berdebat denganku.

Jadi dia menurutiku.

Saat kami masuk ruang makan pribadi itu, tawa langsung memenuhi ruangan.

"Sudah kuduga!" goda salah satu temanku. "Kalau Alana datang, Dirga pasti ikut juga. Dia tidak pernah melepaskan kamu dari pandangannya."

Dirga tertawa, santai dan menawan, seakan dia bukan pria paling ditakuti di kota ini.

Dia membagikan hadiah-hadiah yang dibawanya, satu per satu kepada setiap wanita di meja.

Semua wanita di meja terdengar ternganga kagum.

"Ya ampun, ini seri perhiasan L.T yang baru, satu set ini harganya miliaran!"

"Dirga, kamu memanjakan kami setiap kali! Semua keberuntungan ini karena Alana!"

Mereka benar. Dirga akan melakukan apa pun agar teman-temanku menyukainya, karena ketika mereka tersenyum, aku ikut tersenyum. Dia selalu bilang bahwa kebahagiaanku adalah udara yang dia hirup.

Semua orang di meja menatapku dengan iri.

"Alana, kamu beruntung sekali," kata salah satu dari mereka dengan mata yang berbinar. "Dia sangat mencintaimu."

Aku tersenyum sopan, tapi senyum itu terasa dipaksakan.

Mereka tidak bisa melihat bahwa keberuntunganku sedang terkuras dan menghilang dengan perlahan.

Tawa masih bergema saat pintu terbuka.

Dan dia muncul.

Karina Santoso.

Berbalut mutiara dan penuh percaya diri, dia melangkah masuk seakan menguasai seluruh ruangan.

"Oh... apa aku masuk ke ruangan yang salah?" tanyanya sambil tertawa pelan. "Tunggu... bukankah ini teman-teman kuliah lamaku?"

Tak seorang pun bersuara. Ketegangan memenuhi setiap sudut ruangan.

Namun Karina tampak tak peduli atau bahkan tak menyadarinya.

Dia duduk di kursi tepat di hadapanku dan menatap santai kotak-kotak hadiah di tangan semua orang.

"L.T," katanya dengan senyum tipis. "Ini merek terkenal. Walaupun sepertinya kebanyakan dari kalian tidak tahu, merek ini milikku."

Dia menatap langsung ke arahku saat menambahkan, "Suamiku menginvestasikan triliunan untuk memulainya dua tahun lalu. Dia bekerja sangat keras dan membangun dua puluh enam toko di seluruh dunia. Dia pasangan terbaik yang bisa dimiliki seorang perempuan."

Pandangan matanya melirik ke arah Dirga hanya sekejap, lalu kembali padaku.

Senyum itu begitu menusuk.

Napasku tercekat.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Setelah Segalanya Hancur   Bab 7

    Keesokan paginya, aku terbangun karena suara piring di lantai bawah.Tidur tak kunjung datang, walau sekeras apa pun aku memejamkan mata.Saat aku akhirnya turun, Dirga sudah ada di sana, lengan digulung, berdiri di dekat kompor, seolah tidak terjadi apa-apa.Aroma tomat yang direbus pelan memenuhi dapur.Dia menatapku segera begitu mendengar langkahku."Makan siang sudah siap," katanya pelan. "Kamu mau keluar?"Aku mengambil mantelku. "Iya."Suaranya makin lembut. "Tidak mau makan dulu?"Aku menatapnya dengan dingin dan tegas."Setiap kali aku melihat kamu, seleraku hilang," kataku. "Kalau aku tetap di sini, aku bisa mati kelaparan."Perkataanku seperti menamparnya.Dia menunduk, dan jarinya menggenggam tepi meja dengan kuat."Kalau begitu pulanglah lebih awal malam ini."Aku tidak menjawab dan hanya membanting pintu cukup keras sampai kusen bergetar.Di luar, cahaya terasa terlalu terang.Aku melangkah tanpa tujuan, tangan terselip di saku, hati kacau dan gelisah.Selama bertahun-tah

  • Setelah Segalanya Hancur   Bab 6

    Rian menelepon Dirga malam itu.Keesokan paginya, orang-orang dari Keluarga Valendra sudah mengikuti Bella.Waktu Dirga akhirnya melihatku berdiri di taman rumah kecil yang kusewa, dia langsung terhenti.Kami terpaku tanpa suara.Matanya sontak memerah, seolah selama ini dia hidup sambil menahan napas.Tujuh bulan. Dua ratus empat belas hari.Dia sudah mencariku di setiap benua, membalik setiap lautan, Namun saat kami akhirnya bertemu lagi, wajahnya dipenuhi rasa takut.Takut kalau aku benar-benar ada di depannya.Takut kalau aku tidak nyata.Dan ketika pandangannya jatuh ke perutku, napasnya tercekat.Dia tahu.Dia mengerti.Bayi itu masih ada."Alana..." Suaranya bergetar saat menyebut namaku.Aku menatapnya sebentar, lalu memalingkan wajah. "Dirga."Suaraku benar-benar dingin. "Aku memalsukan kematianku karena aku ingin bebas. Sekarang kamu menemukanku, jadi dengar baik-baik. Kita sudah selesai. Tidak ada lagi. Jangan berharap aku akan luluh, merasa bersalah, atau kembali padamu. It

