"Siapa wanita tadi?" tanya Stela. Peter yang sedang menikmati pasta lantas mendongak. "Hanya teman." Stela mencebik bibir lalu menunduk. "Tapi kenapa dia kelihatan marah saat kau bilang aku kekasihmu? "Nanti kau juga tahu," sahut Peter enteng. "Tidak tahu juga tidak apa." Stela buru-buru menghabiskan makanannya. Begitu piringnya sudah kosong, Stela mendorongnya ke tengah lalu segera meneguk minumannya sampai habis. "Aku sudah selesai," kata Stela sambil meletakkan kembali gelasnya di atas meja. "Sebaiknya aku pergi." "Hei!" Peter meraih tangan Stela hingga terduduk lagi. "Memang siapa yang sudah mengizinkamu pergi?" "Tidak ada, tapi aku ingin pergi. Aku sudah kenyang." Stela melengos dan melenggak begitu saja keluar dari restoran. Peter yang belum mau kehilangan Stela, segera berlari menyusul. "Aku antar kau pulang." Stela Wen berdecak sebal begitu tahu langkahnya masih dibuntuti oleh Peter. Selain sudah stres menghadapi kehidupan bersama suami, di luar sini Stela harus berh
Ibu dan anak tersebut kini sudah duduk di ruang tengah. Mereka duduk mengobrol sambil menunggu ayah pulang. Jika memang ayah bekerja di pekebunan, harusnya dia sudah kembali."Ini sudah hampir malam, kenapa ayah belum pulang?" tanya Stela heran.Setahu Stela, yang namanya bekerja diperkebunan hanya sampai siang saja. Biasanya setelah memantau buah masak atau belum ayah akan pulang. Toh di sana juga ada pekerja lain."Hari ini ayahmu mengantar anggur dan apel ke perusahaan," ujar Janete."Apa diperusahaan kakek?"Janete mengangguk."Em, mereka sudah berbaikan?" Stela bertanya meski awalnya ragu.Janete tersenyum lalu meraih kue kering yang ada di atas piring. "Mereka memang tidak ada masalah." sahut Janete diikuti satu gigitan kue kering itu ke dalam mulut.Stela melipat bibir dan mengerutkan dahi. "Bukankah mereka berdua sedang ada sedikit kesalahpahaman sejak beberapa bulan lalu?"Wajah Stela berubah merengut. "Kakek juga sama sekali tidak menghubungiku sampai detik ini. Dia
Pagi hari Stela Wen sudah tidak menjumpai sang suami di atas ranjang. Saat Stela duduk sambil meregangkan otot-otot di tubuhnya, saat itu ia melihat ada secarik kertas di atas nakas.(Aku harus berangkat pagi. Sampai bertemu nanti malam.)Bunyi tulisan itu membuat Stela mendecih. Stela tahu semalam suaminya tidak menemui wanita bernama Emma. Pasti ia buru-buru berangkat pagi karena akan segera menjumpainya."Hei kau!" Seseorang menggedor pintu kamar Stela cukup kuat. "Kenapa belum turun juga. Kau tidak tahu aku dan ibu sudah kelaparan!"Stela Wen melempar secarik kertas itu ke udara lalu mendengkus kesal. Hampir setiap pagi Stela harus dihadapkan dengan dua wanita nenek sihir yang sangat merepotkan.Dulu, Stela tidak terlalu mempermasalahkan semua. Selama Alex masih setia dan begitu perhatian, sikap acuh dari ipar dan ibu mertuanya Stela anggap sebagai masalah kecil. Toh mereka berteriak cuma menyuruh masak dan membersihkan rumah. Semua itu pekerjaan ringan bagi Stela, hanya sa
Stela Wen mengusap air matanya dengan cepat. Setelah itu ia meraih keranjang pakaian lagi dan membawanya ke belakang. Semalam dia diperlakukan seperti ratu, dan malam ini mendadak seperti orang asing yang berulah.Baru saja air matanya reda, Stela harus kembali menahan hatinya setelah tahu kalau Emma datang. Ia kemari bersama Angela. Stela tidak mau terlalu menggubris saat Emma sempat masuk ke ruang belakang dan meliriknya."Dia selalu datang akhir-akhir ini," gumam Stela.Sudah tidak melihat mereka berdua lagi, Stela kembali mengangkat keranjang dan hendak ia bawa ke dalam kamar. Sambil menunggu cucian berhenti berputar di dalam mesin, rencananya setelah ini Stela akan memasak.Ya, itu sudah menjadi pekerjaan sehari-hari."Hei, kau datang?" Alex segera meraih kedua pinggang Emma yang diam-diam muncul di belakangnya. "Aku nanti akan menjemputmu."Emma kini merangkulkan tangan pada leher Alex sambil tersenyum. "Aku tidak sengaja bertemu Angela, jadi aku ikut sekalian. Aku takut kau ber
"Ibu datang, kau malah pergi!" Jane berteriak cukup lantang saat Peter berlari begitu saja melewatinya."Maaf, Bu. Aku sedang buru-buru." Peter tetap berlari ke luar."Hei!" pekik David saar tubuhnya tidak sengaja di serempet Peter."Maaf, Ayah. Aku sedang buru-buru." Alasan sama yang Peter lontarkan pada ibunya.Dari ambang pintu, Jane dan David saling pandang lalu menatap mobil Peter yang sudah melaju."Ini sudah malam, dia itu mau kemana?" tanya David.Jane hanya angkat bahu lalu mengajak David masuk ke dalam rumah. Suasana di luar terlalu dingin."Mungkin dia mau bertemu Lizy," tebak David."Aku tidak yakin.""Kenapa?""Bukankah Peter sendiri yang bilang kalau dia tidak tertarik dengan Lizy?""Benar juga."Keduanya mengobrol ringan di ruang tengah. Mereka datang berniat untuk mengajak Peter makan malam, tapi malah dia pergi dengan buru-buru."Makan malam sudah siap, Tuan, Nyonya." Salah satu pelayan mendatangi mereka dan mempersilahkan hidangan makan malam yang sudah tersaji di at
Alex bangun lebih awal, ia merasa tenggorokannya begitu kering. Saat sudah mengangkat tubuhnya, Alex menguap lalu meregangkan otot tubuhnya. Setelah itu, Alex menoleh pada seonggok daging berselimut yang masih terlelap"Stela, bangunlah. Ambilkan aku minum, aku haus." Alex mengguncang pelan tubuh Stela.Tidak ada sahutan dari Stela hingga beberapa kali Alex coba bangunkan. Stela hanya melenguh dan justru menarik selimut hingga menutupi bagian kepala.Alex berdecak saat itu, tapi ia merasa tidak tega membangunkan Stela. Pada akhirnya Alex turun dari ranjang dan mengambil minum sendiri di dapur."Apa ini?" Alex berhenti di samping meja makan saat melihat ada kardus persegi empat."Pizza?" Satu alis Alex terangkat. "Siapa yang menaruh pizza di sini?" Sambil berpikir, Alex berjalan ke arah dispenser untuk mengambil air putih.Alex kembali dengan segelas air putih lalu duduk. Ia meneguk habis lalu mendesah. Setelah meletakkan gelasnya, Alex kembali menatap kardus pizza tersebut."Apa semal
Hampir setiap saat Stela Wen datang ke kantor Jacob dengan wajah murung. Wajah cantiknya selalu ditekuk dan sedikit terlihat kacau."Apa lagi?" tanya Jacob. "Duduklah sini."Stela Wen duduk lemas. Ia bersandar sementara Jacob sedang mengambil air putih di dekat meja kerjanya."Aku lelah …," kata Stela Wen.Jacob kembali membawa air putih. "Minumlah ini. Aku belum haus, sepertinya kau yang membutuhkan air."Stela Wen menerima segelas air putih itu dan meneguknya. Ia kemudian meletakkan di atas meja. "Aku hampir gila.""Soal Peter atau Alex?""Dua-duanya. Mereka sungguh membuatku stres!"Jacob duduk dengan menyilang kaki miring ke arah Stela. Ia memandangi Stela dan menghela napas sebelum berbicara."Aku dengar, Peter itu orang baik. Tidak ada riwayat keburukan yang dia lakukan selama ini. Soal kedekatan dengan seorang wanita pun jarang didengar. Mungkin dia hanya ingin mengajakmu berkenalan."Stela Wen mendelik sempurna. "Apa yang kau katakan? Jangan ngarang begitu.""Ini hanya tebakan
"Sebenarnya kau mengajakku kemana?" tanya Stela. Ia melangkah keluar dari istana Peter dengan susah payah karena harus mengimbangi langkah kakinya yang memakai sepatu hak tinggi. Belum lagi, Stela di repotkan dengan gaun yang menurutnya terlalu mewah hingga membuatnya merasa tidak nyaman."Diam dan tetap santai," kata Peter sembari membersilahkan Stela untuk segera masuk ke dalam mobil.Stela Wen berdecak sebal dan menghentakkan satu kakinya. Namun, hal yang dilakukannya itu justru membuat Stela sedikit terkilir hingga hampir terjatuh. Beruntung Peter segera menangkap dan memegang bagian pinggang Stela."Kau tak apa-apa?" Peter memastikan. Kini kedua mata mereka bertemu dan saling terdiam memandang."Em, aku baik-baik saja." Stela buru-buru melepaskan diri.Keduanya sama-sama salah tingkah dan panik sendiri. Stela tidak tahu kalau hanya sekedar bertukar pandangan sekejap dengan Peter bisa membuat jantungnya berdegup begitu kencang.Masih menahan rasa gugup, Stela pun segera masuk ke d