  • Setelah Segalanya Hancur   Bab 5

    Sudut pandang Alana.Sudah tiga bulan sejak aku menghilang.Tiga bulan sejak aku menyaksikan berita-berita berkabung seakan aku benar-benar pergi selamanya.Tiga bulan sejak aku mulai berpura-pura menjadi orang lain.Aku menyewa sebuah apartemen kecil di sebuah kota pantai yang sepi, tempat di mana tak ada yang bertanya-tanya dan suara laut cukup keras untuk menenggelamkan pikiran.Hampir setiap hari aku menutup tirai. Sinar matahari terasa terlalu terang, dan terlalu nyata.Aku duduk di sofa berjam-jam tanpa melakukan apa pun. Hanya bernapas. Hanya mencoba melupakan.Tapi melupakan Dirga seperti mencoba melupakan cara bernapas.Dia sudah terjalin dalam setiap detail kecil hidupku.Dia bukan hanya kenangan, tapi dia sudah menjadi kebiasaan.Pernah sekali, Bella mengajakku makan siang, dan mencoba membuatku tersenyum lagi.Pelayan menghidangkan makanan favoritku dulu, dan aku otomatis menoleh ke kursi kosong di sebelahku."Sayang, kamu pasti suka ini," bisikku pelan. "Kamu harus buatka

  • Setelah Segalanya Hancur   Bab 4

    Sudut pandang Dirga.Aku merasa dunia berputar sebelum tubuhku jatuh ke tanah.Suara-suara terdengar samar. Seseorang memanggil namaku. Kepalaku berputar, dan yang kulihat hanya kabut putih di mataku.Alana tidak mungkin meninggalkanku.Tidak mungkin...Aku memaksa tubuhku bangkit, terhuyung keluar dari kediaman, lalu setengah berlari menuju garasi.Aku tidak peduli pada para penjaga, pertanyaan-pertanyaan mereka, atau tatapan yang mengikutiku.Aku hanya perlu menemukan dia.Begitu aku masuk ke dalam mobil, aku melihat amplop yang dia tinggalkan di kursi penumpang.Amplop yang dia bilang baru boleh kubuka dua hari lagi.Dadaku sesak. Aku hampir tidak bisa bernapas.Setiap detak jantung membuat tulang rusukku seolah tersayat.Aku menghantamkan kepalan tanganku ke setir sampai buku jariku pecah.Kenapa aku setuju membiarkan dia terbang sendirian?Kenapa aku tidak mengirimkan pilot untuk menemaninya?Karena aku lengah.Terlalu sibuk merayakan ulang tahun anak kembar Karina, anak-anak yan

  • Setelah Segalanya Hancur   Bab 3

    Dua tahun lalu, Dirga mulai pulang lebih larut dari biasanya.Dia bilang dia sedang memperluas bisnis keluarga ke luar negeri, bahwa semuanya sedang sibuk.Tapi sekarang aku tahu kebenarannya.Dia sibuk membangun kerajaan Karina.Rasa sakit itu menghantamku begitu keras sampai aku harus memegangi dadaku agar bisa bernapas."Ada apa, sayang?" Dirga langsung berdiri, kursinya bergesek keras dengan lantai marmer. "Kamu pucat, aku akan panggil dokter sekarang."Sebelum aku sempat bicara, suara Karina terdengar tajam dan mengejutkan."Masih memainkan peran istri sempurna? Jangan terlalu memaksa diri. Dia cepat bosan dengan mainan rapuh."Plak!Suara tamparan itu begitu keras sampai membuat seluruh ruangan terdiam.Tangan Dirga mendarat di pipinya begitu kuat sampai aku sendiri terkejut."Coba katakan satu kata lagi," katanya dengan suara pelan, tapi penuh ancaman. "Aku pastikan kamu tidak bisa berbicara lagi."Karina menempelkan tangan ke wajahnya, mata menyala marah, tapi dia tahu lebih ba

  • Setelah Segalanya Hancur   Bab 2

    Malam itu aku tak tidur sama sekali.Setiap kali aku memejamkan mata, aku terbangun sambil menangis. Saat fajar, aku hanya duduk di sana sambil memeluk lututku dan menatap kegelapan hingga langit menjadi kelabu.Ketika Dirga pulang keesokan paginya, aku pura-pura tidur.Dia menanggalkan mantelnya, menunggu dingin dari tubuhnya hilang, lalu menarikku ke dalam pelukannya. Aku bisa merasakan detak jantungnya, stabil dan kuat, terasa menempel di punggungku."Sayang, lihat ini," katanya pelan sambil membuka ipadnya.Sebuah gambar pulau muncul di layar, dengan pasir putih dan air biru, seperti surga yang digambarkan orang-orang dalam cerita."Aku baru membelinya," katanya dan suaranya hampir seperti anak kecil. "Ini untuk anak kita. Dan bukan cuma itu, aku sudah mulai membangun taman bermain di seluruh negeri.""Setiap taman akan memakai nama anak kita. Kalau kita akhirnya punya anak, aku akan mengadakan pesta seratus hari. Satu kota akan datang merayakan."Dia terlihat begitu bangga, begitu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status